Putu Tia Noviani Butuh Uluran Tangan Obati Epilepsi

BeritaDewata.com, Buleleng – Nasib malang  yang dialami bocah  Putu Tia Noviani (12) pasangan  pasutri Gede Ada (52) dan almarhum Ketut Beneh, warga Dusun Delod Margi Desa Nagasepeha Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng. Sakit epilepsi yang diderita Tia sejak usia 4 bulan.

Tia sering kali  mengalami sindrom. Ia cenderung menyakiti dirinya sendiri dengan cara membentur-benturkan kepalanya di tembok dan memukul kedua kakinya sendiri. Saat BeritaDewata.com menyambangi rumahnya yang di Dusun Delod Margi, Desa Nagasepaha, pada (16/5/2017), Tia sedang dipangku ayahnya  Gede Ada.

Bocah malang ini terlihat super aktif. Berbagai barang yang ada di sampingnya berusaha  ia lempar dengan sekuat tenaga. Terkadang kepalanya pun ia benturkan dengan kepala bapaknya.

Jika dipandang  secara fisik, untuk bocah seusianya yang berumur 12 tahun, perkembangan badan Putu Tia tergolong sangat  lambat. Badannya kecil terlihat seperti anak berusia 5 tahun. Tia pun masih belum bisa bicara secara normal. Kaki kiri terlihat melengkung di pergelangan kakinya dan lebih panjang dari pada ruas kaki kanannya. Kondisi itu membuat ia selalu merasa kesulitan untuk berjalan.

Ayah Putu Tia saat dikonfirmasi menceritakan jika putrinya itu dulu lahir dengan normal 12 tahun silam, tepatnya 11 November 2005. Namun ketika  menginjak usia 4 bulan, Tia mengalami kejang-kejang hingga sempat mendapat  dirawat medis di Rumah Sakit Singaraja selama tiga bulan.

Saat itulah kondisi putrinya divonis dokter dengan menderita epilepsi. “Anak saya sempat sakit saat berusia 4 bulan dirawat di rumah sakit selama tiga bulan. Dokter sudah memvonis jika anak saya menderita epilepsi. Saat berusia 3 tahun Putu Tia mulai terlihat super aktif. Bahkan penyakit itu sering kambuh-kambuhan  hingga enam kali sehari,” kata Gede Ada.

Putu Tia juga super aktif di malam hari. Saking aktifnya, Tia mampu semalaman tidak tidur tak jarang bocah seusianya  mampu tidak tidur hingga seminggu. Dengan kondisi itu ayahnya  harus menyiasati dengan memberikan obat pil tidur agar anaknya bisa mengantuk dan tertidur saat malam hari.

“Obat tidurnya setiap hari saya kasih. Kalau tidak dikasi justru saya yang kalah, karena semalaman harus begadang. Tia ini kuat sekali begadangnya, hingga seminggu tidak tidur. Obat tidur itu kadang mempan kadang tidak. Kalau pas tidak mempan, siap-siap semalaman tidak tidur. Untuk makan paling dua hari sekali baru mau makan,” jelas Gede Ada sambil mengawasi putrinya.

Kehidupan Gede Ada semakin parah dengan meninggalnya sang istri, Ketut Beneh tujuh tahun silam. Kondisi itu membuat Gede Ada harus hidup berjibaku sendiri untuk mencari nafkah dan mengurus putrinya. Akibatnya, tak jarang Gede Ada mengalami kesulitan untuk meninggalkan anaknya agar bisa bekerja.

“Kalau saya mau kerja, terkadang saya titip sama neneknya di rumah, pintu rumah pun  harus saya  kunci biar tak keluar rumah” beber Gede.

Terkait dengan pengobatan putrinya, Gede Ada rutin mengajaknya sekedar kontrol ke RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah ) Singaraja untuk mendapat obat yang bisa meringankan penyakit putrinya. Karena mengalami penyakit epilepsi, Putu Tia menjadi  tidak bisa mengenyam pendidikan layaknya bocah pada umumnya.

Di tengah keterpurukan ekonomi yang dialami   Gede Aga ia sangat berharap agar ada yang bisa membantu meringankan  biaya pengobatan kepada putrinya sehingga Putu Tia  bisa sembuh layaknya anak normal.

“Saya sangat berharap di tengah keterbatasan ekonomi yang saya alami, ada yang bisa
membantu untuk meringankan biaya pengobatan kepada putri saya, sehingga anak saya bisa sembuh” ucapnya sambil memegang tangan putrinya.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here