Denpasar – Penghasilan nelayan tradisional yang masih tidak menentu menjadi perhatian tersendiri bagi seorang Ketut Swala pemilik warung bernama “Pade Demen” Spesial ikan laut yang beralamat di jalan Segara Madu Kelan Kedonganan Jimbaran Badung Bali. Ketut Swala dibantu sang istri bersepakat mengelola warung dengan komitmen hanya akan mengolah ikan hasil tangkapan kelompok nelayan yang dikelolanya.
Ketut Swala memiliki 10 jukung, dengan tenaga nelayan kurang lebih 20 orang. Sedangkan kelompok nelayan seluruhnya ada sekitar 30 tenaga Nelayan. Dalam keseharianya Ketut Swala harus mempersiapkan modal sedikitnya 400 ribu untuk satu jukung. Dengan semangat bekerja mencari nafkah untuk biaya keluarga dan dua ankanya yang masih kuliah Ketut Swala terbilang sukses bekerjasama dengan kelompok nelayan yang ada di Pantai Kedonganan.
“Ada sekitar 10 jukung yang kami miliki, untuk satu jukung minimal 2 orang tenaga yang melaut dengan biaya yang harus disiapkan minimal 400 ribu untuk satu jukung, sebagai biaya operasional seperti beli bensin, umpan dan peralatan melaut lainya,” kata Ketut Swala, ditemui di Kedonganan, Rabu 19 Juli 2017.
Menurutnya, Warung Pade Demen yang berdiri sudah 10 tahun ini selalu menyuguhkan menu masakan dengan kualitas ikan pilihan. Menu yang menjadi andalan warung ini adalah Sup Kepala Ikan, Ikan goreng, Ikan Dibumbu Kalas, Ikan Dibumbu Penyet, dengan kualitas bumbu khas Bali yang terkenal lezatnya.

“Menu khas sup kepala ikan, Ikan yang dugunakan ikan Kerapu, ikan Kakap, Sniper itu yang paling utama, dan semua ikan itu harus hasil tangkapan dari tenaga nelayan yang kita punya. Dalam bisnis ini kami menolak ikan tompe dan ikan tuna, jenis ikan ini kami tidak pernah menggunakan di warung,” ungkap Ketut Swala.
Ketut Swala yang kurang lebih selama 5 tahun pernah menjabat sebagai Kelian Adat ini begitu perhatian dan sangat bekerjsama dengan tenaga nelayan yang dikelolanya. Prinsipnya usahanya adalah cari modal, jalankan, untung rugi urusan belakangan. Ia berkisah, dari tiga putaran melaut sering dua putaranya tidak dapat ikan, kalupun dapat senagt sedikit.
“Tantangannya seperti itu. Kita harus siapkan modal di depan agar tenaga nelayan bisa melaut. Satu jukung 400 ribu kali 10 jukung, sudah semua berangkat. Pulangnya kadang mereka tidak membawa hasil, tetapi karena kita mensyukuri apa yang didapat, sering juga di putaran ketiga hasilnya lumayan banyak. Jadi bisa menutup biaya yang dua putaran yang tidak ada hasil,” ujar Swala berkisah.
Untuk kekuatan bumbu, Ketut Swala mempersilahkan pelanggan untuk merasakannya sendiri. Ia mengaku semuanya dikerjakan sendiri, mulai dari mempersiapakan ikan yang harus diolah, dengan bumbu warisan dari ibu. “Ibu saya dulu penjual tipat keliling, jadi semua resep, bumbu ibu menurun ke keluarga termasuk saya sendiri,” imbuhnya.
Dalam keseharianya, Warung Pade Demen selalu ramai pembeli, tidak kurang dari 150 orang setiap harinya datang di warung ini. “Lebih 150 orang setiap harinya datang ke warung kami. Mereka dari berbagai kalangan, pengusaha bahkan pejabat sering mampir dan menjadi pelanggan tetap di warung kami, bersyukur sekali,” tambahnya.
Ketur Swala menambahkan, warung Pade Demen hanya buka buka mulai dari jam 6 pagi, jam 10 pagi sudah habis dan warung tutup. Tapi kalau ada yang order kita buka lagi tetapi dengan masakan baru. “Harus pagi datangnya biar tidak kehabisan, tetapi kalau mau order agak siang juga bisa, tapi harus sabar menunggu,” imbuhnya.
Kerjasama yang dibangun dengan para nelayan dalam bentuk kerjasama saling menguntungkan. Apabila banyak nelayan mendapatkan tangkapan ikan banyak, banyak juga nelayan dapat untung. “Dari hasil nelayan melaut, kalau laku 20 ribu perkilo, 15 ribu untuk nelayannya, 5 ribu untu pemilik jukung, khusus nelayan kami, bila ada hasil tangkapan, warung Pade Demen yang akan menjualnya lebih dulu,” pungkasnya.
Very nice post. I just stumbled upon your weblog and wished to
say that I have really enjoyed browsing
your blog posts. After all I’ll be subscribing to your rss feed and I hope you write again very soon!