DENPASAR – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 1, Wayan Koster-Tjok Oka Artha Ardhana Sukawati (Koster-Ace) menghadiri undangan Perhimpunan Indonesia Tionghoa (INTI) Provinsi Bali untuk memaparkan visi, misi dan program kerja lima tahun ke depan.
Di hadapan sekitar 500 pengurus INTI Provinsi Bali, Koster merasa terhormat diberi kesempatan memaparkan agenda kerjanya usai terpilih sebagai Gubernur Bali pada Pilkada serentak 27 Juni 2018.
“Suatu kehormatan dan kesempatan istimewa karena kami diberi kesempatan memaparkan visi membangun Bali ke depan,” ujar Koster di Hongkong Garden Internasional Restoran, Sanur, Denpasar, Selasa 22 Mei 2018.
Koster kemudian memulai pembicaraannya mengenai konsepsi membangun Bali. Menurut dia, Bali harus dibangun sesuai dengan karakter alamnya. Dari kajian referensi yang dilakukannya menunjukkan jika alam Bali amat istimewa, manusia Bali yang unggul dan budayanya yang luar biasa.
“Ini hebat. Tapi perkembangan zaman, intervensi pariwisata di sana-sini, semua ini mulai hancur. Manusia Bali mengalami perubahan perilaku menjadi konsumtif, materialistis, tidak lagi memegang teguh prinsip dasar orang Bali. Budaya kita sudah banyak yang punah. Alam kita rusak,” kata Koster didampingi Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati.
Jika hal ini ingin dipertahankan dan Bali tetap eksis, maka Koster menegaskan, harus ada revitalisasi secara menyeluruh mulai dari manusia Bali, alam Bali, budaya Bali melalui konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali.
“Itu filosofi dalam membangun Bali dalam konteks lokal, nasional dan global,” ujarnya.
Bagi Koster, apa yang ingin dilakukannya adalah dalam kerangka membangun era baru Bali. Ada tiga hal penting yang ditekankannya yakni terpeliharanya alam dan budaya bali, terpenuhinya kebutuhan dasar dan aspirasi krama Bali dan terlindunginya serta terpetakannya masalah Bali yang merupakan tantangan sekaligus harapan dalam skala global, nasional dan lokal.
Risk management, ia melanjutkan, semua itu dibiarkan begitu saja tanpa ada kontrol untuk mengantisipasi hal itu.
“Bali ini kecil. Tapi kalau Bali bergolak, Bandara Ngurah Rai terganggu, dunia akan bergejolak. Sekarang kita paham posisi Bali yang amat strategis. Berani tidak kita mengambil peran strategis itu. Maka, memilih gubernur pada 27 Juni 2018 nanti bukan sekadar memilih, tetapi menjadi pertaruhan bagi Bali,” tegas Koster.
Kandidat yang diusung PDI Perjuangan, Hanura, PAN, PKPI, PKB dan PPP itu menegaskan tak ada kompromi dalam menjalankan pemerintahan berangkat dari pentingnya alam, manusia dan budaya Bali sebagaimana dipaparkannya.
Untuk itu, menjawab pertanyaan soal reklamasi Teluk Benoa, Koster menegaskan dengan konsep Nangun Sat Kerthi Loka Bali tak ada tempat bagi proyek prestisius tersebut.
Meski ada Peraturan Presiden (Perpres), kajian yang dianggap layak, AMDAL yang terpenuhi dan disebut-sebut membuka lapangan pekerjaan cukup banyak, namun membangun Bali tak cukup hanya tiga hal itu.
Ada aspek lain yakni kesucian alam dan wilayah yang disucikan yang tak bisa diabaikan. Teluk Benoa terbentur akan hal itu.
“Saya tidak perlu meminta agar Perpres itu dicabut, karena jalannya proyek itu juga atas ijin gubernur. Kalau gubernurnya tidak mengijinkan tidak akan jalan itu biar ada Perpres, AMDAL, kajian layak dan lainnya. Ini keteguhan sikap saya. Saya akan hadapi itu apapun yang terjadi,” tegas Koster.
Ia menegaskan tak ada kompromi dalam membangun Bali, khususnya dalam hal reklamasi Teluk Benoa.
“No compromy. Alam, manusia dan budaya Bali itu terintegrasi, satu kesatuan utuh. Saya tidak bisa dikompromikan soal ini. Kewenangannya ada di gubernur salah satunya. Saya sekala niskala siap ngayah. Saya tidak berani melawan dunia niskala saya. Saya pelajari pitutur leluhur, siapa yang berani melawan itu tidak selamat dalam hidupnya. Saya pertaruhkan sekala-niskala. Bukan hanya Teluk Benoa, tapi Bali keseluruhan saya konservasi. Bali saya jaga,” ujar Koster.