Buleleng – Ratusan Kerama Desa Adat Dharma Jati berkumpul diwantilan pura desa Desa Tukad Mungga kecamatan Buleleng, Bali pada Minggu (24/12/2017), sekitar pukul 19:00 Wita. Ratusan warga tersebut membahas dan membuat peraturan (Perarem Adat) yang menjadi isu utamnaya adalah adanya salah satu pemilik Hotel Wayan Angker diduga telah menyerobot Tanah Negara yang ada di Wilayah desa Adat Tukad Mungga.
Dari hasil paruman yang dihadiri Jro Kelian Adat , Ketut Wicana, Kepala Desa Tukad Mungga Putu Madia, Paguyuban Pemangku, Kherta Desa, Sabha Desa Pakraman Dharma Jati, seluruh Perangkat Desa Tukad Mungga, Prejuru Adat, LPM Desa Tuakd Mungga dan Tim Aset desa Tukad Mungga, serta warga Kerama Desa mencetuskan bahwa tanah di wilayah desa adat Dharma Jati yang di klaim oleh Wayan Angker dan sudah di Sertifikatkan olehnya di sebelah Timur Puri Bedahulu. Menyatakan bahwa Tanah Adat yang sudah turun temurun dikuasai dan diberikan hak kelola oleh negara kepada Adat Dharma Jati Desa Tukad Mungga.
Kepala Desa Tukad Mungga Putu Madia yang baru berapa bulan ini saat di konfirmasi usai paruman bersama ratusan elemen dari masyarakat dengan hasil keputusan mengatakan “Dari hasil Paruman bahwa tanah tersebut merupakan tanah desa adat yang dikelola secara turun temurun oleh adat, kenapa demikian?. Dari kesaksian-kesaksian warga yang mana tanah Negara itu telah dikuasakan ke desa Adat. Maka dari itu Tanah tersebut merupakan tanah Adat, nanti kita akan panggil Wayan Angker yang telah mengklaim bahwa tanah itu miliknya,” Ujar Putu Madia.
Sebelumnya Wayan Angker telah memenuhi panggilan kekantor desa akibat didesak oleh ratusan warga Tukad Munga yang mengatatas namakan “Tukad Munga Bersatu” dari hasil pemanggilan tersebut Wayan Angker yang membawa dua sertifikat, diduga ada beberapa keganjalan pada bukti serifikat yang diserahkan ke Kantor Desa Tukad Mungga. Kemudian beberapa tokoh masyarakat yang didampingi LSM dari Kontras dan Pemerhati Masyarakat Buleleng menemui Kepala BPN Singaraja. diruang kerjanya menunjukan copyan sertifikat yang diberikan oleh Wayan Angker, namun sertifikat yang ditunjukan masih diragukan oleh pihak BPN.
Kendati warga telah menuntut Wayan Angker untuk mengembalikan tanah adat, ia masih percaya bahwa tanah tersebut masih miliknya. Saat ditemui pekan lalu di kediamanya Wayan Angker menyebutkan, “Tanah itu saya beli dari sebelum nikah, kita tidak mau ribut masalah itu, kalau emang keberatan dan ada pembuktian bahwa saya dibilang nyerobot buktikan saja, negara ini negara hukum jangan menduga-duga. Pemerintah saja melakukan penyenderan terhadap pantai itu minta persetujuan kepada saya, tanah itu saya beli dengan luas kurang lebih 170 are.” ujar Wayan Angker.