KLUNGKUNG, BERITADEWATA – Pengelolaan KKP (Kawasan Konservasi Perairan) Nusa Penida masih dirasakan belum ideal. Sejak ditetapkan hingga sekarang, berbagai polemik kian memanas ditengah masyarakat.
Puncaknya, ketika diberlakukan pungutan retribusi Rp 100 ribu bagi wisatawan yang hendak snorkeling atau diving di Perairan Nusa Penida oleh Pemprov Bali sejak 1 Juli 2023. Belum lagi retribusi masuk kawasan Nusa Penida yang diberlakukan Pemkab Klungkung sejak April 2022, Rp 25 ribu bagi wisatawan. Sementara dampak langsung belum signifikan dirasakan masyarakat lokal.
Rabu (5/7/2023), salah satu tokoh masyarakat Klungkung Gede Risky Pramana, mengatakan, dari sisi regulasi, sudah tumpang tindih.
Kata dia, sebuah kawasan, semestinya dikelola dengan alur regulasi yang menghindari terjadinya benturan, dan bermanfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat lokal.
“Infrakstruktur masih jauh dari layak, harga-harga kebutuhan pokok disana masih berlipat-lipat dari harga normal. Belum lagi eksekusi regulasi tanpa sosialisasi. Jadi, wajar kalau masyarakat jadi ribut,” terangnya.
Dia menambahkan, kalau sudah terkait dengan retribusi, apalagi itu objeknya sekelas KKP, seharusnya dilakukan dengan hati-hati dan melalui proses yang juga disambut baik oleh pelaku pariwisata setempat dan masyarakat.
Prosesnya pembentukan hingga sosialisasi juga memperhatikan tahapan yang juga perlu diikuti oleh kelompok masyarakat serta pengusaha hingga dapat disetujui bersama. Jadi, zona mana yang kena retribusi, dasar dan tujuannya apa, serta manfaat jangka panjang untuk masyarakat itu apa, bisa diketahui dengan gamblang oleh seluruh pihak terkait.
“Jika kontroversi seperti ini terus menerus berlanjut, jelas akan berdampak pada wisatawan yang hendak datang,” tegasnya.
KKP Nusa Penida meliputi seluruh perairan di wilayah Kecamatan Nusa Penida yang meliputi perairan di tiga pulau, yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Luas KKP Nusa Penida mencapai 20.057 hektar dengan batas luar 1 mil (1.8 km) diukur dari garis pantai.
Luas ini dalam jangka menengah dan jangka panjang dapat dikembangkan menjadi lebih luas lagi sesuai dengan kemampuan dan efektifitas pengelolaan KKP Nusa Penida serta wewenang Kabupaten Klungkung.
Risky Pramana memperingatkan pengelolaan KKP dengan kepariwisataan memiliki tujuan dasar yang berbeda. Pengelolaan KKP tujuan besarnya adalah perlindungan keanekaragaman hayati pesisir dan laut perairan dan perikanan yang berkelanjutan.
Sementara kepariwisataan tentu untuk mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, guna mendapatkan pendapatan. Titik temu keduanya, adalah pariwisata bahari yang berkelanjutan. Jadi, batasan, kontrol dan pemanfaatannya harus jelas.
“Saya rasa seluruh pelaku pariwisata di Nusa Penida itu sudah sangat dewasa dalam pengelolaan potensi pariwisata setempat. Kemudian terjadi konflik, ketika pemerintah daerah mulai masuk dengan berbagai aturan-aturan untuk memperoleh pendapatan dari pengelolaan itu,” tandas Risky Pramana.