Denpasar – Indonesia ternyata menjadi negara dengan produksi kelapa terbesar di dunia. Dalam setahun Indonesia mampu menghasilkan 36 miliar butir kelapa. Namun sayangnya, produk kelapa yang besar di Indonesia tidak diberdayakan, terutama produk turunan seperti sabut kelapa. Hal ini disampaikan owner PT Rekadaya Multi Adiprima (RMA) Farri Aditya saat memberikan kuliah umum di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Negeri Bali, Selasa (10/4).
Menurutnya, selama ini Indonesia sebagai produksi kelapa terbesar di dunia belum optimal memanfaatkan produk turunan terutama serat atau sabut kelapa. “Siapa yang tidak tahu kelapa. Semua pasti tahu dan usia anak-anak hingga kakek nenek. Namun bagaimana sumber daya yang sangat potensial ini ternyata bisa memberikan nilai tambah yang sangat besar bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, selama ini Indonesia hanya memproduksi makanan dari dari daging kelapa. Namun produk turunan belum digarap secara optimal, sementara bahan baku berkelimpahan di masyarakat.
Untukk itu, PT. RMA sebagai anggota PIKKO (Perkumpulan Industri Kecil-menengah Komponen Otomotif) Indonesia yang memperoleh penghargaan Upakarti 2017 untuk bidang Kepeloporan, tengah berinovasi membuat Produk Pengendali Bising berbasis bahan baku utama berasal dari serat tenun dan sabut kelapa yang cukup banyak tersedia di tanah air.
Upaya untuk mendapatkan produk berkualitas dan ramah lingkungan, PT. RMA melakukan kerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri-Kementerian Perindustrian serta Balai-balai Industri di lingkungan Kementerian Perindustrian, termasuk dengan beberapa Perguruan Tinggi Negeri yang memiliki kapasitas dan sarana pengujian cukup lengkap dan modern.
Nantinya, salah satu target pasar yang dibidik PT. RMA antara lain adalah perhotelan. Hal ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dalam mendorong pengembangan Green Hotel. Untuk mendapatkan standar tentang sarana perhotelan yang ramah lingkungan, Farri Aditya selaku owner PT. RMA telah melakukan pembicaraan dengan Dewa Gde Ngurah Byomantara, Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali, disela acara Spring Meeting AM IMF-World Bank 2018.
Harapan dan keinginan Farri Aditya yang ternyata alumnus STP-Bandung memperoleh respon positif, dan Byomantara merasa bangga sekaligus kagum atas usaha yang ditekuni Farri Aditya ini yang mampu memperluas cakrawala atas usaha pariwisata dan keterkaitannya.
Byomantara berjanji akan membantu sesuai fungsi dan tugasnya, serta kapasitas yang dimiliki STP-Bali. Dalam memaparkan rencana bisnisnya ini, motto-nya adalah mengurangi polusi dengan limbah dan memanfaatkan sumber daya alam. Farri Aditya menggunakan rujukan Triple Helix yakni mengkomunikasikan upaya bisnisnya kepada Pemerintah antara lain Kementerian Perindustrian, dan memperoleh respon positif.
Selanjutnya dengan Akademisi, melakukan kerjasama dengan UNS-Solo, selanjutnya dengan ITB-Bandung, juga dengan STP-Bandung dan STP-Bali. Dan sebagai anggota PIKKO Indonesia, terkait dengan aspek Bisnis yang terkait bidang usaha yang digeluti terus dilakukan senergi. Termasuk dengan Pihak-pihak yang selama ini telah memberikan kepercayaan kepada usahanya di bidang komponen otomotif yang salah satunya adalah ASTRA Mitra Ventura.
“Agar lebih nyaman, nantinya gedung dilingkungan STP-Bali akan dipasang Produk Pengendali Bising ini, sekaligus sebagai catatan atas buah karya Alumnus STP,” jelas Dewa Gde Ngurah Byomantara, yang sejak 2013 memimpin Sekolah Tinggi Pariwisata-Bali yang bernaung dibawah Kementerian Pariwisata, sekaligus sebagai center of excellence bidang pariwisata yang tertua di Indonesia.
Farri Aditya yang telah 9 tahun berbisnis komponen otomotif, berharap agar dalam kaitan dengan research, branding, promotion hendaknya Pemerintah senantiasa hadir dengan misalnya memberikan pendampingan sehingga Pelaku usaha khususnya yang Industri Kecil bisa berkembang mengikuti tren, di tengah maraknya liberalisasi yang terus bergulir dan kini sedang berlangsung industri 4.0. “Jangan, IKM Indonesia hanya jadi Penonton piawai,” ujar Farri Aditya.