BADUNG, BERITADEWATA – Jika membayangkan sampah, tentu yang ada dibenak adalah kotor dan bau. Belum lagi kesehatan bakal menjadi taruhannya.
Rasanya, tak ada seorang pun mau mengais rezeki di tempat kotor, berbau busuk, bising, hingga pemandangan lalu lalang truk pengangkut sampah, lengkap dengan kepulan asap hitam pekat yang menyembul dari knalpotnya.
Namun fenomena itu tak berlaku di Pengelolaan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST3R) Desa Adat Seminyak, Kuta, Badung, ketika awak media mengunjungi lokasi ini pada Rabu (31/8) pagi.
Tempatkan sejuk dan asri. Para jurnalis pun sedikit kaget melihat tempatnya tampak terawat. Bahkan jauh dari kesan bau dan kotor. Tak ada lalat yang beterbangan. Sumber bau hanya terjadi di lokasi pemilhan saja, dan itu tidak terlalu menyengat.
Puluhan warga dari Desa Adat Seminyak pun menggantungkan hidup dari megais sampah. Mereka melihat secercah ‘sinar’ dari tumpukan sampah yang sebagian orang dinilai tak bermanfaat. Diolah menjadi barang berguna dan bernilai rupiah tinggi.
Wajah sumringah pun terpancar dari pekerja tatkala deru truk pengangkut sampah berwarna merah memasuki TPS-3R Desa Adat Seminyak ini.
Begitu truk menurunkan sampah, pekerja pun tampak kompak bergerak bersama-sama mengais sampah yang sebagian terbungkus plastik hitam besar. Mereka antusias memilih dan memilah sampah yang dirasa bakal mampu ‘disulap’ menjadi ‘cuan’.
TPST3R ini rupanya menjadi jawaban permasalahan sampah di ‘Kampung Turis’ Seminyak ini. Sampah yang sebelumnya menjadi momok pariwisata, kini diolah menjadi berkah bagi masyarakat.
TPST3R Desa Adat Seminyak Dibangun 19 Tahun Silam
Ketua TPST3R Desa Adat Seminyak, I Komang Ruditha Hartawan menuturkan, TPST3R ini didirikan 19 tahun silam, tepatnya di Bulan Desember 2003. Kala itu, permasalahan sampah ini timbul karena dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Badung tak mampu melayani masyarakat.
Menyikapi hal itu, Desa Adat Seminyak pun tergerak untuk membantu mengatasi itu. Karena bagaimanapun juga, Seminyak ini juga sangat tergantung dengan kunjungan wisatawan. Dengan pengelolaan sistem terpadu dan mengedepankan pola reduce, reuse, recycle, pelan tapi pasti, permasalahan sampah berangsur-angsur bisa teratasi dengan baik.
Di penghujung tahun 2003, sampah diangkut dari sumber menuju pengelolaan. Baik itu dari rumah tangga, warung, artshop, villa, hotel, restoran, dan juga usaha lainnya yang ada di desa adat ini. Sampah kemudian diangkut ke TPST3R untuk dipilah dan dipilih, sehingga menyisakan hanya residu saja, dan diangkut untuk dibuang ke TPA.
“Sampah organik kemudian diolah menjadi pupuk kompos, sedangkan sisa makanan dari restoran diolah menjadi pakan ternak,” tutur pria yang akrab disapa Koming ini.
Tak hanya itu, juga terdapat bank sampah yang membeli barang daur ulang. Bekerjasama dengan PKK, dua kali dalam sebulan warga menyetor dan menimbang berat sampah ke banjar masing-masing. “Program ini sangat berhasil, karena ada sanksi adat bagi warga yang tidak melakukan pemilahan dan penimbangan sampah,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Koming juga mengungkapkan bahwa sejak 2015 melakukan kerjasama dengan Coca Cola Amatil Indonesia untuk program lingkungan dengan membangun Learning Centre di TPST3R Desa Adat Seminyak.
Menurutnya, program ini menyasar siswa SD hingga SMA/SMK. Anak-anak sejak usia dini diajarkan tentang pentingnya mengelola sampah dengan baik. “Kami Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Pengelola TPST memotivasi anak-anak agar lebih peduli terhadap lingkungan bersih dan sehat, bebas dari sampah,” ungkapnya.
Selain itu, juga diadakan program Beach Clean Up yang dimulai sejak 2004. Langkah ini untuk menjaga Pantai Seminyak agar tetap bersih dan indah. Mengingat pantai ini menjadi daya tarik wisata yang dikunjungi turis dari pelosok dunia.
“Tahun 2007 kami mendapatkan dukungan dari Coca Cola Amatil Indonesia berupa traktor, beach cleaner machine (surf barber rack) hingga dana operasional,” katanya.

Komitmen Coca Cola Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Corporate Affairs Executive Coca-Cola Europasific Partners Denpasar, Made Pranata Wibawa Ade Putera menuturkan, Bali sebagai tuan rumah presidency G20, salah satu poin penting yang harus segera diselesaikan mencakup penanganan dan pengelolaan sampah.
Permasalahan sampah pun telah dilakukan dengan baik oleh Gubernur Bali Wayan Koster yang telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
Seluruh desa di Bali didorong untuk melakukan pengelolaan sampah berbasis masyarakat melalui pendekatan reduce, reuse, recycle (3R) yang implementasinya diproses oleh Tempat Pengelolaan Sampah berbasis 3R (TPS3R).
Kebutuhan untuk mengurangi pemrosesan sampah di TPA akan berhasil jika masyarakat sudah maksimal dalam menerapkan pemilahan sampah mulai dari rumah tangga dengan metode pengurangan penggunaan barang sekali pakai (reduce), pemanfaatan kembali barang yang masih bernilai (reuse), dan pengolahan sampah menjadi produk baru yang bermanfaat (recycle).
Namun efektivitas sistem pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini pun jika diamati masih menemui banyak kendala dalam penerapannya terutama perihal aktivitas pemilahan sampah pada sumbernya.
Sisi edukasi dan sosialisasi juga berperan penting dalam tata kelola penanganan sampah. Pengetahuan, perilaku, serta ekspektasi masyarakat terhadap penerapan prinsip 3R harus sudah benar-benar dipahami terlebih dahulu yang dapat dijalankan berbarengan dengan penerapan sistemnya.
“Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia sebagai salah satu warga usaha yang beroperasi di Provinsi Bali menyadari bahwa sinergi, kolaborasi dan kontribusi merupakan aspek penunjang keberlanjutan usaha (sustainability),” ujarnya.
Terkait hal tersebut, strategi sustainability CCEP Indonesia di masyarakat (community) antara lain menginvestasikan waktu, keahlian dan sumber daya untuk meningkatkan kualitas hidup dan menumbuhkan itikad baik bersama komunitas melalui inisiatif lokal yang relevan dan selaras dengan berbagai kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah.
Sejalan dengan eksekusi dan tindakan nyata yang terus dilakukan, salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam wujud membangun harmonisasi hubungan dan kerjasama positif bersama komunitas antara lain melalui wadah edukasi dan studi lapangan di komunitas, yang telah melakukan proses pengelolaan dan penanganan sebagai ‘Komitmen Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat’.