
BULELENG – Setelah melaui berbagai mediasi oleh perjuru Adat Desa Tukad Mungga terkait polemik tanah yang tak kunjung ada titik temu hingga warga harus menemui Camat Buleleng untuk terlibat membantu menyelesaikan permasalahan tanah yang diduga diserobot oleh pihak Hotel Jati Reff Bungalow di pesisir pantai Desa Tukad Mungga.
Hari ini ribuan kerama Adat Dharma Jati Desa Tukad Mungga Buleleng di bawah pengamanan puluhan petugas dari Kepisian yang di komando lansung oleh Kapolsek Kota Singaraja Kompol A.A Wiranata Kusuma, kembali ngerudug ke pantai dengan membawa peralatan seperti belakas, sabit, tali, bambu dan kayu untuk melakukan pemagaran di lahan yang telah disertifikatkan oleh pemilik Hotel Jati Reff Bungalow Jro Wayan Angker.
Sebelumnya pemilik Hotel Jati Reff Bungalow yang membeli tanah tersebut pada tahun 1979 telah mengkonfrensikan lahan tersebut ke BPN Singaraja, ada dugaan kejanggalan konfresnsi sertifikat yang di ajukan permohonananya tersebut oleh pemilik yang sekarang Jro Wayan Angker ke BPN dengan menyatakan kalau tanah tersebut adalah warisan setelah pembakaran tahun 1999 terjadi.
Ribuan warga Kerama Adat Dharma Jati Desa Tukad Mungga yang ngerudug pada Minggu (18/2) pagi pukul 06.20 Wita, bahkan sempat merobohkan pagar pembatas yang telah dipasang oleh buruh pekerja di atas Trotoar milik provensi dipantai yang baru selesai pengerjaannya itu, pemasangan pagar tersebut diduga atas suruhan pemilik Hotel Jro Wayan Angke yang merupakan warga asli Desa Batur Kabupaten Kintamani. Menurut penjelasan beberapa para pengelingsir (Sesepuh) kerama Adat, lahan yang telah di Sertifikatkan oleh Jro Wayan Angker tersebut diduga mencapai 60 are lebih.
Hal ini membuat kerama adat geram hingga memasangi pagar pembatas antara lahan Wayan Angker dengan lahan yang dikalim milik adat, setelah berbagai mediasi yang dilakukan tak kunjung ada titik temu penyelesaian, bahkan Jro Wayan Angker bersikukuh untuk tidak rela mengembalikan tanah tersebut yang ia telah sertifikatkan ke desa AdatDharma Jati.
Sementara Jro Wayan Angker saat dikonfirmasi oleh BeritaDewata terkait lahanya dipasangi pagar oleh ribuan kerama Adat, masih belum ada jawaban pasti. Kendati masalah ini tak kunjung selesai, sementara kepala BPN Singaraja Ketut Suriyatha dikonfirmasi minggu lalu menyebutkan kalau permasalahan lahan di pesisir pantai Desa Tukad Munga pihaknya masih sangat mempelajari betul agar tidak salah
”Ya saya tau ada masalah di Tukad Mungga, cuman kami belum di undang. Sebelumnya saya sudah sampaikan kebagian Analisa seksi sengketa suruh pelajari semuanya, kalau nanti mememang tidak bisa diselesaikan.
Saya minta kedua belah pihak yang begini jangan di anggap sengketa cari penyelesaian (win win solusion), misalnya pihak desa Adat, ya kalau emang itu secara faktual memang dikuasai dengan saksi-saksi desa adat miliki atau yang bersangkutan beli, bilang saja desa adat sedang membutuhkan demi amannya desa Tukad Mungga ini dan dimana pantai tersebut merupakan bagiaan dari pelestarian Destinasi Wisata dan Budaya mohon ini direlakan jangan digunakan karena itu milik kita bersama. Kita anjurkan begitu kepada desa Adat,” papar Ketut Suryantha.
Lanjut Suryantha, Sertifikat konfresi yang diajukan Jro Wayan Angker menurutnya telah melalui berbagai proses sebelumnya yang telah diawali dari permohonan “Dulu kita anjurkan seperti itu kepada Adat agar tanah itu direlakan mari gunakan bersama, BPN mengeluarkan Sertifikat tentu diawali dengan proses permohonan pemohon,mana kala dalam permohonan itu ada hal tidak benar disitulah sifat tendesius negatif sertifikat,” imbuhnya.

Sementara anggota komisi 1 DPRD Provinsi Bali Nyoman Tirtawan sekaligus pelaku wisata di kawasan lovina. Sangat menanggapi serius polemik yang terjadi si pesisir pantai Desa Tukad Mungga, bahkan ia hadir disela-sela masyarakat memagari lahan itu.
“Namanya duga penyalah gunaan pelanggaran hukum ya harus diproses secara hukum, jangan anarkis mengklaim tanah itu warisan, warisan dari mana. Intinya silahkan masyarakat kalau mau laporkan kepolisi biar ada titik terang permasalahan ini, percuma mediasi selama ini tidak ada titik temu,” jelas Tirtawan (18/2) dipesisir pantai Desa Tukad Mungga.