
Badung – Gubernur Bank Indonnesia Perry Warjiyo mengingatkan jika ekonomi Indonesia harus mampu bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Ia meminta kepada semua pihak untuk menjaga stabilitas dan memperkuat pertumbuhan di tengah ketidakpastikan ekonomi Indonesia.
Untuk mencapai maksud tersebut ada banyak tantangan yang harus dilalui. “Tantangannya apa? Bank Indonesia mempelajarinya dan merumuskan ada tiga point tantangan yang harus diwaspadai,” ujarnya di Denpasar, Jumat (30/8).
Ia menjelaskan ada tiga poin tantangan.Pertama, seluruh dunia saat ini sedang menghadapi ketidakpastian ekonomi keuangan global. Hal ini sangat berkaitan dengan pola pertumbuhan ekonomi global yang bertumpu pada Amerika. Pertumbuhan ekonomi Amerika tahun ini 3,8 persen dan tahun depan kemungkingan menurun menjadi 3,6 persen.
Ini terjadi di Amerika. Sementara itu sejumlah negara lain pertumbuhan ekonomi cenderung menurun seperti di Cina, Jepang, Eropa dan lain sebagainya. Pertumbuhan ekonomi dunia yang tidak didukung oleh belahan dunia yang tidak merata. Hal ini terutama terjadi di Cina, Jepang, Eropa. “Apakah ini masih bisa berlanjut kalau hanya bertumpu di Amerika,” ujarnya.
Kedua, berkaitan dengan kenaikan suku bunga yang berkaitan dengan kebanksentralan Amerika. Amerika menaikkan suku bunga sebagai langkah pencegahan krisis. Ini juga menimbulkan banyak investor global yang menarik uangnya, menarik investasinya dari negara berkembang termasuk di Indonesia dan menanam uangnya di Amerika. Ini juga menjadi sumber tekanan nilai tukar di berbagai negara di dunia.
Ketiga, ketegangan perdagangan antara Amerika dan Cina, Amerika dengan Eropa, Kanada, Turki. Ketegangan ini menimbulkan ketidakpastian investasi. Ketegangan perdagangan ini membuat para investor kembali semakin menarik uangnya dari Indonesia dan menanamkan modalnya di Amerika. Dan pada akhirnya, ekonomi dunia akan akan semakin dikuasai Amerika.
Gubernur BI juga menjelaskan, bagaimana caranya negara-negara itu merespon ketidakpastian itu. “Kami berpandangan, untuk menjaga stabilitas dan memperkuat ekonomi, harus mampu merumuskan bauran kebijakan. Ramuan kebijakan harus optimal untuk merespon ketidakpastian pertumbuhan ekonomi yang tidak pasti tersebut.
“Pertanyaannya, ramuan kebijakan yang seperti apa untuk menangkal ancaman krisis global,” tanyanya. Bersamaan dengan itu, BI merumuskan beberapa kebijakan yang bisa menangkal krisis tersebut. Kebijakan tersebut, terdiri dari optimalisasi sejumlah instrumen yakni kebijakan naiknya suku bunga secara preemtip.
BI menaikan suku bunga bukan karena inflasi tinggi, bukan karena pertumbuhan ekonomi jelek, sebab pertumbuhan ekonomi Indonesia capai 5,27 persen. Bukan juga karena bank-bank di Indonesia sangat lemah, tetapi BI menaikan suku bunga untuk kepentingan ketahanan ekonomi di Indonesia.
Kedua, kebijakan menstabilkan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah ini sangat berguna bagi para pengusaha, eksportir, importir dan sebagainya. Untuk berusaha, para pengusaha tidak harus berhubungan dengan bank untuk tetapi mereka bisa menggunakan obligasi dan sejenisnya. Nilai tukar ini harus stabil agar ada kepercayaan dari dunia usaha untuk terus berusaha.
“Bagaimana menjaga kekuatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kebijakan baik itu untuk menjaga stabilitas, kebijakan manisnya, mendorong kredit, kita sudah menurunkan uang muka. Relaksasinya tetap prudent. Selain itu ada intermediasi makro prudential. Pembiayaannya bisa kredit tetapi bisa melalui obligasi korporasi,” ujarnya.