BULELENG – Demi mensejahterakan masyarakat pemerintah provensi Bali belakangan ini banyak mengucurkan dana kemasing-masing desa di Bali seperti Desa Pucak Sari , Kecamatan Busungbiu, Buleleng.
Diketahui Desa Pucak sari mendapat kucuran dana Gerbangsadu sebesar Rp1 miliar lebih dari Pemprov Bali pada tahun 2012, namun setelah berjalan kurang lebih 4 tahun itu ditemukan kejanggalan dalam pengelolaan Bumdes.
Tak tanggung-tanggung, ditemukan kerugian pada Bumdes itu mencapai ratusan juta rupiah, berasal dari 2 bidang usaha. Untuk menutupi kerugian itu, bahkan pengurus diduga telah membuat laporan fiktif pada pertanggung jawaban usaha tersebut.
Diketahui Bumdes Puncak Sari memiliki 2 unit usaha pada Bumdes tersebut yakni, Toko Serba Ada (Toserba) dan Simpan pinjam. Kedua unit usaha itu ditemukan adanya kerugian, dimana unit Toserba mencapai Rp140 juta. Dan unit Simpan Pinjam mencapai Rp249 juta lantaran banyak kredit macet.
Perbekel Desa Pucak Sari, Nyoman Dharma saat ditemui Beritadewata.com dikediamannya mengatakan, kejanggalan itu pertama kali diketahui saat pihak Desa meminta laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan Bumdes itu. Dari laporan yang ada, ia menemukan ada ketidak sesuaian antara laporan dengan fakta yang ada. Dimana, banyak barang dagangan dalam usaha Toserba tidak jelas. Termasuk usaha simpan pinjam dan banyak kredit macet. Sehingga, menimbulkan kecurigaan dari pihak desa.
“Kami minta pengurus mengecek barangnya disana, betul gak segitu. Tapi, kok tidak ada tindaklanjut, kami terus mulai curiga. Kemudian kami membuat tim atas kondisi Bumdes itu, agar kami mengetahui yang kondisi yang sebenarnya,” kata Dharma, Minggu (11/3).
Dari penelusuran itulah, akhirnya pihak Desa mengetahui bahwa Bumdes yang berjalan kurang lebih 4 tahun mulai bermasalah. Pasalnya, ditemukan ada kejanggalan dalam pengelolannya. Kata dia, usaha Toserba ditemukan kerugian mencapai Rp140 juta. Sedangkan untuk usaha simpan pinjam, kerugiannya mencapai Rp249 juta karena banyak kredit macet.
Bahkan ditemukan, ada pengurus yang ikut memakai dana. Dan pengurus yang menjabat sebagai Ketua Bumdes Pucak Sari, Nyoman Jinarka sudah mengakui memakai kas sekitar Rp78 juta. Tapi, hanya sanggup ia mengembalikan Rp30 juta dan itupun hanya janji sang ketua, sedangkan sisanya, sebesar Rp 48 juta dijanjikan akan dilunasi November 2017 lalu hingga menginjak 2018 belum dikembalikan sperti yang diucapkan Kades Puncak Sari.
“Itu sudah diakui Ketua. Pengurus itu juga sudah membuat surat pernyataan, tapi sampai saat ini belum ada itikad untuk menyelesaikannya. Itu uang kas yang dipakai. Kami sudah berulang kali memanggil sampai 4 kali, ketua mengakui pakai uang tersebut dan berjanji mengembalikan tapi sampai saat ini tidak ada ” jelas Dharma.
Atas kondisi itu, maka pihak desa berinisiatif untuk membekukan seluruh bidang usaha yang dikelola BUMDes, sampai pengurus membuat laporan pertanggungjawaban pengelolaan dana. Namun, hingga saat ini, permasalahan itu masih belum menemukan solusi. Nyoman Dharma sediri selaku kepala desa saat ditanya Beritadewata.com juga menyampaikan bahwa dalam pembekuan Bumdes tersebut dirinya tak terlibat dalam pemakaian uang itu.
“Ya, pembekuan itu atas saran dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (PMD) Bali, kami juga sudah melaporkan persoalan ini, dan kami selaku kepala desa tidak ikut memakai dana tersebut, upama ada temuan kami memakai kami siap bertanggung jawab dan dihukum” ungkap Dharma.
Untuk menyelesaikan persoalan ini, kini pihak desa bersama tokoh masyarakat setempat, masih berusaha mencari jalan keluar atas persoalan ini. Mengingat, kini masyarakat Desa Pucak Sari sudah, mempertanyakan kejelasan persoalan ini. Bahkan, desa sudah membentuk tim, untuk bisa menyelematkan dana-dana itu. “Kami masih berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Bali, agar mendapat solusi terbaik,” pungkas Dhrama (11/3).