Kadek Devantra, Bayi Usia 8 Hari Harus Hidup di Pengungsian

Ist: Ibunda Kadek Susi sedang menggendong Kadek Devandra Saputra bayi baru umur delapan hari

Buleleng – Nasib Kadek Devandra Saputra bayi baru umur delapan hari, anak kedua dari pasangan suami istri Kadek Susi dan Wayan Sudita ini, harus ikut merasakan hidup di tempat pengungsian, karena rumah orangtuanya di Banjar Dinas Tanah Aron, Desa Bhuana Giri, masuk dalam daerah KRB (Kawasan Rawan Bencana) III.

Dia terpaksa diajak ke tempat mengungsi, karena daerah di radius ini harus dikosongkan sejak status Gunung Agung masih level siaga. “Dua hari setelah lahir (16 September), kami diminta mengungsi. Setelah mengungsi, kami dilarang balik lagi, karena desa kami sudah tidak aman,” kata Wayan Sudita, sang ayah ditemui di Buleleng, Minggu 24 September 2017, seperti dilansir dari DewataNews.

Selama di pengungsian di Desa Tenganan Pagringsingan, Kecamatan Manggis, Devandra mengalami cobaan yang berat. Dia tidak bisa tidur tenang, karena gerah berada di tengah ratusan pengungsi lainnya. Dia terus menangis seharian, karena tidak nyaman, untuk mencegah adanya gangguan kesehatan pada Devandra, bayi tersebut dan orang tuanya diarahkan menginap di rumah warga. Tidak hanya keluarga Devandra, keluarga yang memiliki anak-anak dan orangtua serta gangguan kesehatan khusus, juga diarahkan menginap ke rumah warga.

“Sekarang kulitnya muncul bintik-bintik merah, banyak sekali. Dia nangis semalaman. Untung sekarang ada pengobatan gratis, jadi harus segera diperiksakan,” kata sang Ibu, Kadek Susi, saat ditemui di lokasi pusat pemeriksaan kesehatan yang diselenggarakan Kelompok Media Bali Post (KMB) bekerja sama dengan RSU Prima Medika di Desa Tenganan Pagringsingan.

Dia mengaku sangat bersyukur karena ada pengobatan gratis, sehingga ada tempat untuk memeriksakan kesehatan keluarga dan anak-anaknya. Sebab, dalam situasi di pengungsian seperti ini, sangat sulit untuk pergi lagi ke rumah sakit. Dia juga bersyuhkur, Desa Adat Tenganan Pagringsingan, sangat memperhatikan para pengungsi. Mulai dari kebutuhan MCK, makanan hingga tempat pengungsian, dengan memberikan prioritas pada ibu hamil, orangtua dan balita.

Klian Desa Tenganan Pagringsingan Ketut Sudiastika, mengatakan sejak menerima pengungsi, pihaknya sudah membentuk tim khusus yang menangani masalah logistik dan kesehatan pengungsi. Sejauh ini, semua pelayanan berjalan baik. Sumbangan logistik dari berbagai pihak swasta juga terus berdatangan. Sehingga, urusan logistik tidak perlu dikhawatirkan.

Perbekel Desa Tenganan Pagringsingan, Putu Yudiana, mengatakan kini total dari jumlah pengungsi yang ada di Desa Tenganan Pagringsingan, telah mencapai sekitar 411 orang. Mereka ditempatkan di Wantilan Tenganan Pagringsingan hingga rumah-rumah warga di Tenganan Dauh Tukad. Ribuan pengungsi lainnya di lokasi pos pengungsian sementara, masih tersebar di wilayah Tauman, Nyuh Tebel hingga Sengkidu. Mayoritas mereka adalah pengungsi dari Desa Bhuana Giri, Kecamatan Bebandem.

Seperti diketahui, disaat rasa ketakutan terselimuti kepanikan, maka apapun miliknya akan ditinggalkan seperti yang dirasakan oleh 40.282 jiwa pengungsi dari lereng Gunung Agung, ribuan dari mereka telah memasuki wilayah Kabupaten Buleleng dan tersebar di beberapa desa semenjak status Gunung Agung ditetapkan menjadi Awas dengan radius 12km harus kosong.

Nasib pengungsi benar-benar sangat memprihatinkan, disamping minimnya tenaga medis untuk lansia , ibu hamil hingga ke anak-anak bahkan mereka harus mampu bertahan untuk hidup di tengah-tengah pengungsian dengan ruang terbuka dan makanan seadanya, situasi yang paling mengkhawatirkan adalah nasib anak-anak.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here