Jurnalis Bali Minta Remisi Terhadap Otak Pembunuhan Prabangsa Dicabut


Denpasar, Beritadewata.com – Ratusan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) menggelar aksi unjuk rasa. Ratusan jurnalis dari berbagai media tersebut melakukan long march dari Denpasa Bajrasandi Renon Denpasar menuju Kantor Willayah Hukum dan Ham Provinsi Bali, Jumat (25/1).

Dalam perjalanan ke Kantor Wilayah Hukum dan Ham Bali tersebut, ratusan jurnalis membawa berbagai poster bertuliskan permintaan agar Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly segera mencabut remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali
Anak Agung Gede Narendra Prabangsa, dengan Napi atas nama I Nyoman Susrama segera dicabut.

Dalam proses tersebut,  selain poster juga foto korban berukuran besar ikut diarak menuju Kantor Wilayah Hukum dan Ham Provinsi Bali. Bahkan, isteri korban bersama beberapa keluarga ikut dalam arak-arakan tersebut.

Koordinator aksi, Nandhang Astika menegaskan jika awalnya Presiden Joko Widodo memberikan grasi kepada Susrama. “Tapi disebut sebagai remisi,” katanya. Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Denpasar itu melanjutkan, aksi yang digelarnya sama sekali tidak berkaitan dengan aksi dukung-mendukung Pilpres, karena yang dikritiknya adalah Presiden Jokowi, meski sebagai calon presiden nomor urut 01.

“Aksi kita tidak ada hubungan dengan Pilpres baik (capres) 02 maupun 01. Siapapun yang akan menunggangi, itu urusan kalian dan kami akan lawan. Tujuan kami adalah satu, cabut remisi pembunuh jurnalis,” katanya.

Nandhang menilai keputusan Jokowi yang memberikan remisi terhadap Susrama sebagai bentuk kemunduran kebebasan pers. “Kami menilai ada kemunduran kebebasan pers karena kasus Prabangsa merupakan kekerasan dan pembunuhan jurnalis di Indonesia yang satu-satunya terungkap bersama aparat dari Polda Bali,” ujarnya. Ia menyebut, jika Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan Ham tidak mencabut remisi terhadap otak pembunuhan wartawan maka dirinya bersama seluruh elemen terkait akan melakukan aksi yang lebih besar lagi.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bali, IGMP Dwikora Putra secara tegas menolak keputusan presiden memberikan remisi terhadap Susrama. “Ini bukan semata-mata perjuangan kita terhadap almarhum, tapi juga kemerdekaan pers. Sekali kita beri toleransi, maka selanjutnya akan terjadi hal serupa. Kehidupan pers akan terus terinjak-injak, ditekan kiri-kanan. Kita akan terus berjuang sampai remisi ini dibatalkan,” tegas dia.

Pengacara yang ikut berjuang mengungkap pembunuhan Prabangsa, Made Suardana menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa memakan waktu cukup panjang dan menjadi perhatian publik. “Pertama, ini kasus publik, kedua, yang dibunuh adalah pilar demokrasi,” papar dia.

Menurutnya, Keputusan Presiden (Kepres)  mengandung kecacatan saat tidak melakukan elaborasi komprehensif terhadap struktur dan esensi kasusnya.

“Ada 115 orang yang mendapat keistimewaan sama dan diubah. Kasus Prabangsa berbeda. Siapa yang dibunuh itu perbedaannya. Ada ketidakcermatan dari Kanwil Hukum dan HAM Bali dan pusat. Kasus ini harusnya dibuka dulu kepada publik, semacam hearing. Kami menganggap ini terselubung,” tuturnya.

Di mata pengacara yang karib disapa Ariel itu, yang paling bertanggungjawab atas kasus ini adalah Jokowi. “Saat menandatangani itu, Jokowi mendapat usulan dari Kemenkumham,” urai dia. Ia juga menyoroti pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

“Logika Yasonna Laoly keliru yang menyatakan pidananya 20 tahun ditambah 10 tahun menjadi 30 tahun. Remisi secara tegas tidak boleh menjalankan hukuman tidak lebih 15 tahun penjara lagi. Artinya, Susrama tidak lama lagi akan bebas. Cabut Kepres 29 tahun 2018, anulir point 94,” pintanya.

SJB menyampaikan enam tuntuan yang disampaikan. Pertama, mengecam kebijakan Jokowi yang memberikan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara kepada I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan keji terhadap jurnalis.

Kedua, menuntut Presiden Jokowi mencabut keputusan presiden pemberian remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara terhadap Susrama yang tercantum dalam Kepres Nomor 29 Tahun 2018. Ketiga, menuntut presiden dan bawahannya agar lebih berhati-hati dan cermat dalam membuat kebijakan-kebijakan yang melemahkan kebebasan dan kemerdekaan pers.

Keempat, mendesak Kanwil Hukum dan HAM Bali mengungkapkan ke publik proses dan dasar pengajuan remisi perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara untuk I Nyoman Susrama pembunuh jurnalis. Kelima, mendesak aparat penegak hukum agar menuntaskan pengungkapan kasus pembunuhan maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi di Indonesia serta mendorong pemerintah agar menjamin kemerdekaan pers.

Keenam, menuntut Presiden RI harus menjamin dan melindungi kemerdekaan pers. Pada kesempatan itu, istri almarhum Anak Agung Gede Nsrendra Prabangsa ikut hadir dalam barisan aksi demonstrasi.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here