DENPASAR, BERITADEWATA – Gubernur Bali Wayan Koster menghadiri Rapat Paripurna ke-34 DPRD Provinsi Bali Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021 di Ruang Sidang Utama Gedung DPRD Provinsi Bali, Senin (15/11/2021).
Rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama mengagendakan penyampaian laporan, sikap dan keputusan dewan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Baga Utsaha Padruwen Desa Adat, Ranperda tentang Pembentukan Dana Cadangan Pemilihan Umum Legislatif, Gubernur dan Wakil Gubernur Bali Tahun 2024 dan Ranperda tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Setelah melalui serangkaian proses pembahasan, dewan menyetujui pengesahan tiga Ranperda tersebut menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Menyusul disetujuinya tiga Ranperda oleh dewan, Gubernur Wayan Koster kembali mengajukan lima rancangan regulasi, yaitu Ranperda tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang RPJMD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2018-2023, Ranperda tentang Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Penyelenggara Pariwisata Digital Budaya Bali, Ranperda tentang Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bali menjadi Perusahaan Umum Daerah Bali, Ranperda tentang Perusahaan Perseroan Daerah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung dan Ranperda tentang Labelisasi Barang hasil usaha Krama Bali dengan Branding Bali.
Rapat paripurna dilaksanakan dengan kombinasi pola online dan offline. Secara offline, sidang dihadiri Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra beserta pimpinan OPD dan sejumlah anggota DPRD Provinsi Bali. Sedangkan sebagian anggota dewan mengikuti sidang paripurna melalui aplikasi Zoom Meeting.
Terkait persetujuan dewan terhadap tiga buah Ranperda usulan sebelumnya, Gubernur Koster menyampaikan apresiasi dan terima kasih karena seluruh rangkaian pembahasan Ranperda dalam forum dewan dapat dirampungkan dengan cepat.
Ia sangat respek dengan semangat dan kerjasama dewan sehingga jajaran legislatif hanya membutuhkan waktu satu bulan untuk merampungkan pembahasan tiga buah Ranperda tersebut. Selanjutnya, tiga Perda tersebut akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan proses fasilitasi.
Ia berharap, proses fasilitasi berjalan lancar dan tidak menemui kendala dalam pembahasan di Kemendagri, sehingga tiga Perda ini dapat segera disahkan dan dalam implementasinya dapat menjadi kebijakan terintegrasi dengan kebijakan lainnya, dalam mewujudkan Visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembanguan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru.
Terkait dengan lima Ranperda baru yang diajukan, Gubernur menyampaikan bahwa tiga diantaranya merupakan payung hukum untuk menggali potensi pendapatan baru.
Sedangkan dua lainnya, yaitu Ranperda tentang Perubahan Perda Nomor 3 Tahun 2019 tentang RPJMD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun 2018-2023 dan Ranperda tentang Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bali menjadi Perusahaan Umum Daerah Bali hanya bersifat administratif dan tidak begitu esensial.
Selanjutnya, Gubernur Koster menerangkan urgensi tiga Ranperda yang berkaitan dengan upaya menggali potensi baru Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Bali. Dijabarkan olehnya, tiga regulasi ini nantinya diharapkan bisa memperluas ruang fiskal APBD Bali yang selama ini sektor pendapatannya hanya berkutat pada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
Gubernur berpendapat, jika terus-menerus hanya menggantungkan PAD dari pajak kendaraan, pendapatan Pemprov Bali tidak akan bisa naik signifikan. Lebih dari itu, menggantungkan sumber pendapatan dari pajak kendaraan juga kurang sehat bagi lingkungan karena semakin banyak kendaraan, maka polusi udara juga kian meningkat.
“Lagipula, saat ini kita juga tengah mendorong pemanfaatan kendaraan listrik berbasis baterai. Oleh karena itu, kita harus kreatif mencari sumber pandapatan baru yang selama ini belum digarap,” urainya.
Secara terperinci, mantan anggota DPR RI tiga periode ini memberi penjelasan tentang tiga Ranperda dimaksud. Dimulai dari Raperda tentang Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Penyelenggara Pariwisata Digital Budaya Bali.
Disebutkan olehnya, Ranperda ini merupakan tindak lanjut Perda tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. Pembentukan Perusahaan Umum Daerah Penyelenggara Pariwisata Digital Budaya Bali dimaksudkan untuk mewujudkan kepariwisataan Bali yang dinamis dan sustainable.
Penyelenggaraan Kepariwisataan digital ini memiliki tujuan meningkatkan kualitas pelayanan pariwisata di Bali dan menangkap peluang bisnis digitalisasi yang menjanjikan. Menurutnya, tata kelola kepariwisataan digital memberikan harapan besar terhadap peningkatan kontribusi dari sektor pariwisata dalam menopang pendapatan daerah.
“Korelasi positif dari peningkatan pendapatan daerah tentunya akan dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat Bali,” imbuhnya.
Lebih dari itu, pengelolaan kepariwisataan Bali berbasis digital (teknologi informasi elektronik) dalam penyelenggaraan kepariwisataan Bali diharapkan dapat menciptakan tata kelola yang transparan, akuntabel, serta profesional melalui Portal Satu Pintu Pariwisata Bali.
Berikutnya, Gubernur kelahiran Desa Sembiran ini menerangkan Ranperda tentang Perusahaan Perseroan Daerah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali di Kabupaten Klungkung dan Ranperda Tentang Labelisasi Barang hasil usaha Krama Bali dengan Branding Bali.
Ranperda tentang Perusahaan Perseroan Daerah Pembangunan Kawasan Pusat Kebudayaan Bali (PKB) di Kabupaten Klungkung dibutuhkan agar kawasan itu dapat dikelola secara profesional.
Gubernur menambahkan, saat ini belum ada kawasan destinasi pariwisata yang menjadi milik Pemprov Bali. Kawasan PKB yang dibangun di atas lahan 300 hektar ini nantinya akan menjadi satu-satunya destinasi wisata milik Pemprov Bali.
“Nilai ekonominya sudah dihitung, ini momentum yang baik bagi kita untuk memiliki sebuah kawasan destinasi wisata di lokasi yang sangat strategis,” tambahnya.
Pengelolaan kawasan ini nantinya membutuhkan satu badan usaha perseroan agar dapat memberi manfaat bagi kesejahteran masyarakat Bali. Sementara Ranperda tentang Labelisasi Barang hasil usaha Krama Bali dengan Branding Bali dibutuhkan untuk menjamin kualitas produk yang diekspor melalui Bali.
Selama ini, imbuh Gubernur Koster, banyak daerah yang menjadikan Bali sebagai pintu ekspor. Jika standarisasi dan sertifikasi produknya tidak dikelola, ia khawatir hal itu akan mempengaruhi citra Bali. Selain itu, ketentuan standarisasi dan sertifikasi produk ekspor akan menjadi sumber pendapatan bagi Pulau Dewata.