Di Balik Tawa Mudy Taylor, Ada Seruan Damai untuk Kisruh Royalti Lagu

Kiki The Potters Band, Virza , Mudy Taylor

JAKARTA, BERITA DEWATA – Di tengah polemik royalti lagu dan hak cipta yang kian ramai diperbincangkan publik, komika dan musisi parodi Mudy Taylor turut menyuarakan pandangannya. Dengan gaya khasnya yang jenaka namun reflektif, Mudy mengajak para pelaku seni untuk mengedepankan dialog dan saling pengertian dalam menyelesaikan persoalan.

“Tagihan royalti sekarang ‘ngeri-ngeri sedap’… wkwk,” ujar Mudy, Jumat (20/6/2025), saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Meski bernada guyon, Mudy menyimpan kegelisahan terhadap dampak aturan royalti yang dinilainya berpotensi membatasi kreativitas, khususnya bagi komedian dan seniman panggung yang memanfaatkan musik sebagai bagian dari penampilannya.

“Untuk seniman komedi, sebaiknya royalti bisa lebih fleksibel. Kalau perlu malah disupport agar lagu-lagu klasik tetap hidup lewat parodi,” ujarnya. Mudy mencontohkan lagu anak-anak seperti Pelangi-Pelangi atau Balonku yang sering diolah menjadi materi lawakan, dan justru memperpanjang usia karya tersebut lintas generasi.

Menurut Mudy, pembedaan konteks penggunaan lagu—komersial atau non-komersial—perlu diperjelas. “Kalau sekadar cover biasa, ya biarkan saja. Asal menyebut sumber lagu. Tapi kalau sudah ada proyek iklan atau nilai komersial, ya tentu harus bayar royalti. Fair-fair saja,” katanya.

Saat ini, Mudy bergabung dalam manajemen V Corps yang digawangi Virza, mantan vokalis Dewa 19. Di bawah naungan manajemen yang bermarkas di Bintaro, Tangerang Selatan, Mudy berkolaborasi dengan sejumlah musisi termasuk Kiki The Potters Band.

Bersama mereka, Mudy turut meramaikan peluncuran kafe DiWaroeng milik Virza di kawasan Bintaro Sektor 9. “Ya, sekarang saya bersama manajemen Virza Idol juga,” ujarnya.

Mudy juga menyampaikan harapannya kepada pemerintah dan para pemangku kebijakan agar lebih membuka ruang diskusi dengan pelaku seni. “Mohon dibicarakan bersama para pencipta lagu. Jangan terlalu keras atau arogan dalam menuntut royalti. Sesama seniman, bicarakan dalam suasana yang nyaman,” ucapnya.

Ia menyinggung sejumlah konflik terbuka antara musisi besar yang dinilai justru memperburuk citra dunia musik di mata publik. “Jangan sampai jadi tontonan konflik yang merugikan semua pihak,” tambahnya.

Mudy menutup pernyataannya dengan ringan namun bermakna. “Nanti kalau ada perkembangan, saya kasih saran lagi… hehehe. Bercanda.”

Di tengah perdebatan yang kerap kaku dan kental nuansa hukum, suara seperti Mudy Taylor menjadi pengingat bahwa dunia seni dibangun atas dasar kolaborasi, bukan kompetisi. Bahwa sebelum semuanya menjadi perkara hukum, ada baiknya duduk bersama, saling mendengar—dengan sedikit tawa, empati, dan semangat kebersamaan.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here