DENPASAR, BeritaDewata – Edy Nusantara, kuasa Fireworks Ventures Limited, menegaskan pihaknya adalah kreditur tunggal PT Geria Wijaya Prestige (GWP), dan telah memberikan persetujuan pengalihan saham perseroan yang dimiliki Hartono Karjadi kepada adiknya, Sri Karjadi, pada 12 November 2011.
“Fireworks sebagai kreditur satu-satunya telah memberikan persetujuan dan menerima surat pemberitahuan terkait pengalihan saham dari Hartono Karjadi kepada Sri Karjadi. Saham itu kan tetap dalam status gadai sebagai jaminan utang PT GWP,” kata Edy Nusantara ketika menjadi saksi meringankan dalam sidang lanjutan dugaan pemberian keterangan palsu dalam akta otentik gadai saham dan penggelapan dengan terdakwa Harijanto Karjadi, di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (7/1/2020). Sidang akan dilanjutkan, Rabu (8/1/2020) dengan agenda mendengarkan keterangan saksi ahli.
Perkara tersebut merupakan tindaklanjut dari laporan yang dibuat Desrizal selaku kuasa hukum pengusaha Tomy Winata pada 27 Februari 2018. Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Tomy Winata mengaku menderita kerugian lebih dari USD 20 juta sehubungan dengan dugaan pidana pemberian keterangan palsu dan penggelapan tersebut.
Edy menegaskan sebagai pihak yang mengklaim pemilik tunggal hak tagih piutang PT GWP yang sebelumnya dimiliki PT Millenium Atlantic Securities (MAS) yang membeli dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pada 2004, pihaknya tentu akan melakukan penagihan atu penyelesaian piutang kepada PT GWP.
“Tapi karena saat ini masih ada gugatan-gugatan dan sengketa klaim kepemilikan piutang PT GWP, Fireworks belum melakukan penagihan atau penyelesaian,” katanya.
Secara panjang lebar, Edy Nusantara memaparkan bahwa Fireworks menerima pengalihan hak tagih piutang PT GWP dari PT MAS pada tahun 2005, setelah sebelumnya PT MAS menjadi pemenang lelang piutang atau aset kredit PT GWP yang dijual BPPN melalui Program Penjualan Aset-aset Kredit (PPAK) VI pada 2004.
Berdasaskan dokumen yang ada, papar Edy, yang dijual BPPN adalah keseluruhan hak tagih piutang PT GWP dari tujuh anggota bank sindikasi yang pada 1995 memberikan pinjaman senilai total USD 17 juta kepada PT GWP.
Meski demikian, dia mengakui, ada klaim dari sejumlah pihak, termasuk Gaston Investment Limited, Alfort Capital (Bank Agris), dan belakangan Tomy Winata terkait kepemilikan piutang PT GWP. Dan saat ini proses hukum terkait dengan klaim kepemilikan piutang itu masih berjalan.
Sebelumnya, koordinator tim penasihat hukum Harijanto Karjadi, Petrus Bala Pattyona, memaparkan sengketa klaim kepemilikan piutang PT GWP yang masih bergulir di pengadilan, di antaranya adalah gugatan wanprestasi yang diajukan Tomy Winata terhadap PT GWP dan Harijanto Karjadi dkk selaku penjamin dalam perkara No. 233/Pdt.G.2018/PN.Jkt.Pst di PN Jakarta Pusat.
Dalam perkara itu, Tomy Winata yang membeli hak tagih piutang dari Bank CCB di harga Rp 2 miliar pada 12 Februari 2018 melalui akta bawah tangan menuntut ganti rugi lebih dari USD 30 juta kepada PT GWP serta Harijanto Karjadi dkk.
Namun, seluruh gugatan itu pada 18 Juli 2019 ditolak majelis hakim. Dan pas 26 Desember 2019, upaya banding atas putusan itu yang dilakukan Tomy Winata melalui kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, juga ditolak majlis hakim PT DKI.
Sementara itu, Fireworks Ventures Limited mengajukan gugatan kepada Tomy Winata dan Bank CCB dalam perkara No. 555/pdt.G/2018/PN. Jkt. Utr.
Dalam perkara ini, pada 15 Oktober 2019, majelis hakim memutuskan Bank CCB dan Tomy Winata telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait dengan pengalihan hak tagih piutang PT GWP pada 12 Februari 2018, dan menyatakan pengalihan itu tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Terhadap putusan ini, Bank CCB lewat kuasa hukum Otto Hasibuan mengajukan banding. Hal serupa ditempuh Tomy Winata melalui kuasa hukum Maqdir Ismail.
Fireworks, kata Edy Nusantara, memilih menunggu penuntasan sengketa klaim kepemilikan piutang tersebut sebelum pihaknya melakukan penyelesaian atau penagihan kepada PT GWP di mana Harijanto Karjadi menjadi owner sekaligus direktur perusahaan pemilik dan pengelola Hotel Kuta Paradiso di Kabupaten Badung, Bali, tersebut.
Ketika memberikan pernyataan penutup, Edy Nusantara dengan lantang membacakan penggalan puisi dari alm. W.S. Rendra yang berjudul “Aku Mendengar Suara”.