DENPASAR, BERITA DEWATA – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali mencatat persentase penduduk miskin di Bali terus mengalami penurunan. Pada Maret 2025, angka kemiskinan tercatat sebesar 3,72 persen, turun 0,08 persen poin dibandingkan September 2024 (3,80 persen) dan menurun 0,28 persen poin dibandingkan Maret 2024 (4,00 persen).
Kepala BPS Provinsi Bali, Agus Gede Hendrayana Hermawan, mengatakan bahwa penurunan ini menunjukkan tren positif dalam pemulihan ekonomi Bali pascapandemi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Jumlah penduduk miskin di Bali pada Maret 2025 tercatat sebanyak 173,24 ribu orang, menurun sekitar 11.190 orang dibandingkan tahun sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa program pemulihan ekonomi dan perlindungan sosial sudah mulai membuahkan hasil,” ujarnya saat konferensi pers di Denpasar, Jumat (25/7/2025).
Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,17 ribu orang (3,27 persen), sementara di perdesaan tercatat sebanyak 61,07 ribu orang (4,97 persen). Kedua angka ini juga mengalami penurunan jika dibandingkan periode sebelumnya.
Agus menjelaskan bahwa perbaikan indikator ekonomi turut mendorong penurunan angka kemiskinan. Perekonomian Bali pada triwulan I-2025 tumbuh sebesar 5,52 persen (year-on-year), dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,31 persen. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2025 juga berada di level terendah, yakni 1,58 persen, yang menjadi salah satu indikator keberhasilan pemulihan ekonomi.
Faktor lain yang turut berkontribusi adalah inflasi yang terjaga di angka 1,89 persen, serta realisasi program bantuan sosial seperti sembako dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah mencapai lebih dari 97 persen dari target penerima.
Garis Kemiskinan di Bali pada Maret 2025 tercatat sebesar Rp607.847 per kapita per bulan, naik 4,75 persen dibandingkan September 2024. Dengan rata-rata 4,89 anggota per rumah tangga miskin, maka Garis Kemiskinan per rumah tangga mencapai Rp2.972.372 per bulan.
Namun demikian, Agus mengingatkan bahwa meskipun angka kemiskinan turun, indeks kedalaman kemiskinan (P1) justru meningkat dari 0,439 menjadi 0,560, dan indeks keparahan kemiskinan (P2) naik dari 0,065 menjadi 0,117.
“Penurunan jumlah dan persentase memang menggembirakan, tetapi meningkatnya kedalaman dan keparahan kemiskinan perlu menjadi perhatian. Artinya, sebagian penduduk miskin masih sangat jauh dari garis kemiskinan,” ujar Agus.
Ia menambahkan, ke depan perlu ada langkah yang lebih terarah dalam mendorong peningkatan pendapatan kelompok masyarakat termiskin, termasuk intervensi pada kebutuhan dasar seperti pangan, perumahan, dan pendidikan.