DENPASAR, BERITADEWATA – Dalam bahasa Bali, kata “tukad” berarti sungai. Secara morfologi, Tukad Bindu adalah anak sungai Ayung yang menjadi sungai terpanjang di Pulau Bali dan berhulu di Danau Bratan, Kintamani.
Dahulunya, Tukad Bindu menjadi salah satu sungai irigasi yang dibangun dan dikelola oleh Belanda pada tahun 1924. Hal itu dibuktikan dengan adanya senderan sungai dan Dam Bindu yang masih beroperasi hingga sekarang.
Seiring waktu berjalan, Tukad Bindu menjadi tempat sampah raksasa masyarakat yang mulai bermukim di sepanjang bantaran. Air yang mengalir tercemar dengan berbagai ragam sampah rumah tangga, bangkai binatang hingga limbah pembuangan air dari permukiman yang kian menjamur di wilayah itu.
Tidak hanya sampah dan limbah saja, Tukad Bindu juga dipenuhi oleh semak-semak yang lebat dan jauh dari kata indah. Kondisi itu turut diperparah dengan mitos yang beredar bahwa sungai adalah tempat makhluk halus, sehingga masyarakat enggan peduli dengan sungai itu sendiri.
Pada tahun 2010, I Gusti Rai Ari Temaja atau Gung Nik, mengajak para pemuda peduli lingkungan untuk bergerak membersihkan Tukad Bindu secara swadaya. Meski pro konta sempat dihadapainya, namun hal itu tidak menciutkan niat baktinya kepada alam semesta.
Kemudian pada tahun 2013, komunitas “Gila Selingkuh” terbentuk dan menghimpun kekuatan yang lebih besar lagi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Tidak hanya fokus pada sungai saja, komunitas yang kini telah menjadi sebuah yayasan itu juga fokus ke penanganan lingkungan yang lebih besar lagi.
Hingga saat ini, Tukad Bindu terus berbenah menjadi eco-tourism yang semakin lebih baik. Sungai sepanjang kurang lebih 1,8 kilometer yang dulunya kritis kini memiliki fasilitas umum seperti jogging track, camping ground, outbond, tempat gym dan olahraga, ruang meditasi, balai dan panggung budaya, gazebo, kuliner, spot foto, wahana air, pemancingan dan semua itu gratis bagi setiap warga yang ingin berkunjung.
Keberhasilan pengelolaan Tukad Bindu juga memantik perhatian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan organisasi besar dunia lainnya. Pada tahun 2018, Presiden World Bank menyempatkan diri mengunjungi Tukad Bindu. Pada tahun yang sama, sebanyak 68 delegasi negara IMF juga diajak untuk melihat dan merasakan nuansa Tukad Bindu.
Hubungan antara Tukad Bindu, komunitas “Gila Selingkuh” dan keluarga besar BNPB sendiri sebenarnya sudah terjalin sejak 2019. Saat itu, Kepala BNPB (2008-2015) Prof. Syamsul Ma’arif datang ke Tukad Bindu. Kepala BNPB yang pertama itu pun menciptakan lagu berjudul “Tukad Bindu” setelah terinspirasi dan hasil dari buah kecintaannya terhadap pesona Tukad Bindu.
Kemudian setelahnya Lilik Kurniawan yang saat itu menjabat sebagai Deputi Bidang Pencegahan BNPB juga hadir disana disusul Direktur Kesiapsiagaan BNPB Pangarso Suryotomo bersama staf yang lainnya.
Melanjutkan hubungan baik itu, Letjen TNI Suharyanto yang saat ini menjabat Kepala BNPB pun telah hadir di Tukad Bindu untuk belajar dan memberikan dukungan moril maupun materil untuk keberlangsungan dan keberlanjutan Tukad Bindu sebagai contoh keseimbangan antara alam, manusia dan Sang Penciptanya.