
Beritadewata.com, Nusa Dua – Harapan masyarakat Bali untuk menikmati jalur tol yang menghubungan Kuta-Tanah Lot-Soka-Seririt-Jembrana semakin pupus. Tol yang akan menghubungan dengan cepat antara Bali bagian selatan dengan Bali bagian utara dan barat itu terancam batal. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat ditemui di Nusa Dua Bali, Rabu (22/3). “Kita harus belajar dari Tol Cipularang. Sebelumnya waktu masih menjadi jalan nasional, banyak sekali pedagang kecil, souvenir, minuman dan sebagainya. Dan jumlahnya tidak sedikit di sepanjang jalan tersebut. Namun setelah ada Tol Cipularang, semuanya menghilang,” ujarnya.
Untuk tol yang akan menghubungkan Bali selatan dan utara, pihaknya meminta untuk dilakukan kajian secara lebih detail dan komprehensif. Dampak sosial harus benar-benar diperhatikan. Bila kajiannya belum meyakinkan, maka sebaiknya mengoptimalkan jalan negara yang sudah ada. “Lebih baik membangun yang sudah ada, mengoptimalkan jalan negara yang sudah ada, ketimbang harus membangun yang baru dan harus mengorbankan banyak lahan, tetapi masyarakat tidak menikmati fungsi jalan tersebut,” ujarnya.
Namun saat dikonfirmasi ke Kepala Dinas PU Provinsi Bali I Nyoman Astawa Riadi, pihaknya tetap membuka peluang bagi investor untuk membangun jalan tol yang akan menghubungkan Bali selatan ke Bali utara dan barat. Sekalipun dari pihak Kementerian PUPR kelihatannya tidak bisa membangun, namun Bali tetap berharap harus bisa membangunnya, karena volumen kendaraan yang terus bertambah setiap tahun. “Bali tetap berharap bahwa tol itu harus jadi karena volume kendaraan yang terus bertambah. Kalau pusat tidak bisa tetap saja kita akan mencari investor yang lain,” ujarnya.
Menurutnya, membangun jalan tol dari selatan ke utara dan barat tidak bisa berharap dari APBD Bali. Namun Bali akan membantunya dari sisi regulasi. “Regulasinya kita bantu dan cepat. Sementara biayanya dari investor,” ujarnya. Riadi juga mengatakan, termasuk pembebasan lahan juga menjadi tanggungan investor. Karena APBD Bali tidak bisa menanggung biaya pembebasan lahan. Anggaran APBD sebesar Rp 200 miliar akan digunakan untuk perbaikan rutin, reservasi, dan peningkatan jalan provinsi. “Jalan itu tidak sama dengan gedung. Gedung sekali bangun baru diperbaiki mungkin setelah 10 tahun atau 20 tahun. Sementara jalan harus diperbaiki setiap tahun,” ujarnya.