PHDI Buleleng Sayangkan Kerauhan Warga Di Pura Desa Nagesepehe Makan Korban

PHDI Buleleng Sayangkan Kerauhan Warga Di Pura Desa Nagesepehe Makan Korban

Beritadewata.com, Buleleng – Kerama adat Desa Nagasepeha Kecamatan Buleleng, Bali mendadak digegerkan oleh seorang saat berlangsungnya piodalan dipura Wayonan Pura Desa Nagasepeha pada Selasa (25/9) sekitar pukul 13;30 wita.

Sebelumnya banyak warga sedang menari-nari dengan diiringi suara gambelan, namun salah satu kerama adat bernama Ketut Sudira(55) mendadak ikut menari diduga Sudira juga kerauhan. Sudira mendadak mengambil senjata berupa keris yang dibawa pecalang Adat Nagasepeha saat mengamankan piodalan diareal pura desa tersebut.

Sudira yang diduga mengalami kerauhan mendadak menancapkan Pusaka tersebut ketubuhnya layaknya atraksi menunjukan kekebalan tubuh, namun sayang pegangan pusaka itu tak berlangsung lama. Keris milik pecalang adat tersebut menacap ditubuh Sudira dan menembus dadanya. Darah segar membasahi tubuh serta pakaian yang dikenakan Ketut Sudira, kerama adat berhamburan dan panaik melihat Sudira berdarah-darah.

Korban langsung dilarikan kerumah sakit oleh kerama adat lainya yang disertai Babinsa serta Bimas desa Nagasepeha saat itu juga. Sudira yang diduga tidak kuat menahan sakit akibat tusukan Keris tersebut, saat perjalanan kerumah sakit Singaraja Sudira tidak bisa ditolong dan menghembuskan nafas terakhir.

Sementara Kapolsek Kota Singaraja Kompol A. A Wiranata Kusuma, ketika dikonfirmasi seijin Kapolres Buleleng membenarkan peristiwa tersebut” Ya musibah itu benar. Ada seseorang yang diduga mengalami kesurupan saat berlangsungnya upacara keagamaan di pura desa adat Nagasepeha.Dimana ketika itu banyak kerama adat sedang menari sambil membawa keris serta menusukkan pusaka ke tubuh masing-masing Tapi, naas keris yang dipegang korban malah menembus perutnya dan mengakibatkan luka pada perut korban, akibat yang bersangkutan meninggal dunia saat perjalanan kerumah sakit” jelas A.A Wiranata kepada Beritadewata.com (26/9) pagi.

Ketua PHDI Kabupaten Buleleng, Dewa Nyoman Suardana mengaku, sangat menyayangkan insiden “kerauhan berdarah” di Desa Nagasepeha itu. “Saya sangat sayangkan dan prihatin, kalau itu terus terjadi berapa pemangku yang kodal (rauh, red) mengalami kejadian seperti itu. Saya harapkan, supaya tidak terjadi itu lagi,” ucap Dewa Suardana, dihubungi melalui telepon seluler.

Dewa Suardana tidak memungkiri, kejadian serupa sempat terjadi di beberapa tempat, baik di wilayah Desa Banyuning dan Padang Bulia, namun tidak sampai menimbulkan korban jiwa. Bahkan dari PHDI, sudah menyelipkan himbauan saat penataran pemangku, agar yang mengalami kerauhan tidak sampai berlebihan.

Namun sayang, himbauan itu seolah tak dianggap. “Setiap pertemuan pemangku-pemangku saya selalu mengimbau untuk tidak membawa senjata tajam ke pura. Kekhawatiran saya ini nyatanya terjadi. Ida Betara tidak mungkin menyuruh umatnya untuk perang dan berbuat arogan,” ungkap Dewa Suardana.

Ritual Ngurek diakui Suardana memang sudah menjadi tradisi turun temurun. Kendati demikian, Dewa Suardana merasa umat Hindu sudah sebaiknya meninggalkan tradisi tersebut dengan alasan berbahaya. “Walau itu tradisi, kalau bisa tinggalkan itu karena itu berbahaya. Ida Bhatara sing ade ane makte keris sampai nusuk iba (Tuhan tidak ada bawa keris sampai nusuk diri sendiri, red),” jelas Dewa Suardana.

Suardana mengaku, tidak mengetahui pasti mengapa ritual itu bisa melukai korban hingga menyebabkan meninggal dunia. Dengan adanya kejadian ini, Suardana mengaku akan berkoordinasi dengan MMDP Buleleng untuk segera menentukan langkah selanjutnya.

“Kalau darah berceceran di areal pura, itu akan membuat pura di desa leteh (kotor, red) dan harus melakukan penyucian. Saya akan koordinasikan dengan Majelis Desa Pakraman, agar tidak terjadi lagi,” pungkas Dewa Suardana (26/9).

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here