Nusa Dua – Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Jenderal Purnawirawan Wiranto meminta dengan hormat agar konflik laut Cina selatan bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Hal ini disampaikan Wiranto usai membuka International Maritime Security Symposium (IMSS) Tahun 2017 yang dihadiri oleh para kepala staf angkatan laut di Nusa Dua Bali, Kamis (24/8).
Wiranto menegaskan, untuk masalah kawasan China atau laut China selatan, Indonesia sudah ada pendiriannya yang teguh. “Saya baru saja dari China berbicara bagaimana soal Laut China Selatan. RI selalu pada posisi mendorong agar penyelesaian Laut China selatan dari negara yang terlibat diselesaikan secara damai. Jangan ada satu ekspos, satu kegiatan pameran kekuatan yang bisa menyebabkan konflik lebih tajam dan kami senang China sudah setuju dengan negara berkonflik untuk perbaharui kode perilaku mengenai penyelesaian Laut China Selatan secara damai. Kalau mau pamer kekuatan militer, semua negara memiliki kekuatan militer masing-masing,” geramnya.
Ia meminta agar ide dan gagasan soal konflik di Laut China selatan juga menjadi topik bahasan dalam IMSS, sekalipun dalam IMSS kali ini tidak bisa mengambil keputusan soal konflik tersebut,” ujarnya.
Wiranto meminta untuk hal-hal yang lebih teknis dalam kasus Laut China selatan silahkan dipertanyakan kepada KSAL yang juga hadir di IMSS tersebut. Dan mungkin nanti masalah ini akan dibicarakan di IMSS dengan semangat kedamaian dan persaudaraan. Menurut Wiranto, bila sudah menyangkut SOP, itu ranahnya kerja sama antara angkatan laut antarnegara.
Seluruh proses dan kode etiknya akan dilalui karena ini sudah menyangkut konflik antarnegara. “Itu ada prosesnya. Kodenya beda, sistem beda. Kalau nanti dihantam salah maka bisa dikatakan pamer kekuatan militer,” ujarnya.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi mengakui jika berbagai konflik wilayah laut antarnegara akan diselesaikan sesuai mekanisme yang ada. “Ada tataran yang harus kami patuhi karena mekanisme, ada tataran kebijakan, kebijakan operasional dan teknis operasional. Dalam simposium ini bisa bertemu dan kami harap masalah regional dapat kita bicarakan termasuk kerja sama. Kerja sama di level atas sudah, lalu bagaimana kerja sama di bawah. Ini yang kami pecahkan, bagaimana prosedur komunikasi, manuver, interaksi, program yang disusun dalam kegaiatan itu therefore we need to meet each other. Kita harus face to face,” ujarnya.
Ada beberapa contoh kasus dimana kerja sama antarnegara bisa diselesaikan dengan baik, seperti Indonesia dengan Vietnam. Bagaimana AL Indonesia mengatasi tentang perbatasan sehingga tidak timbul masalah di lapangan.
“Karena petugas di lapangan tergantung komandannya. Komandannya itu tergantung kami disini bicarakan. Simposium tidak mengambil keputusan tetapi yang kami bicarakan diteruskan di masing-masing angkatannya di negaranya. Kami harap di forum resmi memang simposium terutama dalam rangka sharing ide dan sampaikan masalah karena untuk IMSS ketiga sesuai pendirian awal ini coba gabungkan keanggotan IONS, angkatan laut di pesisir samudera Hindia, itu 35 negara dan dari anggota West Pasific Naval Symposium ada 25 negara,” ujarnya.
IMSS kali ini akan diadakan pertemuan bilateral karena memang ada hubungan bilateral angkatan laut misalnya dengan Australia, Vietnam, Timor Leste, AS. Nanti mungkin ada delapan negara. Temanya adalah ketertiban di laut. “Itu tema yang kami ajak bagaimana ciptakan tertib di laut bagi semua pengguna. Misalnya mereka singgah ke laut China selatan, berkaitan dengan freedom of navigation. Persepsi itu bagi AL harus dibaca sama apakah itu teritorial, ZEE atau laut lepas. Ini laut ada region sendiri, hukum sendiri, yang implementasinya beda. Oleh sebab itu kami disni berbagi jangan sampai beda pendapat dengan masalah yang sama,” ujarnya.
Kali ini misi Indonesia bertemu Australia, Bangladesh, Timor Leste. Misalnya Timor leste mereka wudah 10 tahun ingin kerja sama dengan AL Indonesia. “Ini harus kami akomodasi tentunya sesuai pertimbangan politik berkaitan kerja sama negara lain walaupun dulunya bagian negara kita. Tetapi memberikan akomodasi bagi mereka juga harus dilihat seberapa levelnya. Mungkin perwira exchange dulu, ada pendidikan di Indonesia sehingga ada kegiatan bisa berlangsung baik,” ujarnya.
Kerja sama dengan angkatan laut juga akan membahas saol ancaman di laut yang banyak variannya. Karena wilayah Indonesia luas, tidak ada negara unik dan kompleks seperti RI. Semua bisa lewat dari mana saja sehingga ancamannya juga banyak. Pertama, kerja sama dengan AL dari berbagai negara karena ada info yang harus dikembangkan. Kedua, unsur patroli harus seimbang, kecukupan unsur patroli juga harus dibangun sinergi dengan kementerian dan instansi lain seperti Polri, Bakamla, KKP, masing-masing menjadi lapisan untuk menyaring, mempertahankan ancaman seperti itu.