Denpasar – Pasangan Calon Gubernur Bali nomor urut 2, Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra dan Calon Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta) memenuhi undangan Bali Tourism Board (BTB) yang mewadahi 10 asosiasi pariwisata lainnya dalam diskusi bertajuk “Bali Now: Tourism, The Next Five Years” Minggu (3/6/2018) di Kantor BTB Bali.
Dalam diskusi yang pandu oleh pakar marketing Hermawan Kertajaya tersebut, Cagub asal Koalisi Rakyat Bali (KRB) itu memaparkan konsep tentang rencana induk budaya dan rencana induk pariwisata.
“Kita sudah memilik rencana induk pariwisata (RIP). Tetapi kita lupa bahwa untuk di Bali perlu rencana induk kebudayaan. Karena di Bali adalah pariwisata budaya. Tanpa budaya pariwisata Bali menjadi tidak ada artinya. Sekarang saya mau bertanya, apakah kita sudah memiliki rencana induk budaya, untuk pembangunan dan pengembangan di bidang kebudayaan,” ujarnya. Penjelasan putra Gubernur Bali periode 1978-1988, Prof.Ida Bagus Mantra ini sempat membuat sekitar 100 stakeholder pariwisata yang hadir terdiam sesaat.
Menurut Rai Mantra, Rencana Induk Pariwisata dengan Rencana Induk Budaya adalah dua hal yang selalu ada bersama dan satu tidak bisa berada tanpa yang lain. Selama ini Bali memang sudah ada rencana induk untuk pengembangan pariwisata, tetapi untuk kebudayaan belum ada. “Saya tanya, apakah sudah ada rencana induk pengembangan kebudayaan. Ini dilematis bagi Bali. Pariwisata Bali itu budaya,” ujarnya.
Tanpa kebudayaan pariwisata Bali akan lesu. Untuk itu pihaknya meminta agar Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Bali segera berpikir bagaimana menyusun rencana induk untuk pengembangan kebudayaan. Dan harus selesai sebelum berpikir pengembangan lainnya. Untuk mencapai kesana, GIPI tidak bisa bekerja sendirian.
GIPI Bali harus menggandeng seluruh komponen lainnnya, akademisi, budayawan untuk menyusun rencana induk budaya agar bisa menjadi panduan pengembangan dan pelestarian budaya Bali.
“Saya tidak mau berbicara GIPI yang kemarin-kemarin. Kalau saya dan Pak Sudikerta terpilih, saya akan bersama GIPI berbicara tentang GIPI ke depannya. Ini harus diselesaikan sebelum yang lainnya dibangun,” ujarnya. GIPI Bali sangat memerlukan riset sebagai landasan untuk menyusun rencana induk pariwisata dan rencana induk kebudayaan.
Rai Mantra menyebutkan jika kedua hal tersebut akan melahirkan pariwisata berkualitas (quality tourism) di Bali. Keduanya sangat erat kaitannya dengan quality tourism. Kualitas pariwisata itu selalu menyangkut makna dan mutu.
“Pertanyaan kita apa itu quality tourism. Jawabannya, kualitas pariwisata itu sangat berkaitan dengan makna dan mutu. Sekarang harus sudah dipetakan sebelum memulai pembangunan yang lainnya,” ujarnya. Peran GIPI sangat menentukan. GIPI adalah pendamping pemerintahan. Zonasi pariwisata harus jelas, mana wilayah ekologi, budaya, konservasi dan sebagainya.
GIPI harus dikuatkan, dan GIPI tidak bekerja sendiri untuk mengevaluasi pariwisata budaya ke depan sehingga sudah mengarah ke kualitas dan bukan lagi quantitas. Bila menyebut kualitas pariwisata maka pertama, Bali harus menjadai kota kompeten, pulau kompeten.
Ia harus berkompeten dalam segala bidang. Sopir harus berkompeten, punya sertifikat pelatihan, guide juga harus memilik kompetensi, begitu juga dengan karyawan hotel dan lain sebagainya. Kedua, penataan berbagai destinasi pariwisata mulai dari yang paling kecil. Seperti toilet yang kotor, taman yang tidak terawat, parkir dan sebagainya. Ketiga, mendorong zona-zona base community dalam bidang pariwisata.
Contohnya, di Pemutaran Buleleng, yang menjadi kawasan ekologi laut dengan taman terumbu karang terbesar di dunia. Di Karangasem, Jembrana memiliki potensi yang baik. Daya dukung wisata Bali harus dievaluasi. Hal ini perlu ada infrastruktur untuk meningkatkan koneksi antar wilayah di Bali. RL/BD