Industri Rokok Sukses Membuat 3 Juta Lebih Anak Indonesia menjadi Perokok, Pemerintah Gagal Lindungi Mereka

Istimewa

DENPASAR, BERITADEWATA – Komnas Pengendalian Tembakau meluncurkan video kampanye “Katanya, Masa Depan Bangsa di Pundak Kami” dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 Pada Jumat (31/05).

Video ini merupakan representasi dari kondisi Indonesia dilihat dari perspektif tema HTTS 2024 yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu “Protecting children from tobacco industry interference”.

Muhammad Rian (6 tahun), Almira Khanza (5 tahun), Sabrina Aleesya Hidayat (6 tahun), dan Jasmine Zea Putri Laksmana (4 tahun) merupakan perwakilan anak-anak di seluruh Indonesia. Anak-anak inilah yang diharapkan menjadi fokus pemerintah untuk dilindungi dari serbuan produk-produk berbahaya di sekitar mereka, termasuk produk zat adiktif tembakau dan turunannya, agar mereka tidak menjadi pengganti para perokok dewasa yang saat ini telah mencapai sepertiga dari orang dewasa di Indonesia.

Namun, dalam video tersebut diperlihatkan bagaimana Rian, Almira, Sabrina, dan Jasmine yang mewakili anak-anak Indonesia, yang dianggap akan menjadi penentu masa depan bangsa, justru menjadi target industri rokok lewat produk candu/nikotin dengan cara-cara yang menarik bagi usia mereka.

Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, DrPH., menyampaikan bahwa industri rokok menarget anak-anak sebagai calon pelanggan yang mereka upayakan melalui iklan dan promosi yang masif, sponsor atau CSR-washing yang tak terkendali, produk adiktif dengan rasa-rasa manis, harga semurah mungkin dan bisa didapat di mana-mana, serta ribuan taktik lainnya. “Jadi, apakah anak-anak kita sudah terlindungi dari produk zat adiktif yang merusak ini? Sama sekali belum!” tegasnya.

Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 yang memperlihatkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun kini mencapai 7,4 persen. Angka ini tampak turun dari prevalensi di Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 9,1% dan di bawah target penurunan RPJMN 2020-2024 sebesar 8,7 persen.

Namun perlu digarisbawahi, penurunan prevalensi perokok anak menurut SKI 2023 belum tentu mencerminkan keberhasilan program pengendalian tembakau secara keseluruhan. Prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun sebesar 7,4 persen pada 2023 ini tetap memperlihatkan kenaikan jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 sebesar 7,2 persen. Perbedaan 0,2 persen ini tetap cukup besar mengingat jumlah populasi anak usia 10-18 tahun naik cukup signifikan dalam rentang waktu 10 tahun.

Jika dilihat dari populasi saat ini, prevalensi 7,4 persen menunjukkan bahwa lebih dari tiga juta anak Indonesia adalah perokok aktif yang mengonsumsi produk zat adiktif rokok konvensional maupun rokok elektronik. “Artinya, industri rokok telah berhasil menjadikan anak-anak tersebut sebagai pelanggan baru mereka yang kecanduan nikotin, dan artinya Pemerintah telah gagal memberikan perlindungan kepada mereka dari poduk adiktif berbahaya,” tambah Hasbullah Thabrany.

Karena itu, Komnas Pengendalian Tembakau melalui momen Hari Tanpa Tembakau Sedunia kali ini kembali mendesak Pemerintah agar meluruskan kembali orientasi pembangunan nasional kepada pembangunan SDM yang selama ini didengang-dengungkan di awal Pemerintahan Presiden Joko Widodo, salah satunya dengan memastikan anak-anak Indonesia terbebas dari adiksi rokok.

Dalam hal ini, Pemerintah harus segera mengambil keputusan yang tepat dalam kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau dan turunannya melalui:
1. Pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan 2023 berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dengan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif yang kuat dan komprehensif
2. Memasukkan target penurunan prevalensi perokok anak dan dewasa di dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029 sebagai target dan rencana kerja bersama Kementerian/Lembaga Pemerintah dalam melakukan upaya penurunan prevalensi perokok di Indonesia

Sebagaimana kita ketahui, konsumsi rokok telah menjadi beban negara kita selama ini, mulai dari beban kesehatan, ekonomi, sampai sosial yang telah menjadi masalah nasional; tingginya penyakit tidak menular, stunting, beban BPJS, kemiskinan, sampai rendahnya tingkat kecerdasan. “Kebijakan strategis yang berpihak pada kesehatan masyarakat terutama pengendalian konsumsi produk zat adiktif tembakau dan turunannya harus menjadi prioritas Pemerintah saat ini, segera sahkan RPP Kesehatan dan pastikan Pemerintah punya target penurunan prevalensi perokok di RPJMN berikutnya, pastikan anak-anak kita terlindungi!” tegas Hasbullah Thabrany.

Pernyataan ini tersebut penekanan agar jangan sampai anak-anak seperti Rian, Almira, Sabrina, dan Jasmine gagal dilindungi seperti tiga juta lebih anak yang telah terjebak dalam candu produk nikotin saat ini.

Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Provinsi Bali periode 2022 – 2025Ni Made Dian Kurniasari menambahkan Peringatan HTTS menjadi sangat penting untuk mengingatkan kita bersama akan bahaya paparan asap rokok serta perilaku merokok dini pada anak dan remaja. Masalah merokok membutuhkan perhatian serius ditengah harapan untuk mewujudkan generasi emas dan pencapaian bonus demografi 2045 .

“Dukungan berbagai pihak serta komitmen pemerintah yang serius terhadap implementasi berbagai kebijakan yang pro pengendalian rokok sangat diharapkan ditengah gempuran dan rayuan industri rokok yang menjadikan anak dan remaja sebagai target pemasaran produk tembakau di indonesia,” ujarnya.

Ketua Udayana CENTRAL Unud Dr Putu Ayu Swandewi mengatakan berbagai kajian kesehatan sudah sangat jelas menunjukkan bahaya situasi merokok akan berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian dan kemiskinan, situasi stunting dan lainnya, hal ini harusmnya menggugah pemerintah untuk sejalan dan serius dalam pengendalian tembakau di indonesia.

“Disatu sisi kami sangat berharap upaya penyadaran masyarakatakan bahaya merokok terus ditingkatkan serta pelarangan aktifitas promosi dan iklan rokok yang sangat menyesatkan harus dilarang total. Tema HTTS saat ini sangat sejalan dengan permasalahan nyata yang kita hadapi khususnya meningkatnya perilaku merokok dini dari tahunketahun yang semakin meningkat, hal ini tentu membutuhkan perhatian dan kerjasama serta dukungangan dari semua pihak,” tutup Ayu Swandewi .

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here