Tindak Lanjut Usulan WBTB, Bupati Klungkung Hadiri Tradisi “Megibung dan Meprani”

Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta saat mengikuti tradisi Megibung bersama krama Banjar Adat Nesa, Desa Adat Banjarangkan di Pura Desa Bale Agung Pura Kangin Banjarangkan, Minggu (19/6).

KLUNGKUNG, BERITADEWATA – Sebagai warisan leluhur yang sudah dilaksanakan secara turun temurun, tradisi “Megibung dan Meprani” di Pura Desa Bale Agung Pura Kangin Banjarangkan akan diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).

Hal itu disampaikan Bupati Klungkung, I Nyoman Suwirta saat mengikuti tradisi Megibung bersama krama Banjar Adat Nesa, Desa Adat Banjarangkan di Pura Desa Bale Agung Pura Kangin Banjarangkan, Minggu (19/6).

Bupati Suwirta mengapresiasi tradisi yang dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali, tepatnya sehari setelah hari raya Kuningan (Umanis Kuningan) atau pada Redite Umanis Langkir.

Sebagai tindaklanjutnya, Bupati menugaskan dinas terkait untuk mendata agar nantinya bisa diusulkan menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Bupati juga meminta Prajuru Pura untuk menyiapkan narasumber yang bisa menjelaskan secara komplit, terkait dengan tradisi ini.

“Prosesi ini agar disiapkan narasumber yang bisa menjelaskan secara komplit, yang ada kaitannya dengan tradisi megibung dan meprani ini,” pinta Bupati Suwirta kepada Prajuru setempat.

Megibung dan Meprani di Pura Desa Bale Agung, Pura Kangin Banjarangkan merupakan warisan tradisi yang dilaksanakan oleh Krama Pengempon Banjar Adat Nesa. Bendesa Adat Banjarangkan, Anak Agung Gde Dharma Putra bersama Kelihan Adat Banjar Nesa, Anak Agung Gede Ngurah Astawa Putra menyebutkan, tradisi Megibung dan Meprani, merupakan tradisi yang dilaksanakan turun temurun setiap 6 (enam) bulan sekali pada saat selesai rangkaian Upacara Pujawali Nemoning Wrespati Manis Dunggulan di Pura Desa Bale Agung Pura Kangin Banjarangkan.

Menurut Astawa Putra, tradisi ini bertujuan sebagai rasa syukur pengempon Pura Desa Bale Agung Pura Kangin Banjarangkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas Kemenangan Dharma melawan Adharma.

“Dalam pelaksanaan Tradisi ini, menggunakan sarana Kuku Rambut (suku kalih) yang berasal dari ayam Aduan/Cundang dan Bawi (suku Pat) yang dilaksanakan di pagi hari dan sore harinya dilaksanakan Upakara Meprani di penataran pura,” jelasnya.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here