Perspektif Gender dalam Jurnalisme

    Bahrul Wijaksana, Trainer dalam pelatihan jurnalis

    BADUNG, BeritaDewata – Search for Common Ground (Search) Indonesia gelar pelatihan jurnalis dengan tema “Perspektif Gender dalam Jurnalisme”. Menjawab bahwa Jurnalisme itu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari usaha pemberdayaan perempuan.

    Perempuan itu masih lebih banyak menjadi objek di dalam pemberitaan. Kalaupun ada perempuan itu menjadi subjek, itu dalam konteks yang lebih sensasional kepentingannya. Hal tersebut diungkapkan Bahrul Wijaksana didampingi Amanda Diddharta sebagai Trainer dalam pelatihan jurnalis, di Badung, Kamis 15/8/2019.

    “Upaya pemberdayaan perempuan itu bukan cuma tugas kementerian. Jurnalis dan teman teman media harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Diharapkan, jurnalis tidak hanya mengejar viewer, tapi juga bisa adil dalam hal Gendernya,” ujar Bahrul.

    Menurutnya, isu isu besar yang terjadi, tidak pernah lepas dengan problem problem yang di hadapi oleh perempuan. “Misalnya kalo kita bicara tentang infrastruktur, kita bicara soal politik, soal ekonomi kan itu bukan cuma persoalan laki laki. Yang lebih banyak bersentuhan dengan isu isu lingkungan hidup misalnya justru perempuan.

    Bahrul Wijaksana didampingi Amanda Diddharta sebagai Trainer dalam pelatihan jurnalis, di Badung, Kamis 15/8/2019

    Jadi kalo kita bicara soal bagaimana mengelola sumber daya alam, bagaimana kemampuan kita memelihara sumber daya alam itu sangat jelas hubungannya dengan perempuan. Nah kita itu kadang kadang, jurnalis terutama ingin lebih suka dengan isu isu yg besar tapi sebetulnya tidak cukup memperhatikan isu-isu yg lebih detail.

    Cara menulis beritanya lebih banyak menggunakan perspektif politik ketimbang perspektif jurnalistik, perspektif gender. Kalo perspektif politik itu lebih kepada orientasi kekuasaan. Tapi kalo bicara soal perspektif gender itu lebih berbicara kepada soal keadilan, nah ini yg sering kali jurnalis luput.

    Suka dengan sesuatu yang extravaganza secara politik menarik karna itu memang sesuatu yang diperebutkan banyak orang yang berkuasa. Tapi sebetulnya esensi dari perdebatan politik ini seharusnya pada level masyarakat yang terendah. Dan kita tau perempuan itu ada pada sisi yang sangat marjinal sehingga memperkuat perspektif perempuan atau perspektif gender di kalangan jurnalistik jadi sangat penting,” terang Bahrul.

    Amanda Siddharta dalam narasinya pada pelatihan itu mengungkapkan, perspektif gender merupakan cara pandang yang sensitif terhadap persoalan sosial, ekonomi, politik maupun budaya yang dialami perempuan maupun minoritas gender lainnya.

    Pemilihan diksi untuk judul berita terkadang memberikan makna sebagai blame victim. “Banyak judul berita sering kita temui seperti diksi ‘perempuan cantik’ untuk berita kasus kekerasan perempuan misalnya, menciptakan gambaran fisik korban perempuan menjadi blame victim,” terang Amanda.

    Selain itu, kata Amanda, pola pikir patriarkis membuat media seringkali memberitakan kasus asusila dengan tujuan meraih banyak pembaca, tanpa mempertimbangkan perspektif gender maupun korban.

    Diketahui, pelatihan Perspektif Gender dalam Jurnalisme digelar selama 2 hari, 15-16 Agustus 2019. Pelatihan tersebut juga melibatkan Aktivis Pemberdayaan Masyarakat. Diisi sesi latihan untuk mengakomodasi para peserta dalam
    menghasilkan berita dengan perspektif gender.

    Sebarkan Berita ini

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here