DENPASAR – Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Bali kembali mendatangi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai, Bali pada, Selasa (17/4). Kedatangan HPI ke Kantor Imigrasi ini bertujuan untuk mempertanyakan komitmen pengawasan Imigrasi Bali terhadap maraknya guide liar yang berasal dari warga negara asing di Bali terutama yang berbahasa Mandarin dan Bahasa Rusia.
Kasus ini bermula dari kejadian penganiayaan yang dilakukan oleh seorang warga negara Cina yang menjadi guide di Bali terhadap seorang sopir lokal di Kuta baru-baru ini. Ketua HPI Provinsi Bali I Nyoman Nuarta saat mendatangi Kantor Imigrasi menjelaskan bahwa pihaknya terus mendesak pihak Imigrasi untuk menuntut proses hukum terhadap guide asing yang beroperasi secara ilegal di Bali tidak sesuai dengan peruntukan visa. HPI mengancam akan menerjunkan 8 ribu anggota HPI jikan Imigrasi tidak memproses kasus ini sesuai dengan aturan undang undang keimigrasian.
Nuarta menjelaskan bahwa sejak keberadaan guide asing yang beroperasi secara ilegal di Bali, itu telah merugikan guide lokal yang memiliki lisensi. “Tentu kami (HPI) mengalami kerugian yang sangat besar. Pemasukan kami berkurang. Karena itu kami minta imigrasi harus tegas dalam menuntut keadilan dan tindak tegas orang asing yang ilegal,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Ngurah Rai, Amran Aris menegaskan bahwa pihaknya berjanji akan membentuk tim khusus dalam memberantasi keberadaan orang asing yang bekerja secara ilegal di Bali. Tim ini dibagi dalam beberapa kelompok dan akan turun ke setiap kecematan di wilayah Kuta untuk mensosialisasi kepada masyarakat.
Menurut Amran, terobosan ini sangat efektif untuk memberantas orang asing di Bali yang bekerja diluar ketentuan visa. “Petugas akan kami bagi dalam 4 kelompok yang akan disebar ke masyarakat di tiga kecamatan yakni Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan,” ujarnya. Bahkan dirinya meminta agar para anggota HPI dan masyarakat ikut melakukan pengawasan terhadap orang asing.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa peristiwa ini berawal dari kasus pemukulan yang dilakukan oleh seorang guide asing asal Cina, Roi terhadap sopir lokal, Edi di wilaya Kuta beberapa waktu lalu. Kasus ini menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap orang asing. Pihak HPI sedikit kecewa jika kasus pemukulan oleh guide liar asal Cina terhadap sopir lokal oleh Imigrasi hanya dikenai pasal penganiayaan ringan.
“Kami ingin agar kasus itu menjadi pintu masuk bagi pihak terkait, terutama Imigrasi untuk melakukan pengawasan terhada orang asing di Bali, terutama mereka yang melakukan profesi sebagai guide asing. Kita ingin menyatukan persepsi bahwa kejadian pemukulan terhadap sopir lokal oleh guide asing yang beroperasi secara ilegal di Bali,” ujarnya Nuarta.
Nuarta meminta pihak Imigrasi segera mengambil langka-langkah yang bukan hanya secara pro yudistia, tidak hanya dalam konteks orang asing ini dideportasi tetapi ada persoalan pidana yang mereka harus kerjakan itu harapan kami.
“Karena kalau nanti tidak ada efek jerah kepada orang asing ini maka akan ada dampak lainnya kedepan bahwa tutur hukum kita ini seakan-akan bisa dibayar oleh orang asing itu. Mungkin publik sudah paham dimana pelaku mengeluarkan statemen bahwa dirinya punya uang banyak, ada mau apa. ini harus dicermati,” ujarnya.
Pernyataan seperti itu seakan-akan hukum mampu dibeli oleh mereka. Ia mengaku, para perwakilan anggota HPI Bali datang menemui Imigrasi agar segera melakukan penindakan, khususnya bagian Wasdakim Imigrasi Bali. Dirimya sangat apresiasi terhadap informasi dan data-data yang diberikan oleh HPI Bali tentang guide liar dari WNA di Bali.
“Dan kami akan membalikan kultur Imigrasi yang selama ini cenderung negatif, sehingga akan lebih baik di mata publik karena image Imigrasi kita selama ini melihat laporan yang diberikan eksekusi agak lambat. Dan oleh karena itu mereka memberikan masukan kepada kita dan diajak nantinya menjadi Satgas atau pengamanan untuk orang asing kedepan. Kami sudah mendorong betul tidak hanya konsep saja. Saya tidak mau bicara lagi konseptual dan yang paling penting aktualisasi,” ujarnya.
Dalam dunia bisnis pramuwisata, yang paling rawan dimasuki guide asing adalah mereka yang berasal dari Cina dan Rusia. Dua segmen pasar ini memang masih sedikit guide lokal yang mampu berbahasa Mandarin dan Rusia. “Jadi nanti kalau dikerjakan dengan baik dan membuat orang asing dapat efek jera, mereka tidak akan berani lagi melakukan aktivitas guide di Bali,” ujarnya.
Dalam HPI Bali, ada 11 divisi bahasa. Yang berpotensi menggunakan guide asing adalah Mandarin, Korea, sama Rusia. Market inilah yang disampaikan ke Imigrasi untuk diatensi. Fakta di lapangan menunjukan bahwa, untuk Bahasa Rusia, Mandarin dan Korea, masih sangat sedikit guide yang lokal yang profesional di bidangnya.
Disinilah peluang untuk orang asing masuk, dan tidak bisa dideteksi oleh pihak Imigrasi karena kebanyak mereka datang ke Bali dengan visa kunjungan wisata. Disinilah peran Imigrasi untuk melakukan pengawasan.
“Kami sampaikan bahwa DPD HPI Bali tidak menuduh Imigrasi melakukan hal yang negatif, tetapi fakta dan isu di lapangan itu kami dengar. Karena itu kami dorong image Imigrasi agar menjadi positif. Mereka harus mengatuaklisasi apa yang disampaikan ke mereka. Kalau mereka tidak mengaktualisasikan itu artinya kultur Imigrasi perlu dipertanyakan lagi. Itu yang kami tegaskan kepada pihak Imigrasi,” ujarnya.
Dalam Perda Bali Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pramuwsata Bali atau guide disebutkan bahwa yang berhak menjadi guide adalah WNI, mendapatkan pelatihan tentang seni buda Bali, mendapatkan sertifikat sebagai tanda lulus dari pelatihan, dan beberapa persyaratan lainnya.
Untuk itu guide asing, sekalipun agennya ada di Indonesia melalui PMA, tetap tidak dibenarkan beroperasi di Bali dengan alasan bahwa mereka tidak paham soal seni budaya, adat dan kebiasaan Bali yang berlaku selama ini.
Seorang pramuwisata harus melakukan pendidikan uji budaya dan sertifikasi uji kompetensi dengan banyak prosedur yang mereka harus alami dan lakukan. Artinya bahwa orang asing itu tidak tercantum dalam Perda Pramuwisata. Dan dari prosedur pramuwisata mereka sudah melanggar dan dari sisi Undang-Undang Ketenagakerjaan juga sudah melanggar.
“Kemarin ada pertanyaan muncul, ada orang asing yang mempunyai PT PMA. Tetapi PT itu hanya sebagai subjek hukum saja. Tetapi dia tidak boleh mengerjakan orang asing menjadi guide disana. Persoalan ini masih mau dibiasakan seolaha-olah memperbolehkan orang Tiongkok menjadi guide di Bali. Intinya sekarang kami ingin membenahi image dari Imigrasi,” ujarnya.