Ratusan Warga Gelar Tradisi Turun Temurun Megoak-goakan

Permainan unik “Megoak-goakan” diikuti ratusan warga

Beritadewata.com, Singaraja – Ratusan  Masyarakat Desa Adat Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, kembali laksanakan  tradisi  yang turun temurun . Pagelaran ini selalu dilaksanakn  setelah hari raya Nyepi yakni  sebuah permainan  unik  “Megoak-goakan”. Permainan ini konon di cetuskan Anglurah  Ki Barak Panji Sakti pada jaman beliau Menguasai Raja Buleleng.

Dalam permainan kali ini  sangat berbeda dengan   tahun sebelumnya. Peran organisasi kepemudaan dibawah pemerintahan adat yakni Sekeha Truna-Truni (STT) mulai mengambil peran dalam pelestarian tradisi yang menjadi ciri khas asli Desa Panji .

Sebelum permainan di mulai pukul 16 :00, para pemuda desa  berkumpul menghaturkan sembah bakti  (Ritual) di Pura Pajenengan, dimana pura tersebut  di bangun oleh  Ki Barak Panji sakti tepat  sebelah timur Pura Desa Panji dengan di iringi Tetabuhan Bleganjur. Setelah sembah bakti usai  para pemuda berjalan mengelilingi pusat desa dan menuju  Lapangan Ki Barak Panji Sakti. Ribuan masyarakat desa Panji dan luar desa menyaksikan tradisi tersebut ingin tau persis apa itu Megoak – Goakan .

Sebelum permainan di gelar, Lapangan Ki Barak Panji Sakti di penuhi air oleh warga desa, uniknya dalam permainan tersebut para pemuda harus mengambil satu atau dua peserta dari penonton yang hadir, Para penonton tidak menyangka bahwa diantara mereka akan jadi sasaran sebagai peserta pagelaran. Dua  perempuan dari desa sebelah yang kebetulan mau ke Banjar Mandul  diselatan desa panji mau melewati  kawasan lapangan, karena melihat keramean keduanya berhenti sebentar takdisadari bahwa mereka menjadi sasaran , sontak mereka kaget dandiboyong keduanya kelapangan untuk diajak bergabung dengan berbasah basahan.

Permainan “Megoak-goakan” yang senantiasa digelar setiap tahunnya di lapangan Ki Barak Panji Sakti, Banjar Dinas Dauh Pura, Desa Panji. Permainan tersebut bukan sekedar permainan biasa melainkan memiliki sejarah penting kejayaan Kerajaan Buleleng dimasa kepemimpinan Raja Anglurah Ki Barak Panji Sakti. Berdasarkan para  sesepuh yang di datangi  Beritadewata.com menyebutkan bahwa sebelum melakukan penyerangan ke kerajaan Blambangan, Raja yang terkenal dengan sebutan Ki Barak Panji melaksanakan permainan itu terlebih dahulu bersama 40 orang pasukan khususnya yang dikenal dengan nama “Pasukan Goak”.

“Ada dua kelompok STT yang bergabung melaksanakan di lapangan Ki Barak Panji Sakti. Biasanya hanya kelompok-kelompok insidentil saja dan hanya satu STT yang meramaikan. Ini harus selalu dijaga dan menjadi sebuah awal yang baik bagi generasi muda di Desa Panji untuk peduli terus menjaga tradisi serta sejarah,” ujar Kelian Banjar Adat Dauh Pura, Ida Gusti Putu Sueca  saat  dikonfirmasi Rabu (29/3/2017).

Terkait dengan permainan yang kini mulai ditiadakan bertepatan dengan Nyepi, Sueca mengaku untuk menghormati himbauan PHDI Provinsi Bali terkait pelaksanaan Catur Brata Penyepian. Sebab, lanjutnya, jika berkaca dari tradisi aslinya memang di Desa Panji dulunya tidak pernah melaksanakan Nyepi seperti di kawasan lain di Bali.

“Dulu jaman saya muda, permainan dilakukan di Pura Pejenengan bertepatan dengan hari Nyepi. Karena itu memang tradisi aslinya. Pada waktu itu masih rumput hijau dan lapang. Setiap permainan pun selalu diiringi hujan yang turun sehingga basahnya alami,” ucap Sueca yang juga selaku Pembina STT Surya Panuluh – Bala Goak Banjar Dinas Dauh Pura.

Namun, kata Sueca, tidak dilaksanakannya permainan “Megoak-goakan” pada saat Nyepi bukan berarti bentuk pengikisan atau pergeseran sebuah tradisi asli. Dikatakan, ada tujuan yang lebih besar yakni pelaksanaan ajaran Agama tentang Catur Brata Penyepian yang tentu lebih dijadikan prioritas di saat perayaan hari besar umat Hindu di Bali khususnya.

“Upaya pelestarian tradisi kan tidak harus tepat sekali di hari itu juga (Saat Nyepi). Yang terpenting, sejarahnya tidak hilang dan semangatnya pun terus tumbuh di hati masyarakat. Banyak yang terkandung dalam filosofi permainan itu (Megoak-goakan). Seperti kebersamaan, semangat membela kebenaran, bahkan semangat kepemimpinan pun juga ada dalam muatan permainan tersebut,” katanya.

Berdasarkan cerita para pendahulunya, ketika Raja Anglurah Ki Barak Panji Sakti bermain “megoak-goakan” pun sering terjadi peralihan kepemimpinan. Setiap pasukan berganti menjadi Goak (Burung Gagak) dan juga berganti menjadi Kacang (Bagian ekor) dalam permainan “Goak Kacang Dawa”. Hal yang sama pun juga berlaku untuk permainan “Goak Tambak” yang sedikit memiliki perbedaan dengan permainan Goak Kacang Dawa.

“Kalau Goak Kacang Dawa, orang yang ada di bagian barisan paling depan mencari orang yang berada di bagian ekor. Tapi kalau Goak Tambak, bagian depan yang berhadapan dengan barisan mencari bagian belakang dengan dihalangi oleh orang yang ada di barisan paling depan,” ulasnya menuturkan.

Sampai saat ini, Desa Adat Panji masih memiliki kelompok pementasan yang khusus membawakan tarian Goak. Menurut Sueca, kelompok khusus itu memang sudah terlatih dan beberapanya bahkan masih merupakan keturunan dari para pengiring Raja Ki Barak Panji Sakti ketika melakukan pertempuran di kerajaan Blambangan.

“Yang muda wajib melaksanakan, mengingat sejarah dan memahami makna yang ada dalam sejarah tersebut. Bukan sebatas bisa memainkan atau menarikan Goak. Tapi tentu ada yang lebih penting didalam cerita perjalanan Ida Panembahan Panji (Anglurah Ki Barak Panji) yang wajib diresapi. Sebab jaman sudah berubah dan inti ajaran Ki Barak Panji Sakti yang amat luhur mulai hilang perlahan. Ini tidak boleh terjadi dan harus terus dilestarikan serta dijaga,” Terang Sueca.

Bahkan menurutnya,  sejarah tentang semangat pertempuran Ki Barak Panji Sakti bersama pasukan goaknya ke Blambangan pun sering menjadi warna dalam pementasan fragmen tari yang mengiringi parade Ogoh-Ogoh malam sebelum hari Nyepi dilaksanakan.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here