YOGYAKARTA – Sugeng Handoko Manager Griya Coklat Nglanggeran mengungkapkan, Bank Indonesia Yogyakarta mensuport penuh melalui kegiatan pelatihan melalui program peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). “Selain program pembinaan petani ada juga bantuan peralatan dari BI termasuk dilibatkan dalam program kunjungan ke sebuah produk tempat produksi Coklat,” ungkap Handoko, saat menjawab pertanyaan wartawan peserta Lokakarya Bank Indonesia KPw Provinsi Bali yang melakukan kunjungan ke Griya Coklat Nglanggeran.

Jadi melalui program Pengembangan Komunitas Coklat banyak melibatkan kelompok tani, seperti yang ada di Griya Coklat Nglanggeran sedikitnya melibatkan 645 orang dari luas lahan sekitar 40 Hektar.
“Tetapi karena tidak semua punya hamparan tanah yang luas, banyak diantaranya yang menggunakan lahan pekarangan rumah ditanami Pohon Coklat, khusus Desa Nglanggeran terdiri 5 Dusun,” ujar Handoko.
Dijelaskan, dengan adanya program BI tersebut, Masyarakat disini sangat diuntungkan, mereka bisa mengolah produk lokal unggulan, menjadi produk yang siap jual, jadi tidak dipermainkan pasar lagi, kalau dulu harga itu tergantung harga Coklat.
“Saat ini, karena diolah sendiri jadi ada yang bisa ditawarin, kedua, yang kedua kami mendapatkan ilmu baru. Jadi transfer teknologi itu menjadi penting di tingkat masyarakat, ternyata bisa kok kelompok masyarakat itu mengolah coklat mengolah Coklat tidak harus perusahaan besar ataupun orang asing.” jelasnya.

Setelah mampu mengolah menjadi bubuk hingga produk olahan, produksi Kakao mendapatkan nilai tambah berlipat. Dari sekitar lima kilogram biji Kakao apabila diolah menjadi bubuk menjadi sekitar satu kilogram dengan penghasilan sekitar Rp250 ribu. Apabila diolah menjadi produk makanan olahan dan minuman, maka nilainya akan bertambah menjadi sekitar Rp400 ribu, belum termasuk apabila langsung disajikan kepada wisatawan maka ada nilai tambah lagi.
Griya Coklat Nglanggeran sudah beroperasi sejak Desember 2016, dengan rata-rata pendapatan dalam satu bulan bisa Rp. 35 juta sampai dengan Rp. 75 juta rupiah. Adapun bentuk kerjasama dengan Petani memakai Sistem Kluster, jadi tidak di monopoli oleh satu orang atau satu kelompok tertentu.

Dijelaskan terpisah oleh Kepala Divisi Advisory Pengembangan Ekonomi BI Bali Azka Subhan Aminurridho ketika meninjau proses pengolahan cokelat di Desa Nglanggeran bersama Wartawan dari Bali, Bank Indonesoa ingin membesarkan potensi ekowisata cokelat yang ada di Kabupaten Jembrana, Bali.
“Nantinya akan melibatkan peran serta masyarakat mulai dari pembibitan, pengolahan hingga memaksimalkan potensi ekspor dan terintegrasi dengan pariwisata. Di Bali baru pada tahap memproduksi biji cokelat fermentasi, belum selengkap seperti yang ada di Yogyakarta,” jelasnya.
Menurut l Azka, pengembangan cokelat di Yogyakarta sudah digarap mulai dari hulu ke hilir dengan melibatkan komunitas petani mulai dari pembibitan, penanaman, pengolahan cokelat bubuk menjadi produk makanan dan minuman, hingga desa wisata cokelat.
Hal tersebut terlihat jelas di Griya Cokelat Nglanggeran, dalam setiap proses tersebut memiliki nilai tambah masing-masing apabila produksi cokelat bisa dilakukan hingga menjadi bubuk dan makanan dan minuman dari cokelat.
“Kalau kualitas dari hulu seperti bibit dan prosesnya dilakukan lebih bagus, bukan tidak mungkin bisa memproduksi sampai menjadi bubuk. Jika sudah begitu, maka akan lebih bernilai lagi apalagi sampai ekspor,” ucapnya.
Saat ini proses pembubukan cokelat belum bisa dilakukan oleh petani di Jembrana sendiri namun terhenti di salah satu perusahaan di Denpasar yang membeli dan mengolah biji fermentasi menjadi bubuk.
Meski para petani di Jembrana baru pada tahap memproduksi biji fermentasi cokelat namun menurut Azka, Bali masih bisa berbangga karena biji tersebut sudah masuk pasar ekspor ke sejumlah negara di antaranya Jepang, Prancis, dan Belanda.
Meskipun demikian, jumlahnya masih sedikit yakni kurang dari 10 ton dan untuk proses siap kirim juga menunggu terkumpul lebih banyak. Dia menilai biji fermentasi dari petani di Jembrana memiliki kualitas terbaik sehingga diterima pasar mancanegara yang dikelola oleh Koperasi Kerta Semaya.
Azka mengharapkan cita-cita pengembangan proses dari hulu ke hilir hingga terintegrasi menjadi desa wisata di Yogyakarta dapat juga dilakukan di Jembrana. “Seperti diketahui, ada sekitar 40 Subak di Jembrana siap mendukung produksi cokelat hingga menciptakan ekowisata di Desa Melaya. Hal ini bagus, kita bisa ajak perwakilan dari masyarakat Jembrana untuk melihat langsung, apa yang dikerjakan madyarakat di Desa Nglanggeran,” Pungkasnya. YD/BD