Udayana Central: Perokok Anak Meningkat, Implementasi PP 28/2024 Jadi Kunci Pengendalian Tembakau

Ketua Udayana Central for NCDs, Tobacco Control and Lung Health, dr Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH., Ph.D (tengah) saat Workshop Media Pengendalian Tembakau yang digelar di Ululani Dreamland Bali, Sabtu (22/11/2025).

BADUNG, BERITA DEWATA – Ketua Udayana Central for NCDs, Tobacco Control and Lung Health, dr Putu Ayu Swandewi Astuti, MPH., Ph.D, menegaskan bahwa Indonesia menghadapi situasi darurat pengendalian tembakau seiring meningkatnya prevalensi perokok anak serta maraknya penggunaan rokok elektronik. Hal tersebut disampaikan dalam Workshop Media Pengendalian Tembakau yang digelar di Ululani Dreamland Bali, Sabtu (22/11/2025).

Menurut dr Ayu, data nasional menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Prevalensi perokok dewasa dalam satu dekade terakhir tidak mengalami penurunan signifikan, sementara perokok anak justru terus bertambah.

“Survei menunjukkan anak usia 5 sampai 9 tahun sudah mulai merokok. Usia 15–19 tahun merupakan kelompok terbesar perokok pemula. Ini menunjukkan paparan rokok terhadap anak masih sangat tinggi,” ujar dr Ayu dalam paparannya.

Selain rokok konvensional, penggunaan rokok elektronik atau vape meningkat tajam. Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2021, prevalensi pengguna vape meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan satu dekade sebelumnya.

“Vape menyebabkan kecanduan, gangguan pernapasan, hingga risiko ledakan perangkat. Mitos bahwa vape lebih sehat justru menyesatkan dan membahayakan remaja,” katanya.

Ia menambahkan bahwa industri vape memanfaatkan media sosial dan influencer untuk menargetkan remaja melalui promosi yang dikemas modern.

Workshop tersebut juga menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, yang mengatur pengamanan zat adiktif sebagai tindak lanjut UU Kesehatan 2023.

Beberapa poin penting yang dinilai krusial oleh dr Ayu antara lain Larangan penjualan rokok kepada anak di bawah 21 tahun, Larangan penjualan rokok eceran, Larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain, Larangan iklan rokok di media sosial dan Penguatan Kawasan Tanpa Rokok melalui Peraturan Daerah.

“Regulasi sudah kuat. Tantangannya adalah implementasi dan penegakan di daerah. Tanpa pengawasan, industri akan terus memasarkan produk mereka kepada anak-anak,” ujar dr Ayu.

Dr Ayu juga menekankan pentingnya peran media dalam memberikan informasi yang benar terkait bahaya produk tembakau dan menahan laju promosi rokok di ruang publik.

“Media memiliki peran strategis sebagai penyeimbang narasi industri rokok. Kita harus melindungi generasi muda dari informasi menyesatkan,” ujarnya.

Workshop ini turut memaparkan data beban ekonomi akibat rokok yang mencapai Rp596,6 triliun per tahun, serta dampak kesehatan seperti penyakit jantung, stroke, kanker, dan masalah gizi pada keluarga berpenghasilan rendah.

Mengakhiri sesi, dr Ayu menegaskan bahwa seluruh pihak perlu mengevaluasi komitmen dalam melindungi generasi muda.

“Pertanyaannya adalah, seberapa adil kita melindungi anak dan remaja dari paparan pemasaran rokok? Ini tanggung jawab bersama,” kata dia.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here