Denpasar – Ketua Bawaslu Bali Ketut Rudia menegaskan, surat cegah dini untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran yang ditujukan kepala daerah di Bali sangat penting untuk diperhatikan.
Surat tersebut akan dikirim oleh Bawaslu Kabupaten dan Kota seluruh Bali kepada para kepala daerah di Bali, kepada seluruh SKPD, dan para pengambil kebijakan di Bali agar tidak menyalahgunakan wewenang, anggaran dan kebijakan yang menguntungkan paslon tertentu dan merugikan paslon yang lainnya.
“Ini memang surat cegah dini biasa. Namun untuk di Kabupaten Badung, ini merupaka hal yang serius. Ini kami pantau berdasarkan informasi masyarakat, tentang surat pernyataan mendukung paslon terentu, penggunaan anggaran untuk kepentingan politik, dan berbagai kebijakan lainnya yang menguntungkan Palson tertentu. Kami mengingatkan sejak awal agar jangan sampai ini menjadi temuan, menimbulkan kasus hukum, dan bisa berujung pada diskualifikasi Paslon tertentu,” ujarnya di Denpasar, Selasa (13/3/2018).
Menurut Rudia, Badung diketahui kalau kepala daerahnya tampil sebagai ketua tim pemenangan. Berdasarkan informasi yang masuk dari masyarakat, pemberitaan di berbagai media, potensi pelanggaran sangat besar. Dimana-mana terjadi intimidasi, janji-janji politik dengan menggunakan anggaran daerah berupa Bansos, Hibah dan sebagainya.
“Sekali lagi ini hanya surat cegah dini. Lebih baik mencegah daripada mengobati. Dengan surat tersebut kepala daerah dan para SKPD bisa dijadikan referensi mana yang dibolehkan dan mana yang tidak dibolehkan,” ujarnya.
Seperti diketahui, Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten Badung menyurati Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta, Senin (12/3/2018). Surat perihal cegah dini bernomor 037/BAWASLU-PROV.BA-01/PM.01.02/3/2018 tersebut tertulis bersifat penting dan ditembuskan ke Bawaslu Provinsi Bali serta Ketua DPRD Kabupaten Badung.
Dalam alinea pertama surat, Ketua Panitia Panwaslu Kabupaten Badung, I Ketut Alit Astasoma menyinggung soal pentingnya mewujudkan pilkada yang demokratis. Sehubungan dengan pengawasan tahapan kampanye dalam rangka pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali tahun 2018, Panwaslu Badung menginformasikan kepada Bupati Badung untuk memperhatikan beberapa hal terkait Undang-undang 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU No. 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi UU.
Termasuk memperhatikan Perbawaslu No. 13 Tahun 2017 tentang tata cara penanganan pelanggaran administrasi terkait larangan memberikan dan atau menjanjikan uang atau materi lain yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Tahun 2018.
Panwaslu Badung juga mengingatkan soal Perbawaslu No. 14 Tahun 2017 tentang penanganan laporan pelanggaran pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota.
Panwaslu Badung menyodorkan empat pasal dalam Undang-undang 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU No. 1 Tahun 2015 yang harus dicamkan secara saksama oleh Nyoman Giri Prasta.
Pertama, Pasal 71 ayat 1 dan 3. Pasal 71 ayat 1 berbunyi pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain (lurah) dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Pasal 71 ayat 3 berbunyi gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
Kedua, Pasal 73 ayat 4 yang berbunyi selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang.