DENPASAR – Partai Solidaritas Indonesia Dewan Pimpinan Wilayah Bali menggelar Talkshow bertajuk Generasi Millennial dan Politik Jaman Now. Talkshow ini digelar di Hotel Harris Denpasar, Minggu 26 November 2017. Generasi Millennial adalah terminologi generasi yang saat ini banyak diperbincangkan oleh banyak kalangan di dunia diberbagai bidang. Peneliti sosial sering mengelompokkan generasi yang lahir diantara tahun 1980 an sampai 2000 an sebagai generasi millennial.
Namun generasi ini cenderung antipasti terhadap politik. “Millenials menyukai topik pembicaraan yang terkait musik/film, olahraga, dan teknologi. Untuk itu kami menghadirkan pembicara yang diluar politik praktis namun tetap dapat mengkritisi politik melalui bidang seni,” ungkap ketua panitia Pelaksana Cokorda Dwi Satria.
Senada dengan hal tersebut, Ketua DPW PSI Bali menyebutkan bahwa tidak seharusnya generasi muda antipati terhadap politik. Karena tonggak kepemimpinan kelak akan dipegang oleh generasi millennials. Selain itu I Nengah Yasa Adi Susanto menyebutkan sebenarnya politik memiliki tujuan yang mulia jika dijalankan dengan Baik dan Benar.
“Generasi millennials harusnya mengetahui isu-isu dan problematik yang terjadi di Indonesia dan bisa bergerak dari banyak jalur, tidak hanya melalui politik,” ungkap Adi. Selain itu ia menambahkan perlunya peran generasi millennials sebagai control atas proses proses politik yang terjadi di Legislatif maupun Eksekutif.
Hadir sebagai pembicara, Rudolf Dethu seorang jurnalis musik dan manager band yang berbagi cerita mengenai proses mengkritik lewat musik. Dimana musik yang lebih akrab dengan millennials dapat lebih mudah menjadi alat pergerakan. “Melalui musik, kami dapat lebih mudah mengajak masyarakat pada umumnya dan generasi muda pada khususnya untuk mulai melihat potret sosial di Negaranya,” ungkap mantan manager Band SID ini. Bahkan beberapa band yang di manageri oleh nya saat ini banyak yang mulai menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan, salah satunya ikut dalam gerakan Bali Tolak Reklamasi.
Pembicara kedua adalah Kadek ‘Jango’ Pramartha yang merupakan seorang kartunis dan pendiri dari Bogbog Magazine. Melalui visual atau gambar, ia juga menghadirkan kartun kartun komedi yang selain menghibur juga dapat mengkritik. Dek Jango menyebutkan kartunis berada pada posisi diatas pemerintah dan dibawah masyarakat. Jadi kerap dapat menghadirkan kritik kritik yang positif melalui seni. “Isu-isu sosial politik dihadirkan untuk kemudian kita kritisi. Memang tidak bisa kita membuat perubahan, namun kita bisa menghadirkan gerakan yang nantinya akan memunculkan perubahan,” tegasnya.
Tsamara Amany, Ketua DPP PSI yang merupakan pembicara ketiga dalam talkshow tersebut menyebutkan bahwa Partainya juga dibangun dari proses kritik terhadap partai politik yang tidak baik. Menurutnya, untuk membenahi sistem pemerintahan baik Eksekutif maupun Legislatif hendaknya diawali dari membenahi sistem di Partai Politik itu sendiri. Dari ide inilah PSI sebagai partai baru dengan garapan anak muda yang baru berpartai politik serta memiliki gagasan yang baru.
“Kami memiliki proses recruitmen calon anggota legislatif yang baru. Dimana caleg yang layak maju dari PSI ditentukan oleh tim panelis yang terdiri dari Akademisi dan Aktifis. Selanjutnya masih kami siapkan sistem, dimana masyarakat dapat memberikan penilian atas kinerja caleg-caleg ini nantinya jika sudah menjabat. Jika dia tidak menjalankan tugas dengan baik, maka masyarakat dapat melaporkan dan bisa kami peringatan bahkan diberhentikan,” papar Tsamara.