DENPASAR, BeritaDewata – Pemprov Bali bersama 9 kabupaten dan kota dan 8 Unit Pelaksana Tugas (UPT) menerima penghargaan sebagai pelayanan publik berbasis HAM, Senin (14/12/2020).
Namun sesungguhnya, penghargaan tersebut bukan berarti Bali bersih dari kasus pelanggaran HAM. Faktanya, Permasalahan pelanggaran HAM terkait hak atas tanah menjadi sorotan Provinsi Bali. Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace menyampaikan pelanggaran ini terjadi hampir di semua wilayah Provinsi Bali.
Hal ini disampaikan Wagub asal Ubud tersebut saat penyerahan penghargaan kepada seluruh Bupati/walikota dan UPT terkait pelayanan publik berbasis HAM memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia pada Senin (14/12/2020) bersama Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), Jamaruli Manihuruk.
Menurut Cok Ace, untuk di Bali masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki terkait dengan penegakan HAM terutama dalam kasus konflik tanah.
Menurut Cok Ace, pelanggaran hak atas tanah masih terus terjadi. Kasus ini mendominasi di Bali. Selain itu, ada beberapa kasus lainnya yang terkait dengan pendidikan yakni kesempatan belajar bagi masyarakat Bali.
Juga hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang prima juga belum bisa dilakukan. Pemerintah sendiri telah berupaya mendirikan sekolah-sekolah dan fasilitas kesehatan.
“Masih ada beberapa kasus-kasus tanah yang merupakan peninggalan masa lalu yang masih perlu kami selesaikan,” jelasnya. Berbagai pelanggaran hak dasar tersebut diakuinya masih terjadi di Bali.
Khusus untuk hak kesehatan, ia menilai jika Bali pun belum memadai. Terutama yang berkaitan penanganan Covid19. Hak kesehatan Bali minta diprioritaskan.
Terkait dengan hak kesehatan, menjelang vaksinasi COVID-19 ini, Cok Ace mengungkapkan bahwa Provinsi Bali harus diprioritaskan untuk mendapatkan vaksinasi. Ini terkait dengan posisi Bali di mata dunia.
“Tidak terlepas dari posisi Bali ya. Banyak wisatawan ke Bali dan sebagainya. Dan banyak interaksi masyarakat, pelaku pariwisata dengan masyarakat dunia. Jadi saya kira memang sudah sewajarnya Bali mendapatkan prioritas,” ungkapnya.
Namun demikian, kasus konflik lahan tetap yang utama. Keterlibatan notaris dalam pelanggaran hak tanah di Bali juga sangat banyak. Hal ini diakui oleh Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Bali Jamaruli Manihuruk.
Ia mengungkapkan bahwa penegakan hukum dan HAM akan ia bawa sampai ke ranah desa. Apalagi 60% masyarakat Bali tinggal di pedesaan. Penegakan ini melalui layanan hukum dan HAM yang telah dibentuk di setiap desa dengan harapan setiap permasalahan pelanggaran Hukum dan HAM bisa teratasi lebih cepat.
“Misalnya saja kasus tanah, pertengkaran dengan tetangga atau Kekerasan Dalam RUmah Tangga (KDRT),” ujarnya.
Terkait dengan permasalahan pelanggaran hak atas tanah yang kerap melibatkan notaris, Kemenkumham Bali selaku pengawas notaris sedang mendata setiap pengaduan yang masuk. Bentuk pelanggarannya antara lain penyerobotan dan juga jual beli tanah yang tidak sesuai dengan perjanjian. Bahkan perebutan hak tanah antara keluarga.
“Kami sebagai pengawas notaris tentunya kami akan selalu melakukan pengawasan. Kami sedang mendata juga sih setiap pengaduan-pengaduan yang datang kepada kami. Yaitu kami tidak lanjuti. Tapi kebanyakan juga mereka menyangkut misalnya kalau sampai pidana ya bukan kami menyelesaikan. Kami serahkan kepada penegak hukum yang berwenang untuk itu misalnya dengan kepolisian,” jelasnya.
Selama tahun 2020 ini, kasus pelanggaran hak atas tanah mencapai belasan. Namun ditegaskan kasus ini belum tercatat menimbulkan korban kematian.