KPA Provinsi Bali, Gaungkan Waspada HIV dan AIDS

Drh Made Suprapta, MM Kepala Sekretariat KPA Provinsi Bali di dampingi Ketut Sukanata,SH Sekretaris PKBI Bali

DENPASAR, BeritaDewata – Waspada HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) terus di gaungkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Bali. Seperti diungkapkan oleh Drh Made Suprapta, MM selaku kepala Sekretariat KPA Provinsi Bali, saat menggelar Loka Karya dengan Jurnalist Peduli Aids Provinsi Bali, Minggu, 29 Juli 2019.

Made Suprapta, menegaskan berdasarkan data sampai tahun 2019 ini terdapat 20.997 ribu penderita HIV dan AIDS (ODHA) di Provinsi Bali. Dari 20.997 ribu, 3,7 persennya dalah anak-anak, angka ini menjadi perhatian kita untuk terus bersama-sama menanggulanginya. “Untuk pekerjaan ini, perlu bantuan dari semua pihak, semu komponen harus terlibat, para tokoh masyarakat, LSM, komunitas Ormas, termasuk Jurnalist yang ada di Provinsi Bali,” ujarnya.

Menurutnya, saat ini, pemerintah sedang menggalakan untuk mengkonsumsi Antiretroviral (ARV) bagi mereka yang terlanjur terindikiasi virus HIV. ARV merupakan obat HIV yang berfungsi untuk menekan virus HIV berhenti bekerja.

Obat ini tidak membunuh Virus HIV, tetapi bisa mengkrangkeng virus untuk berhenti bekerja dengan syarat mengkonsumsi setiap hari tanpa putus seumur hidup. ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri, dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4.

“Diamanatkan oleh pemerintah supaya ARV ini bisa diakses sebanyak mungkin oleh mereka yang terlanjur terkena HIV. Dan beryukur, sekarang ini penggunaan HRV sudah cukup tinggi, lebih dari 80 persen. 100 orang kena HIV, 80 orang sudah mengakses dan menggunakan ARV secara terus menerus,” ujarnya.

Ini kabar baiknya, yang artinya, bila mereka sudah minum ARV kondisi tubuhnya akan semakin membaik, dengan membaik kondisi tubuh, maka mereka bisa beraktivitas seperti orang normal, kualitas hidup juga meningkat, angka kematian otomatis akan menurun. “Karena dengan adanya ARV penyebaran virus bisa di tekan, bukan berati kita boleh lalai, kita harus tetap waspada, kita harus terus merapatkan barisan menanggulangi penyebaran virus HIV di Provinsi Bali.” terangnya.

Diketahui, secara Nasional, Bali masuk daftar lima Besar penyebaran HIV dan AIDS. Tetapi artinya bahwa, semakin besar angka yang kita temukan, berarti aktivitas penanggulang HIV AIDS semakin agresif. “Untuk menemukan mereka yang berisiko tinggi, untuk kita indetifikasi, kita tes, kita diagnosa, akhirnya akan ketahuan statusnya. Dengan diketahui statusnya, angka temuannya sudah pasti meningkat,” imbuhnya.

“Ada yang berpendapat kita ini seperti buang-buang waktu, buang-buang uang, buang-buang tenaga dan segala macam toh angkanya akan semakin naik. Tetapi ada pendapat lain mengatakan, bahwa justru ini adalah sebuah keberhasilan. Kita berhasil mengungkap penomena gunung es.

Jangan disangka, tidak ada angka berarti mereka berhasil tanggulangi penyebaran virus HIV dan AIDS belum tentu, mungkin tidak diketahui aktivitas di sana, tetapi sebenarnya gunung esnya tebal sekali di bawah. Dengan statusnya diketahui, selanjutnya kita hantam dengan ARV. Dengan demikian, ARV di minum otomatis virusnya akan menurun, kualitas hidupnya akan membaik,” tegasnya.

Dengan penemuan ARV jangan dijadikan alasan untuk berlaku tidak sehat, “toh sudah ada ARV kita boleh bermain-main karena sudah ada obat, jangan. Kita tidak mau, sekali virus ini masuk ke dalam tubuh, seumur hidup dibawa, dan anak-anak kita terancam.” pesannya.

ARV, disediakan dan bisa diakses secara gratis di semua rumah sakit Daerah dan puskesmas pengempu di Provinsi Bali. “Untuk mendapatkan ARV, yang bersangkutan harus di tes dulu statusnya, positif atau tidak, kalu ditemukan positif langsung di proses di sana, lalu masuk ke tahap ARV, dan tidak bisa di wakilkan.” imbuhnya.

Terkait acara Loka Karya bersama Jurnalist Bali, Made Suprapta berharap, KPA bisa bersinergi dengan Jurnalist Peduli AIDS, “Melihat pentingnya penanggulangan permasalahan HIV dan AIDS, kami menilai perlunya melibatkan semua komponen masyarakat, menentukan kerja yang kongkrit, rill, bisa menjawab tantangan kedepan ini. Satu nahkoda untuk mewujudkan, HIV dan AIDS pada 2030 bisa stagnan.” Tututpnya.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here