
DENPASAR, BERITADEWATA – Pengurus Wilayah Ikatan Sarjana Nahdatul Ulama (PW ISNU) Provinsi Bali menggelar acara diskusi kebangsaan tentang nilai-nilai Pancasila di Kantor Kesbangpol Pemprov Bali, Minggu 30 Juni 2024. Ketua Panitia Acara Diskusi Kebanggaan PW ISNU Bali Miftachur Rohman mengatakan, diskusi ini mengemuka karena ancaman munculnya budaya asing, menghidupi budaya asing, serta munculnya ancaman terhadap degradasi ideologi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Diskusi tersebut tidak terbatas pada anggota PW ISNU Provinsi Bali saja, tetapi menghadirkan mahasiswa lintas kampus, organisasi profesi dan organisasi masyarakat lainnya Dalam sambutan pembukaan, Rohman meminta agar seluruh mahasiswa baik NU maupun non NU terus bergandengan tangan memberantas dan mengantisipasi munculnya ideologi yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

“Ancaman terhadap degradasi ideologi Pancasila di Indonesia itu semakin nyata. Ada banyak kasus terjadi, banyak generasi muda Indonesia yang sudah tidak bisa hafal Pancasila. Menghafal saja tidak bisa bagaimana mau mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Itulah sebabnya, PW ISNU Bali memilih tema diskusi ini sebagai penegasan dalam pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Diskusi menghadirkan beberapa narasumber yang berkompeten di bidangnya seperti Drs I Komang Kusumaedi, Msi (Kabid Ideologi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa) Kesbangpol Provinsi Bali, Grace Anastasia Surya Wijaya, SE (Komisi II Anggota DPRD Provinsi Bali Dari Partai Solidaritas Indonesia) dan Syahrial Ardiansyah, SHI.,MH (Ketua PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama) Provinsi Bali.

Di hadapan puluhan peserta yang hadir, Komang Kusumaedi memaparkan tentang nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara yang melandasi warga Indonesia tanpa kecuali. Pria yang biasa disapa dengan IKK ini langsung menukik pada pokok persoalan memudarnya pengamalan nilai-nilai Pancasila, mulai dari sila pertama hingga sila kelima. Penjelasan IKK ini sangat tegas dan lugas. Ia mengakui sejauh ini nilai Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sudah semakin pudar.
“Sila pertama saja. Masih banyak praktek yang melanggar. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah juga sering dilanggar. Toleransi juga masih banyak yang melanggar. Saya Hindu, isteri saya Kristen. Kami hidup dengan damai. Sila kedua, juga masih banyak praktek semena-mena. Contoh kecil saja, di jalan raya, banyak pelanggaran lalulintas yang dilakukan dengan sengaja, tahu dan mau. Apalagi sampai mencelakai orang lain. Hak asasi kita itu dibatasi oleh hak asasi orang lain. Dan masih banyak contoh lainnya dari pengalaman hidup yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,” ujarnya.
Pembicara lainnya, Grace Anastasia Surya Wijaya juga menegaskan hal yang sama. Ia meminta kepada seluruh peserta agar implementasi Pancasila harus dilakukan dengan tegas dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila adalah fundamen ideologi bagi rakyat Indonesia untuk kehidupan berbangsa dan bernegara dan manusia dengan manusia dan manusia dengan Tuhan.
Manusia yang hidup di era moderenisasi, ancaman pengamalan Pancasila semakin pudar. Ia mengakui jika dirinya sebagai kader PSI, partainya selalu dibully, dicaci maki, oleh jutaan warga di Indonesia.
“Bahkan beberapa platform media sosial, PSI diplesetkan menjadi partai salah input. Saya sebagai warga negara Indonesia bertanya, dimanakah rasa kemanusiaan, dimanakah rasa ke-Tuhanan kita, dimana rasa kesatuan kita dalam membangun Indonesia, di manakah kebhinekaan kita,” ujarnya.
Ia melanjutkan, Pancasila ini sudah sempurna. Namun ancaman degradasi terhadap ideologi Pancasila semakin lama semakin melebar. “Zaman dulu ada Penataran P4. Ada 36 butir Pancasila. Namun saat ini tidak ada lagi. Dulu ada Pendidikan Moral Pancasila. Sekarang diganti dengan PPKN. Kata Pancasila diganti. Makanya saya pertanyakan dimanakah Pancasila. Menghafal saja sudah tidak diwajibkan, bagaimana mau mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Grace.
Perlu ada disiplin nasional untuk memulai melakukan pengamalan Pancasila. Di Jogja misalnya, setiap jam 10.00 selalu menyanyikan lagu Indonesia Raya. Disiplin setiap warga untuk tepat waktu karena ini juga menghargai orang. Kereta api misalnya, tidak pernah deley, selalu tepat waktu. Ini juga bagian dari pengamalan Pancasila.
Sementara Ketua PW ISNU Bali Syahrial Ardiansyah mengatakan, Indonesia ini sangat beragam. Namun Pancasila tetap sakti. Ada kelompok Islam yang ingin agar Indonesia ini harus berdasarkan syariat Islam. Ada juga kelompok sekuler yang ingin agar Indonesia ini sekuler.
“Padahal keselarasan antara Pancasila dan Syariat Islam sudah ada dalam Pancasila. Inilah Pancasila Sakti. Sebab bagi NU, Islam adalah akidah dan syariat meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia,” ujarnya.
Islam terutama NU tetap akan menerima Pancasila sebagai ideologi negara sampai kapanpun. Pancasila sebagai dasar negara harus ditaati dan diamalkan, harus dipertahankan, dan NU akan mempertaruhkan segalanya demi membela Pancasila. “NU memiliki kewajiban dan harus tetap menjaga kelestariannya. Pancasila itu sakti sampai kiamat, kalau bisa di akhirat kita ada Pancasila,” ujarnya.