Tidak Bisa Bertemu Anak Kandung, Ibu Paruh Baya Laporkan Pria yang Mengaku Paman Samping Anaknya

Ibu Paruh Baya Laporkan Pria yang Mengaku Paman Samping Anaknya

DENPASAR, BERITA DEWATA – Seorang Ibu Parubaya bernama Ruri Manggarsari (40) asal Tabanan Bali tidak bisa bertemu anak kandungnya sendiri yang saat ini sudah berusia 12 tahun. Saat ini anak semata wayangnya harus tinggal dengan paman sampingnya dan dipaksa berjualan nasi Jinggo untuk memenuhi uang belanja sekolah.

Karena dihalang-halangi untuk bertemu anak kandungnya, Ruri akhirnya menempuh jalur hukum dengan melaporkan paman sampingnya yang tidak ada hubungan darah dengan bapak kandung anaknya ke Polda Bali. Melalui kuasa hukumnya Siti Sapurah atau Ipung, Ruri ingin memperjuangkan agar anak semata wayangnya kembali ke pelukan hangat seorang ibu. Laporan sudsh dilayangkan ke Polda Bali beberapa hari yang lalu.

Saat dikonfirmasi, Ruri menjelaskan jika pernikahan dengan suaminya bernama I Made Ada Widarta (48) berujung pada perceraian sekitar tahun 2018. Dalam putusan hakim, hak asuh anak dilakukan secara bersama-sama.

“Sekalipun kami bercerai, namun hubungan kami tetap baik-baik saja. Tidak ada halangan apa pun kalau saya mau bertemu anak saya. Mantan suami juga tidak pernah melarang atau menghalangi saya untuk bertemu anak kandung saya hasil pernikahan dengan mantan suami,” ujarnya.

Selama bercerai, anak memang tinggal bersama suami karena dia adalah anak laki satu-satunya dalam keluarga suami sebagai pewaris tunggal keluarga. Karena pertimbangan tersebut, maka Ruri tidak mempersoalkannya. Sebab masih ada bapak kandungnya.

Situasi mulai berubah ketika mantan suami meninggal pada 26 Mei 2024 lalu. Ruri tidak bisa lagi bertemu putra semata wayangnya. Berbagai upaya mediasi, melaporkan ke dua lembaga pemerintah seperti unit LPPA Tabanan, Kelian adat, semuanya tidak berhasil.

“Saya kuatir sebab anak saya tidak tinggal dengan keluarga kandung suami. Pengasuhnya hanya paman samping atau orang yang tidak memiliki hubungan darah dengan mantan suami. Diduga kuat karena ini berhubungan dengan warisan keluarga yang sangat besar. Dan terakhir saya dengan banyak aset atau warisan yang seharusnya hak anak saya juga hilang satu persatu. Namun itu tidak penting buat saya. Saya bisa membiayai sendiri anak saya, saya tanggung jawab masa depan anak saya. Sebab yang paling menyakitkan hati saya adalah anak saya disuruh jualan nasi Jinggo untuk memenuhi kebutuhan sekolah yang masih SD. Sebagai ibu kandung saya tidak terima dan saya ingin agar anak saya kembali ke pangkuan saya karena bapak kandungnya sudah meninggal dunia,” ujarnya. Saat ini anaknya ada riwayat sakit medis yang memerlukan penanganan medis.

Sementara kuasa hukum Ruri, Siti Sapurah mengatakan, kasus ini sudah dilaporkan ke Polda. Pria yang dilaporkan adalah Nyoman Sadia, yang hanya sebagai paman samping putra Ruri. “Laporan sudah diterima, tentu dengan tuduhan, terlapor yakni Nyoman Sadia diduga telah melakukan Tindak Pidana Perlakukan Salah dan Penelantaran Terhadap Anak,” ungkap Ipung, panggilan akrabnya.

Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 76 B Jo Pasal 77 B, UU RI Nomor 53 Tahun 2014, tentang perubahan atas UU 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak. Ipung mengatakan, pihaknya melapor ke Polisi karena terlapor diduga menghalangi Ruri Manggarsari (pelapor) untuk bertemu dengan anak kandungnya, sejak 26 Mei 2024 hingga sekarang.

“Alasannya mengambil anak kliennya untuk mengasuh, karena terlapor menganggap anak klien kami adalah anak angkatnya. Konselor anak ini menduga bahwa anak kandung klien kami ini akan dimasukkan ke dalam KK (Kartu keluarga) dari terlapor. Kami tahu maksud dan tujuan terlapor anaknya. Tapi biarlah pengadilan yang mengungkap akal bulus pria yang diklaim sebagai paman,” cetus Ipung kepada wartawan. Sempat terjadi perdebatan antara Ipung dengan anggota polisi yang bertugas menerima laporan, tapi akhirnya laporan diterima.

Pasal yang diterapkan dalam laporan menyebutkan, barang siapa dilarang menempatkan perlakuan salah terhadap anak dan atau penelantaran anak, dan anak dilarang dilakukan secara diskriminasi. Harapannya, setelah laporan ini diterima, tidak pakai lama atau satu dua hari polisi harus sudah bisa menyelamatkan anak dan mengembalikan ke ibu kandungnya. Kendati, anak dari kliennya itu menderita sakit medis yang butuh perawatan dan kasih sayang sayang ibu kandung.

“Jadi ada rekomendasi dari salah satu rumah sakit di Jakarta untuk merujuk anak klien ini ke salah satu rumah sakit di Bali. Jadi ini menjadi sangat penting karena anak sakit yang diderita anak pelapor ini butuh penanganan medis segera,” ujarnya

Ipung mengatakan jika kliennya sempat melapor ke dua lembaga sekaligus. Yang pertama ke Dinas Sosial Kabupaten Tabanan. Awalnya pihak dinas merespon baik laporan ini, tapi seiring berjalanya waktu malah tidak ada kabar. Yang kedua, tutur aktivis perlindungan perempuan dan anak, kliennya sempat melapor Women’s Crisis Center (WCV), tapi tidak juga ada hasil. Bahkan dari WCC mengatakan sudah tidak usah diambil anak. Sebab sang anak baik-baik saja disana.

“Nah ini dia tidak pernah pikir bagaimana psikologi anak dia dan psikologis ibu kandung, ini kok tidak dipikirkan padahal dari WCC ini perempuan, tapi kenapa bahasanya seperti itu,” cetus Ipung.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here