DENPASAR, BeritaDewata – Kepala Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI), Trisno Nugroho mengatakan pada bulan Oktober 2019 terjadi sedikit tekanan harga di provinsi Bali.
Peningkatan tekanan harga terutama didorong oleh meningkatnya permintaan sejalan dengan adanya beberapa perayaan keagamaan dan kebijakan pengurangan DOC (day old chicken) oleh Kementerian Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) di awal September 2019, mendorong kenaikan harga daging ayam di Bulan Oktober 2019, khususnya di Denpasar.
“Meskipun demikian realisasi inflasi Bali di Oktober 2019, masih relatif terkendali berkat kolaborasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah Provinsi Bali beserta seluruh unsur Tim Pengendalinan Inflasi Daerah, sehingga inflasi Bali mencapai level yang rendah,” ujarnya, Jumat (01/11/2019).
Trisno menjelaskan pada Oktober 2019, Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar 0,10% (mtm), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,58% (mtm). Pencapaian inflasi Bali bulan Oktober ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi Nasional yang tercatat sebesar 0,02% (mtm). Sementara itu secara tahunan, inflasi Bali tercatat sebesar 2,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan Nasional yang sebesar 3,13% (yoy). Dengan demikian, inflasi Bali pada Oktober 2019 masih berada pada rentang sasaran inflasi nasional 3,5%±1% (yoy).
Inflasi terjadi pada Kota Denpasar yang tercatat sebesar 0,15% (mtm) sedangkan Kota Singaraja mencatat deflasi sebesar -0,14% (mtm). Di Kota Denpasar, inflasi bersumber dari peningkatan harga pada kelompok bahan makanan sebesar 1,06% dan kelompok perumahan, listrik, air, dan gas sebesar 0,13%, sedangkan kelompok lainnya mengalami deflasi. Sementara deflasi di Singaraja bersumber dari penurunan harga yang cukup dalam pada kelompok bahan makanan, yaitu sebesar -1,23%.
“Realisasi Inflasi yang terjadi di Prov. Bali pada Oktober 2019 menunjukkan perbedaan bila dibandingkan dengan realisasi inflasi pada bulan Oktober di tahun-tahun sebelumnya, dimana dalam 4 tahun terakhir Provinsi Bali selalu mencatat deflasi,” jelasnya.
Menurut Trisno kondisi ini perlu diwaspadai dan mendapat perhatian dari semua pihak, seiring dengan resiko meningkatnya tekanan inflasi menjelang akhir tahun, yang bersumber pada peningkatan permintaan sejalan dengan perayaan Natal, Tahun Baru dan liburan akhir tahun serta masuknya periode peak season pariwisata di Bali pada bulan Desember.
“Selain itu, ketergantungan pasokan pada daerah lain yang tinggi, juga masih menjadi tantangan yang perlu terus diperhatikan. Oleh karena itu, pelaksanaan kerjasama antar daerah dalam wadah TPID dalam pemenuhan pasokan merupakan salah satu strategi dan kebijakan dalam memastikan ketersediaan pasokan pada tingkat harga yang wajar,” ungkapnya.
Bank Indonesia Provinsi Bali bersama OPD yang tergabung dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali akan berperan aktif dalam mengawal dan mengendalikan inflasi melalui pemantauan kecukupan stok ketahanan pangan, menjaga stabilitas dan ekspektasi harga, penggalian informasi dengan stakeholders/instansi terkait, serta melalui forum koordinasi TPID dalam mengambil langkah – langkah antisipatif pengendalian inflasi.
“TPID meletakkan fokus utama pada komoditas penyumbang inflasi pada akhir tahun antara lain komoditas pada sektor pertanian yaitu bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan beras. Selain itu, pada sektor peternakan komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras, serta komoditas lain seperti komoditas rokok dan tarif angkutan udara,” tutupnya.