Denpasar – Perhimpunan Jurnalis (PENA) NTT akhirnya melayangkan somasi terhadap Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Somasi itu dilakukan karena Mendikbud tidak menepati janji untuk memberikan rekaman wawancara yang menyatakan jika dirinya tidak menyebutkan kalimat yang mengandung stigmasisasi terhadap pendidikan di NTT.
Sebelumnya, tim dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI mengutus tim sebanyak empat orang ke Bali pekan lalu, untuk berdialog langsung dengan para jurnalis asal NTT di Bali yang tergabung dalam Perhimpunan Jurnalis (PENA) NTT. Sayangnya, dialog tersebut berakhir deadlock.
Rapat tersebut tanpa hasil, karena tim dari Kemendikbud RI tidak mampu memenuhi tuntutan PENA NTT. Ketika itu, PENA NTT mendesak agar tim dari Kemendikbud membuka rekaman dan transkrip utuh statemen Mendikbud yang memicu kegaduhan. Karena tuntutan tak terpenuhi, rapat tersebut diakhiri. Sebelum rapat ditutup, tim dari Kemendikbud ketika itu berjanji untuk kembali hadir di Bali, Selasa (12/12), sekaligus membawa rekaman dan transkrip utuh statemen Mendikbud, sebagaimana tuntutan PENA NTT.
Sayangnya janji ini justru diingkari sendiri oleh Kemendikbud dengan dalih masih memproses Jawa Pos ke Dewan Pers. “Kemendikbud katanya masih mengadukan Jawa Pos ke Dewan Pers. Jadi mereka tidak memenuhi janji untuk ke Bali,” jelas Ketua PENA NTT, Emanuel Dewata Oja.
Lantaran Kemendikbud ingkar janji, demikian Emanuel, PENA NTT sepakat untuk melayangkan somasi kepada Mendikbud Muhadjir Effendy, melalui kuasa hukum PENA NTT Petrus Bala Pattyona dan kawan-kawan. Saat ini, materi somasi masih disiapkan.
“Kita akan layangkan somasi. Kita kecewa, karena Kemendikbud sudah ingkar janji. Padahal, mereka sudah berjanji untuk ke Bali dan membuka rekaman dan transkrip utuh statemen Mendikbud. Bahkan Mendikbud dalam pembicaraan melalui saluran telepon juga menjanjikan hal itu, tetapi malah diingkari,” tandas Emanuel.
Menurut dia, aduan Mendikbud ke Dewan Pers soal pemberitaan di Jawa Pos adalah persoalan lain. Karena itu, PENA NTT tetap pada sikapnya meminta klarifikasi Mendikbud terkait pernyataannya sebagaimana dilansir Jawa Pos, dan sudah dikonsumsi publik. “Pernyataan Mendikbud yang dikutip Jawa Pos itu sudah dikonsumsi publik. Kami minta Mendikbud bertanggung jawab atas hal tersebut, sekaligus menyampaikan permohonan maaf melalui Jawa Pos yang telah memuat pernyataan Mendikbud,” pungkas Emanuel, yang didampingi jajaran PENA NTT.