JAKARTA, BERITA DEWATA – Badan usaha milik negara PT PLN (Persero) kembali jadi sorotan. Kali ini, muncul dugaan manipulasi laporan keuangan senilai fantastis: Rp18 triliun. Isu panas ini mencuat dalam podcast populer milik pakar hukum tata negara Refly Harun, yang mempertemukan perwakilan PLN dan Lembaga Etos Indonesia Institute.
Dalam episode tersebut, Iskandar Syah, Direktur Eksekutif Etos Indonesia, mengungkap bahwa investigasi tim independennya menemukan indikasi ketidakwajaran dalam laporan keuangan PLN tahun 2021 hingga 2023. Ia menuding ada rekayasa pencatatan aset dan utang yang tidak dijelaskan secara transparan kepada publik.
Menanggapi tudingan itu, Nur Asnida, Vice President Akuntansi Korporat PLN, membantah. Ia menjelaskan bahwa perbedaan angka terjadi karena mekanisme pencatatan utang dan aset investasi lintas tahun. Namun penjelasan itu dinilai janggal karena tidak disertai bukti valid yang bisa ditunjukkan dalam forum.
Iskandar menegaskan, data yang dimiliki Etos Indonesia siap dibuka untuk publik dan penegak hukum. “Kami mendesak KPK, Kejaksaan Agung, serta Komisi III dan VI DPR RI untuk membongkar kasus ini dan menetapkan Dirut serta Direktur Keuangan PLN sebagai tersangka,” tegasnya.
Lebih mencurigakan, saat ditanya soal jumlah tantiem (bonus) komisaris dan direksi PLN, perwakilan PLN enggan menjawab. Padahal, data dari laman resmi eppid.pln.co.id mencatat bahwa bonus mereka tahun 2023 mencapai lebih dari Rp134 miliar.
Ketua Umum PP Ikatan Wartawan Online (IWO), Teuku Yudhistira, ikut bersuara lantang. Ia mendesak agar penegak hukum segera menyelidiki kasus ini. “Kalau kasus sebesar ini sudah diungkap oleh tokoh sekelas Refly Harun, yang kredibilitasnya tak diragukan, maka KPK dan Kejaksaan Agung harus berani menjemput bola, jangan tunggu bola datang,” ujarnya.
Yudhistira juga menyoroti gaya kepemimpinan PLN di bawah Darmawan Prasodjo yang dinilai pandai “mengakali” regulasi. “Darmo ini licin. Dia dan kroninya pintar bermain aturan agar kelihatan bersih, tapi aroma kecurangan tetap tercium,” sindirnya.
IWO berharap agar aparat hukum tak tinggal diam. “Ini bukan sekadar angka. Ini uang rakyat. Ketika negara sedang giat melakukan efisiensi, manipulasi sebesar ini tak bisa dibiarkan. Bongkar!” tutup Yudhistira.