BULELENG – Bendungan Titab-Ularan yang dibangun sejak tahun 2011 sampai 2017, dengan biaya sebesar sekitar Rp 498 miliar. Pada Selasa (6/2) lalu, Bendungan ini kembali mengalami jebol pada dingding Utara diduga saluran drainase tak berfungsi maksimal. Warga yang tinggal dibawah pun sempat kaget akibat suara gemuruh.
Kepala BWS Bali Penida Ketut Jayada sempat mendatangi Bendungan Titab pada Rabu (7/2/2018) siang, atau sehari pasca kejadian. Mengungkapkan, yang jebol bagian dinding yang posisinya di sebelah hilir bendungan. “Itu yang jebol adalah dinding tanggul pelimpah atau spillway.” ujar Ketut Jayada usai melakukan peninjauan.
Dihadapan awak media, Jayada mengklaim jika BWS selalu memantau kondisi bendungan Titab-Ularan. Jayada tak menampik, jika kejadian jebolnya dinding tanggul pelimpahan sempat menimbulkan keprihatinan dari masyarakat.
Pihaknya pun berharap agar masyarakat tidak perlu resah. Sebab, selama ini di dalam tubuh bendungan sudah dipasang beberapa instrumen. Instrumen yang bersifat digital tersebut berfungsi untuk memantau prilaku bendungan. “Apabila terjadi sesuatu, maka secara otomatis akan terlihat dalam instrumen,” jelasnya.
Jayada menegaskan, sampai saat ini, dari pantauan instrumen, kondisi bendungan Titab-Ularan tidak menunjukkan sesuatu yang abnormal. Artinya, semuanya dalam keadaan normal.
“Kami menaruh perhatian terhadap kondisi ini. jadi di bendungan sudah dipasang isntrumen yang berfungsi memantau prilaku bendungan. Sedikit saja ada pergerakan semua akan terbaca oleh instrumen. Dari hasil pemantauan instrumen, tidak ada pembacaan yang abnormal,” ujar Jayada.
Disinggung terkait penyebab jebolnya dinding spillway, Jayada kembali menjelaskan jika jebolnya dinding spillway diakibatkan oleh adanya sumber mata air kecil dengan debit 30 liter/detik yang berada di lokasi kejadian.
Jayada mengaku, dulu saat proses pembangunan dilakukan, sebenarnya sudah disiapkan saluran drainasenya. Namun diduga lantaran drainase tidak berfungsi maksimal, sehingga air dari sumbernya naik dan mendorong dinding beton spillway.
Diketahui, Proyek Bendungan Titab itu sendiri mengambil lahan yang pembebasannya dilakukan di 6 desa wilayah dua kecamatan bertetangga. Rinciannya, 4 desa di wilayah Kecamatan Busungbiu yakni Desa Titab, Desa Kekeran, Desa Busungbiu, dan Desa Telaga. Sedangkan 2 desa lagi di wilayah Kecamatan Seririt, masing-masing Desa Ularan dan Desa Ringdikit.
Total lahan yang dibabaskan dalam pembangunan proyek Bendungan Titab ini mencapai sekitar 137 hektare. Pembebasan lahan dibagi masing-masing Balai Wilayah Sungai-Bali Penida (BWS-BP) seluas 69 hektare, Pemprov Bali seluas 48 hektare plus 30 are, dan Pemkab Buleleng seluas 20 hektare plus 70 are.
Pembebasan lahan di 6 desa wilayah Kecamatan Busungbiu dan Kecamatan Seririt dilakukan dalam tiga tahap, mulai tahun 2010 hingga tahun 2013. Selama pembebasan, harga ganti rugi disepakati sebesar Rp 10 juta per are.
Sedangkan dari total lahan yang dibebasnyan mencapai 137 hektare lebih tersebut, seluas 64 hektare diplot untuk genangan Bendungan Titab. Untuk tubuh bendungan seluas 5 hektare, untuk spillway dan bangunan lainnya seluas 10 hektare, plus 69 hektare lagi peruntukannya buat kawasan sabuk hijau.