
Denpasar – Komisioner dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Jastra Putra mengatakan kasus dugaan diskriminasi terhadap anak-anak atlet Taekwondo Indonesia (TI) Kota Denpasar yang diskorsing massal oleh Pengurus Provinsi (Pengprov) Taekwondo Indonesia (TI) Bali, telah meniadakan tentang kepentingan hak anak. KPAI berpendapat apapun yang terjadi diantara orang Dewasa, tidak ada alasan untuk melibatkan apalagi mengorbankan kepentingan anak.
“Pertama kalau kita lihat, skorsing terhadap anak ini adalah bentuk pelangaran nyata, yang kedua ada meknisme ADRT di organisasi itu kita hargai, tapi tentu ADART tidak harus melangar Undang-undang yang ada diatasnya yang menjadi hal yang penting harus diperhatikan oleh pengurus cabang olahraga. Kita berhadapan dengan anak seharusnya kita memahami tentang bagaimana mengurus dan melindungi anak.” Kata Putra, ditemui usai pertemuan dengan atlet TI Kota Denpasar di Gedung KONI Denpasar, Kamis, 6/9/2017.
UU No 35 Tahun 2012 itu menyatakan bahwa hak partisipasi anak tidak bisa di putus begitu saja, semua pihak termasuk pemerintah daerah, dinyatakan dalam UU perlindungan anak, wajib ikut bertangung jawab mengeni situasi ini. “Kami berterima kasih kepada pendaping, pelatih, anggota Dewan yang sudah sangat sensitif terhadap kasus anak ini. Kita berharap dengan situasi atlet nasional yang sedang terpuruk ini, mudah-mudah pada 14 September ini, atlet dari Kota Denpasar ini bisa mendapatkan harapan dan nama baik untuk Bali dan Nasional khususnya,” Jelasnya.
Dijelaskan Putra, di dalam undang-undang perlindungan anak itu tidak ada istilah atlet atau tidak atlet. Dalam UU Perlindungan anak usia 0-18 tahun wajib di lindungi termasuk hak pastisipanya, apalgi dalam kasus skorsing massal ini, anak-anak sudah dari awal berkecimpung sebagai atlet, sudah beberapa kali ikut bertanding, jadi ini tidak bisa dimunafikakan. “Semua pengurus organisasi kami harapkan memperhatikan UU perlindungan anak. KPAI akan turun karena khususnya dalam kasus altlet TI Kota Denpasar yang bersangkutan adalah anak-anak,” Tegasnya.
Jastra Putra menambahkan, dari pertemuan dengan atlet, pihaknya melihat, yang pertama bagai mana upaya anak-anak berjuang untuk bisa ikut dan mendapatkan haknya bertanding. Dalam hal ini KPAI mendesak kepada pihak-pihak yang otoritas mau menerima aspirasi ini, karena ini adalah amanah UU yang harus dijalanakan. Yang kedua tentunya kalau itu tidak di jalankan, ada sanksi pidana di situ. “Kami berharap bapak Walikota mensuport, Gubernur Bali juga mensuport. Kami berharap pada pertemuan dengan Gubernur Bali pada Jum’at, 8/9/2017, pengurus Koni, pengurus TI dan yang berwenang dalam menyelesaikan kasus ini semua bisa hadir,” imbuhnya.
Semangat Kita satu. Melindungi dan memenuhi hak anak. Khususnya anak-anak yang saat ini jadi atlet, mereka berlatih bukan dilakukan dalam jangka pedek, pasti prosesnya sudah lama bahkan sudah ada yang mewakili ikut berbagai pertandingan baik tingkat pelajar kota sampai ada yang ke Siangpaura, “ini menjadi pertimbangan kita. Poinnya adalah Pemerintah Daerah punya kewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak. Ini konstitusi yang kita jalankan secara bersama.” jelas Putra.
Diketahui, beberapa atlet TI Kota Denpasar didampingi Pelatih, pengurus, perwakilan pengurus Koni Denpasar dan perwakilan orang tua alet, Kamis, 7/9/2017 sore, melakukan pertemuan dengan Komisioner dari KPAI Pusat didampingi ketua Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Bali. Berbagai keluhan dan kejanggalan yang terjadi dalam proses skorsing massal terhadap atlet TI Kota Denpasar disampaikan ke Komisoner KPAI. Diantaranya Kasus dugaan diskriminasi ini berawal dari ketua TI Provinsi Bali mengskorsing 7 orang atlet Taekwondo Kota Denpasar yang berlaga di Malaysia Open pada 23 – 25 September 2016 lalu. Para atlet berprestasi ini diskorsing karena saat itu mereka berfoto bersama dengan Sekretaris TI Kota Denpasar, saat di Malaysia.