Ratusan Nelayan Tradisional Terancam Kehilangan Tangkapan Ikan

Ilustrasi Dok Beritadewata.com

BeritaDewata.com, Denpasar – PT Pelindo terus melakukan reklamasi di sekitar Pelabuhan Benoa Bali. Setelah melakukan reklamasi di sisi timur Pelabuhan Benoa, kini Pelindo Benoa langsung melakukan reklamasi di sisi barat pelabuhan atau tepatnya di Pelabuhan Ikan yang pernah mengalami kebakaran hebat beberapa waktu lalu. Reklamasi itu dilakukan untuk memperluas areal pelabuhan yang selama ini terlalu sempit karena banyaknya trip kapal yang masuk ke pelabuhan terbesar di Bali itu.

Namun reklamasi itu sebenarnya meninggalkan sejumlah masalah. Hal ini disampaikan oleh Wayan Puspa Negara selaku tokoh masyarakat dari Kuta Selatan. Menurutnya, reklamasi Pelabuhan Benoa seluas 93 hektar dengan nilai Rp.800 miliar memang sudah sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Benoa. Reklamasi itu dilakukan dan akan digunakan untuk menunjang Kawasan Pelabuhan Benoa sebagai pusat Pelabuhan Kapal Pesiar terbesar di Indonesia, kawasan Niaga, Bisnis & penunjang Pariwisata/bisnis lainya.

“Namun yang selama ini tidak dipikirkan oleh pihak Pelindo dan pemerintah, bahwa reklamasi itu telah berdampak buruk secara langsung pada kehidupan nelayan di kawasan Teluk Benoa terutama nelayan yang biasa mencari nafkah di kawasan pelabuhan & Teluk Benoa,” ujarnya.

Menurutnya, ada ratusan nelayan tradisional yang berdampak langsung dari kegiatan reklamasi tersebut. Ratusan nelayan itu berasal dari Desa Tuban, Desa Kelan, Desa Kedongan, dan nelayan yang ada di sekitar Tanjung Benoa. Ratusan nelayan tradisional ini selama ini wilayah pencarian ikannya mulai dari kawasan Serangan, Pesanggaran, Tanjung Benoa, Teluk Benoa dan seputaran Pelabuhan Benoa. Namun sejak dilakukan reklamasi, semua pendapatan nelayan menurun drastis.

“Nelayan Kedonganan, dan sekitarnya hingga Nelayan Tanjung Benoa, mereka mengeluhkan air laut yang keruh dan alur perlayaran jukung (perahu tradisional Bali) telah tertimbun sehingga sulit untuk mengais nafkah. Karena profesi mereka hanya menggantungkan hidup sebgai nelaya. Banyak nelayan mengadukan nasibnya kepada kami,” ujarnya.

Wayan Puspa Negara selaku tokoh masyarakat dari Kuta Selatan

Ketua Kelompok Nelayan Segara Ayu Kedonganan Wayan Suwita membenarkan jika tangkapan anggotanya terus menurun dan cenderung hilang. Sebelum reklamasi di Benoa, tangkapan nelayan bisa mencapai 20 kilogram sekali melaut di Teluk Benoa. Namun kini 2 kilogram pun masih sulit.

“Belum lagi adanya bangkai kapal ex kapal terbakar sekitar 40-an beberapa waktu lalu yang belum dibersihkan mengakibatkan jaring nelayan tersangkut dan rusak. Jadi para nelayan di perairan Teluk Benoa merasakan langsung kerugian telak dengang tangkapan yang minim. Mereka tidak sangggup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka,” ujarnya.

Belum lagi complain dari wisatawan yang menggunakan jasa wisata bahari di Tanjung Benoa. Para wisatawan itu merasa tidak nyaman karwn air keruh dan tidak bisa menikmati wisata bahari dengan nyaman. Akibatnya banyak pengusaha wisata bahari merugi total.

Oleh karena itu pihak PELINDO III Benoa dan penyelenggara proyek harus bertanggung jawab atas kehilangan nafkah ratusan nelayan dan usaha wisata bahari di sekitar Tanjung Benoa. Bila perlu pihak Pelindo menyambangi para nelayan yang berdampak dan usaha wisata bahari agar ada solusi untuk mereka.

Sejatinya upaya pembangunan PELINDO III merupakan program NAWA CITA untuk kemajuan Pariwisata Indonesia. Namun dampak yang timbul harusnya dapat diminimalisasi dengan melakukan pendekatan langsung kepada kelompok-kelompok nelayan dan pelaku wisata bahari.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here