BADUNG, BeritaDewata – Pakar Syber forensik Ruby Alamsyah mengungkapkan, di tengah maraknya ancaman syber treat yang banyak meresahkan masyarakat Indonesia, dipandang perlu menerbitkan undang-undang sebagai bentuk rumusan dan acuan dalam penanganan ancaman siber ditanah air.
Dari tahun ke tahun jumlah ancaman syber ditanah air mengalami peningkatan. “Menurut laporan symantec berjudul Internet Security Threat report volume 24 yang dirilis pada Februari 2019, lalu pada tahun 2018 sebanyak 2,23 persen,” ujar Alamsyah, saat itu serangan siber diranah global terjadi di Indonesia, dimana ada peningkatan dibandingkan tahun 2017 yaitu 1,67 persen.
Hal tersebut, diungkapkan Ruby Alamsyah saat menghadiri Symposium On Critikal information Infrastrukture Protection (CIIP-ID Summit) yang diadakan di Bali. Kegitan tersebut berlangsung dari tanggal 28-29/8/2019 di Hotel Kartika Plaza Kuta Badung Bali.
Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah melalui Badan Siber Sandi Negara (BSSN) untuk meningkatkan kesadaran regulator pelaku industri atau operator sektor Infrastruktur Kritis Nasional (IKN), Lembaga Teknisi dan Akademisi akan pentingnya penerapan keamanan siber.
Ia menambahkan, berdasarkan laporan symantec tersebut juga menempatkan Indonesia diposisi ke lima sebagai Negara yang paling banyak mendapat ancaman siber, tahun 2018 untuk kawasan Asia Pasifik dan Jepang.
Oleh karena itu dipandang perlu pemerintah segera menerbitkan undang-undang siber, sebagai bentuk acuan dan perlindungan terhadap kejahatan siber di Indonesia.
“Undang-undang tersebut untuk memastikan dan kejelasan hukum bagi pihak stake holder agar ada regulasi hukum yang jelas bagi pemerintah maupun bagi yang bekerjasama dengan pemerintah,” terang Alamsyah.
Kepala bidang keamanan syber asosiasi penyelenggara Internet Indonesia (APJII), Edy Jaya menegaskan, pihaknya sangat mendukung jika pemerintah menerbitkan undang-undang tentang penanggulangan siber.
“Namun demikian peran pemerintah dalam penyediaan alat-alat sangat dibutuhkan, karena jika sepenuhnya di limpahkan kepada pihak swasta, untuk menyediakan alat-alat siber akan merasa mahal.” Pungkasnya.