JAKARTA, Berita Dewata – PT Xynexis Internasional yang bergerak dalam bisnis keamanan siber di Indonesia sejak 2005, berturut turut dalam 4 tahun belakangan ini mendapat nominasi penghargaan Top Digital Award yang diselenggarakan Majalah IT Nasional – IT Works Awards.
Melalui serangkaian proses penjurian yang memakan waktu sekitar tiga (3) bulan, akhirnya para pemenang, peraih bintang “Top Digital Awards 2021” diumumkan secara langsung di “Puncak Acara Penghargaan Top Digital Awards 2021” yang berlangsung (21/12/2021), di Raffles Hotel Jakarta dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang dibagi dalam dua sesi, pagi dan sore hari. Sejumlah Pimpinan Kementerian, Lembaga/Badan, Kepala Pemerintah Daerah, Walikota, serta IT Manager dari berbagai perusahaan hadir dalam acara ini untuk menerima penghargaan.
“Meraih penghargaan berturut turut, tentu Xynexis sangat mengapresiasi setinggi-tingginya kepada IT works yang sudah memilih Xynexis dan juga saya dalam dua penghargaanyang kami terima dan juga menjadi inspirasi kami untuk kedepan menjadi lebih baik lagi.
Xynexis selama ini berfokus pada membangun keamanan digital. Selama hampir dua dekade, kami telah berkomitmen untuk memerangi musuh dalam segala bentuknya dan memastikan bahwa organisasi dan industri di Indonesia bisaterlindungi. Tapi Tahun Depan akan menjadi special karena Xynexis akan membangun ekosistem di area digital melalui beberapa Bisnis unitnya ujar Eva Noor, CEO PT Xynexis Internasional dalam acara penghargaan Top Digital Awards di Jakarta (21/12) .
Dari sisi entrepeneur, Eva berharap kedepan juga bisa memberi dan menularkan pada para generasi muda bangsa mengajak bekerja keras dengan kemampuannya, terutama dibidang IT agar bisa mencapai sesuatu yang diinginkan.
Rencana nya kedepan, Xynexis akan selalu mengeluarkan banyak inovasi yang akan dilakukan dengan unit bisnisnya. “Xynexis punya unit bisnis yang bernama Ignite yang akan membuka dua program, yaitu penelitian yang bekerjasama dengan beberapa universitas dan akademisi, serta program start up inkubator yang mengajak para anak muda atau mahasiswa dalam kajian lab khusus bekerjasama dengan BSSN RI,” papar Eva Noor, guna agar membangun terciptanya ekosistem dari kemanan digital untuk membantu perusahaan dan organisasi pemerintah dalam dunia keamanan siber.
Selain Ignite yang menjadi sevice unit bisnis usaha Xynexis, ada Noosc Security Global yang membantu perusahaan perusahaan menciptakan ekosistem dalam membangun keamanan siber dengan mengelola dan memonitor keamanan siber diperusahaan atau organisasi pemerintahan.
“Xynexis punya SOC yang termasuk paling awal di Indonesia dan membangun SOC di Indonesia. Noosc adalah unit usaha yang bergerak di area security dimana tiap perusahaan dan organisasi pemerintahan punya banyak tantangan dasi sisi operation. Disitulah bidang Noosc membantu menerapkan deteksi, pencegahan, dan respons ancaman yang ketat di seluruh ekosistem TI” jelas Eva.
Sementara unit bisnis Ignite lebih pada area bisnis yang menangani talent development diperusahaan-perusahaan dan organisasi pemerintahan. Program yang dijalani Ignite antara lain meliputi Training,Executive Development hingga Cybersecurity Awarness Program.
Selain Ignite dan Noosc, Xynexis juga memiliki unit bisnis baru yang bernama Haxtech. “Haxtech adalah unit bisnis yang memiliki area bisnis pada digital engagement dan transformation. Unit usaha ini membantu perusahaan melakukan digital transformasi dalam ranah strategi perusahaan, “ jelas Eva.
Xynexis menurut Eva Noor, tidak melulu berpikir hanya ruang lingkup orientasi di bisnisnya saja. Xynexis juga berpikir bagaimana eksis dalam bidang sosial di ranah komunitas IT. Born to Protect adalah salah satu program yang bersifat sosial yang bertujuan mencari anak anak muda dikampus kampus seluruh Indonesia, yang fokus dibidang IT dan diperkenalkan pada dunia industri serta dipersiapkan menjadi tenaga handal diperusahaan perusahaan yang membutuhkan bekerjasama dengan Kominfo, BSSN dan Universitas.
Selain program Born to Protect, Xynexis juga terlibat membangun Indonesia Women Cyber Security (IWCS) yang bertujuan membangun calon calon pemimpin perempuan di area kemanan digital. “Dua program sosial non profit itu adalah bagian dimana Xynexis ingin terus memberi kontribusi pada masyarakat untuk memajukan generasi muda dan perempuan Indonesia bisa berperan pada dunia digital yang makin pesat perkembangannya,” ujar Eva.
Visi Xynexis, seperti dikatakan Eva adalah ingin menjadi pemain yang dominan, khusus untuk cyber security. Hal ini penting, karena menurut Eva saat ini banyak sekali perusahaan yang sudah diretas, bocornya data data pribadi ke mana-mana, bahkan sudah diperjualbelikan.
“Kenapa kita ingin jadi yang dominan di cyber security ini untuk di Indonesia. Karena menurut kita harus perusahaan Indonesia yang menjadi dominan di negaranya. Jangan perusahaan asing yang masuk ke Indonesia dengan metodologinya dan lain-lain, terus kita hanya jadi pasar,” jelas Eva.
Keamanan informasi dan siber menurut Eva adalah ranah yang sangat penting, karena itulah kedaulatannya harus ada di Indonesia. ”Makanya Xynexis itu adalah 100 persen perusahaan Indonesia, dimiliki oleh orang Indonesia, menggunakan talent-talent orang Indonesia, dan ingin menjadi dominan di Indonesia. Itu adalah visi kita,” sambungnya.
Sejalan dengan visi yang ingin dicapai, Xynexis memiliki misi untuk melindungi konsumen Indonesia, baik (konsumen) bisnis, maupun pemerintah dari ancaman siber melalui cara (tools), prosedur, atau talent yang dikembangkan oleh perusahaan.
Eva menegaskan pentingnya memproteksi konsumen dengan tools, prosedur, dan talent dari negara sendiri. Dalam hal ini, Eva mengambil contoh Rusia, negara ini disebut telah membangun sendiri, mulai dari tools-nya, teknologinya, prosesnya dan orang-orangnya betul-betul (telah) dibangun.
“Sehingga kalau kita coba analogikan ke pandemi (Covid-19). Pandemi ini kan kita dihadapkan dengan virus yang kita tidak tahu sebelumnya. Nah, bayangkan kalau virus Covid ini adalah yang terjadi di (ranah) siber. Apa yang terjadi? Yang terjadi adalah kita kurang dokter, kalau di cyber itu kita kurang ahlinya, terus kita kurang perawat kalau di kesehatan. Nah, kalau di cyber itu kita kurang talent, siapa yang mau (menangani) kalau misalnya terjadi cyber attack, siapa yang akan mempertahankan kedaulatan kita. Kita belajar dari Covid-19 ini, bahwa di ranah siber itu kita harus mulai memikirkan hal seperti ini,” ucap Eva.