DENPASAR – Ketua DPW PSI Bali, I Nengah Yasa Adi Susanto mengatakan, PSI Bali menjatuhkan pilihan untuk mendukung Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) itu bukan tanpa alasan.
Pilihan itu sudah dikaji, diserap dari arus bawah dari seluruh Bali. PSI sesungguhnya memasang kriteria sendiri untuk memilih pemimpin sendiri.
“Dari seluruh kajian, survei, kemudian dicocokan dengan kriteria yang ada maka PSI Bali kemudian menjatuhkan pilihannya untuk mendukung Mantra-Kerta karena Mantra-Kerta itu DNA-nya sama dengan DNA PSI,” ujarnya di Denpasar, Jumat (2/3/2018).
PSI sendiri memiliki DNA yang anti korupsi dan anti toleransi. PSI memilih pemimpin yang tidak cacat hukum, cacat politik, dan cacat moral. Cacat hukum itu memiliki rekam jejak yang tidak baik, pernah dipenjara, pernah diperiksa, atau juga terindikasi terlibat dalam kasus korupsi.
Cacat politik itu dalam pengertian pernah menyebar Isu Sara, sehingga menimbulkan konflik horisontal. Pernah terlibat dalam berbagai kasus politik baik yang mencederai keutuhan NKRI dan sebagainya.
“Kami memilih Mantra-Kerta untuk menjadi pemimpin Bali ke depan. Namun kami tidak mau menyebut kalau pasangan yang lain itu buruk. Silahkan publik yang menilai sendiri,” ujarnya.
Sifat PSI itu anti korupsi dan anti toleransi. “Kenapa kami menjatuhkan pilihan ke Mantra-Kerta karena seluruh pengurus DPW PSI, DPC seluruh Bali dan seluruh kader dan pengurus ranting, 95 persen dukung Mantra-Kerta. Kami hanya mencari pasangan yang paling mendekati DNA PSI yaitu Mantra-Kerta. Figur bersih, kinerjanya berkualitas. Didukung oleh Sudikerta yang sudah dua kali pimpin Badung dan pernah jadi Wakil Gubernur,” ujarnya. Pengalaman dan kinerja kedua figur ini lebih baik dibandingkan dengan pasangan lainnya.
Selain cocok dengan DNA PSI, kedua figur itu secara konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa dan yang lainnya menganggap jika itu urusan mudah dan biasa-biasa aja.
“Kami menolak reklamasi dari awal. Karena Bali selatan sudah penuh, krodit. Keseimbangan Pulau Bali harus dipertahankan. Seolah-olah yang pemerintah dan investor hanya perhatikan di selatan, sementara di utara, barat dan timur terbengkelai,” ujarnya.
PSI juga menyayangkan pejabat dan tokoh yang menganggap reklamasi sebagai hal yang biasa-biasa. “Kami anggap ini hal serius. Mana mungkin pejabat atau tokoh anggap reklamasi itu hal yang biasa-biasa saja, karena mengancam ekosistem dan budaya Bali,” ujarnya. RL/BD