DENPASAR, BeritaDewata – Tiga tokoh Bali dilaporkan ke Polda Bali oleh warga Sampradaya karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan mengganggu ketertiban umum terkait dengan tindakan main hakim sendiri menutup beberapa Ashram atau tempat belajar Kitab Suci Agama Hindu atau Weda.
Ketiganya dilaporkan pada Kamis (13/5/2021) di Polda Bali. Mereka dilaporkan oleh warga Sampradaya yang diwakili oleh Ketua Majelis Ketahanan Krama Bali Nusantara Ketut Nurasa bersama seluruh pengurus dan anggotanya. Ketiga tokoh tersebut yakni pertama Ketua Majelis Desa Adat (MDA) Bali Ida Penglinsir Agung Putra Sukahet dengan nomor registrasi: Dumas/303/V/2021/ SPKT Polda Bali.
Ketua MDA ini dilaporkan atas dugaan pemberian keterangan dan atau data palsu pada akto otentik terkait dengan surat keputusan bersama (SKB) untuk melarang aliran Hare Krisna (HK) di Bali. Menurut Nurasa, Ketua MDA Bali sesungguhnya tidak menggunakan nama asli sesuai dengan catatan sipil.
“Kami sudah mengecek di Kantor Catatan Sipil bahwa Ketua MDA namanya bukan seperti yang tertera dalam akta otentik SKB. Bahkan kami sudah konfirmasi ke pihak keluarga yang menolak menggunakan nama tersebut,” urainya.
Kedua yakni Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali yang juga adalah Rektor Universitas Hindu Negeri Bali Prof. I Gusti Ngurah Sudiana. Ketua PHDI ini dilaporkan karena diduga melakukan tindak pidana perbuatan melawan hukum dan mengganggu ketentraman masyarakat dengan nomor registrasi Dumas/301/V/2021/SPKT Polda Bali. Prof. Sudiana juga ikut menandatangani SKB yang berakibat pada penutupan sejumlah Ashram atau tempat belajar Kitab Suci Weda. Ketiga, tokoh perguruan spiritual Sandhi Murti I Gusti Ngurah Harta dengan nomor laporan: Dumas/302/V/2021/SPKT Polda Bali. Ngurah Harta dilaporkan karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan mengganggu ketertiban umum.
Saat dikonfirmasi usai laporan ke Polda Bali, Nurasa menjelaskan bahwa ketiga orang tersebut dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dengan kekisruhan dan upaya penutupan beberapa Ashram sebagai tempat generasi muda Hindu Bali dalam mempelajari Kita Suci Agama Hindu yakni Weda dan melakukan tindak eksekusi atau main hakim sendiri dengan mengerahkan preman.
“Selama ini Ashram dinilai bukan Hindu Bali dan bahkan merusak agama Hindu di Bali. Kami harus tegaskan bahwa warga Sampradaya adalah penganut agama Hindu. Kalau tidak percaya, silahkan datangi rumah masing-masing. Mereka tetap ke Pura, di rumahnya ada tempat sembahyang Hindu. Dan itu semua lengkap. Kalau orang belajar Weda berarti dia agama Hindu. Sama saja dengan WNI yang belakaj Al-Qur’an berarti dia muslim. WNI yang belajar Alkitab berarti di Kristen atau katolik dan seterusnya. Bagaimana mungkin orang belajar Weda untuk memperdalam agama Hindu malah dilarang di Bali,” ujarnya.
Saat dikonfirmasi media ini, Ketua PHDI Prof. Sudiana menjelaskan, bahwa yang dilaporkan itu bukan dirinya sebagai pribadi tetapi selaku Ketua PHDI. “Saya tidak bisa memberikan keterangan atau penjelasan mengenai hal tersebut karena itu laporan terhada saya sebagai Ketua PHDI. Bukan sebagai pribadi. Kami akan rapat dulu dengan pengurus untuk menyikapinya,” ujarnya.
Hal senada disampaikan tokoh spiritual Sandhi Murti Ngurah Harta. Ia mengaku siap menghadapi laporan tersebut. “Pertama saya sampaikan bahwa laporan terhadap saya itu salah sasaran dan salah alamat. Saya sama sekali tidak mengerahkan massa untuk menutup Ashram. Itu yang melakukan adalah desa adat setempat. Jadi saya siap hadapi,” ujarnya.