
KLUNGKUNG, BERITA DEWATA – DPRD Kabupaten Klungkung bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klungkung membahas tiga Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) terkait pencabutan sejumlah peraturan lama yang dinilai tidak relevan dengan regulasi terkini. Pembahasan ini dilakukan dalam rapat paripurna yang digelar pada Senin (2/6/2025), bertempat di ruang sidang DPRD Klungkung.
Rapat paripurna tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua DPRD Klungkung, I Wayan Baru, dan dihadiri oleh 27 anggota dewan.
Tiga Ranperda yang dibahas masing-masing mencakup pencabutan:
- Perda Nomor 6 Tahun 1980 tentang Bea LegesPerda Nomor 2 Tahun 1982 tentang Biaya
- Surat Kenal Lahir dan Surat Kenal Mati
- Perda Nomor 7 Tahun 1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa dan Perangkat Desa
Bupati Klungkung, I Made Satria, dalam sambutannya menjelaskan bahwa pencabutan ketiga perda tersebut dilakukan karena dasar hukumnya telah dicabut dan keberadaannya tidak lagi sesuai dengan regulasi yang lebih tinggi.
Perda tentang Bea Leges, kata Bupati Satria, sudah tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang kini juga telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam regulasi terbaru tersebut, bea leges tidak lagi termasuk jenis pajak yang dapat dipungut oleh pemerintah daerah.
“Sejak undang-undang tersebut berlaku, Pemkab Klungkung tidak lagi melakukan pemungutan bea leges,” ujar Satria.
Ranperda kedua menyasar pencabutan Perda Nomor 2 Tahun 1982 tentang Biaya Surat Kenal Lahir dan Surat Kenal Mati, yang kini bertentangan dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Undang-undang tersebut secara tegas menyatakan bahwa pengurusan dokumen kependudukan tidak boleh dikenai biaya.
Anggota Fraksi Nasional Solidaritas, Ketut Suksma Sucita, menyatakan dukungan terhadap pencabutan perda ini. Ia menilai langkah tersebut sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong tertib administrasi kependudukan. Namun, ia juga mengingatkan perlunya pengawasan agar tidak terjadi pungutan liar atau praktik percaloan di lapangan.
Sementara itu, Perda Nomor 7 Tahun 1981 yang mengatur struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dicabut karena tidak lagi sesuai dengan regulasi terbaru, yakni Permendagri Nomor 84 Tahun 2015. Saat ini, ketentuan terkait telah diatur melalui Peraturan Bupati Klungkung Nomor 84 Tahun 2018.
Dalam pandangan umum fraksi, mayoritas fraksi menerima dan memahami urgensi pencabutan ketiga perda tersebut. Namun, sejumlah fraksi seperti Gerindra dan Nasional Solidaritas menekankan pentingnya inovasi dalam menggali potensi sumber pendapatan daerah baru, terutama setelah hilangnya sumber pemasukan dari bea leges.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Satria menegaskan bahwa langkah pencabutan perda ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengatur bahwa suatu peraturan hanya dapat dicabut oleh peraturan yang setingkat atau lebih tinggi.
“Ini adalah bagian dari penataan regulasi agar selaras dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini,” ujar Satria.