Presiden : Calon Kepala Pemerintahan IKN Bukan Dari kalangan Politisi

Mantan Dirjen Otonomi Daerah Prof. Dr Djohermansyah Djohan M.A, pendiri Institute Otonomi Daerah (i-OTDA)

JAKARTA, Berita Dewata – Kepala Otorita wewenangnya sangat jelas, yaitu persiapan, pembangunan, pemindahan ibukota dari Jakarta ke IKN Nusantara, dan menyelenggarakan pemerintahan di sana.

Bila ada rencana pemilihan kepala otorita IKN bukan dari kalangan partai politik, hal itu sudah sangat tepat menurut Mantan Dirjen Otonomi Daerah Prof. Dr Djohermansyah Djohan M.A, pendiri Institut Otonomi Daerah (i-OTDA) menyikapi wacana yang di kemukakan presiden.

Kenapa Kepala Otorita tepat bukan dari kalangan politisi? Karena pelaksanaan tugas dan wewenang urus IKN ini harus benar benar dilakukan oleh orang yang tidak punya kepentingan apapun, kecuali prihal, menyiapkan, membangun, memindahkan, dan menyelenggarakan pemerintahan di ibukota baru dengan sebaik baiknya, yang tingkat kesulitannya dirasa sangatlah kompleks.

“Untuk pelaksanaan tahapan proses membangun, memindahkan, dan sekaligus menyelenggarakan pemerintahan IKN tidak tepat dari kalangan partai politik. Selain banyak kepentingan apa lagi jelang pemilu dirasa unsur kalangan partai politik kurang cukup kemampuan teknoratis dalam melakukan pekerjaan yang cukup tinggi sisi kompleksitasnya,” ungkap Prof Djohermansyah (24/2/2022) dalam percakapan wawancara yang dilakukan radio Elshinta pada hari Kamis, pukul 06.15-06.45 WIB.

Orang yang tepat melakukan itu secara efektif, menurut Prof Djohermansyah adalah orang dari kalangan profesional. Baik profesional dari Instansi negara maupun diluar ASN yang ditunjuk pemerintah. Apalagi IKN masuk kategori wilayah administratif, dimana struktur pemerintahannya tidak ada DPRD, dan kepala wilayahnya diangkat presiden.

Dalam wawancara tersebut Prof. Djohermansyah pun agak meragukan proses pembangunan IKN yang dianggap sebuah misi yang “mission Imposible”, mengingat proses pembangunannya yang dilakukan dengan waktu begitu sempit, hanya dua tahun sudah pindah istana dan lembaga-lembaga tinggi lainnya. Ini di anggap terlalu ambisius. Dia sangat mengkhawatirkan tercapainya target padahal masalah yang dikerjakan begitu kompleks, yaitu membangun dan memindahkan ibu kota di wilayah baru yang jauh dari IKN lama.

“Proyek IKN bisa saya analogikan sebagai kisah Roro Jonggrang yang meminta Bandung Bondowoso membangun seribu candi dikerajaan Prambanan. Apakah ada orang “sinting” yang mampu membangun kota dalam waktu singkat ini?,” ujar Djohermansyah, yang merasa waktu dua tahun mustahil tercipta tatanan IKN yang sempurna.
“Membangun rumah bagus pakai lantai marmer Italia, tidak cukup waktu dua tahun”, ujarnya.

Jika jadi Kepala Otorita itu diambil dari kalangan profesional, untuk jabatan wakil bisa diambil dari politisi agar bisa mendukung kerja kepala otorita dalam menjembatani urusan politik dan kemasyarakatan. “Langkah presiden sudah tepat memilih kepala Otorita IKN dari kalangan Profesional, dan saran saya baiknya wakilnya dari orang politik, agar bisa komplementer,” ujar Djohermansyah.

Tanggapan serupa pun dikemukakan oleh pengamat politik dari Universitas Padjajaran Bandung Firman Manan, S.IP, M.A , terkait kepala Otorita IKN. “Isu tentang IKN dirasa masih banyak pro dan kontra didalam masyarakat luas. Bila yang didorong dari kalangan kader partai, tentu ini akan menambah masalah, karena rendahnya tingkat kepercayaan publik saat ini terhadap politisi,” ujar Firman Manan dalam wawancara dengan Radio Elshinta yang sama (14/2/2022).

Dikatakan Firman Manan, kalangan profesional pun bukan berarti tidak punya conflict of interest (kepentingan). Seperti yang diketahui umum profesional bisa jadi punya kedekatan dengan partai tertentu atau malah kedekatan personal pada kalangan politisi dan pejabat negara yang rata rata duduk di jabatan level kementrian di ambil kebanyakan dari kader partai.

Membangun sebuah Ibu Kota Baru (IKN), dasarnya juga unsur politis yang sangat kuat dalam menggalang dukungan koalisi partai politik. Begitu juga undang undang yang mengatur proses pembangunan. Mulai dari anggaran APBN yang akan digunakan hingga proses pelaksanaan pembangunannya.

Bila gagasan IKN terlaksana, menurut Djohermansyah memang baik bila kepala otorita diberi porto folio setingkat mentri, supaya kuat dalam melakukan koordinasi dengan K/L, dan tidak ada gap yang jauh dengan presiden.
Tetapi kewenangan yang di berikan harus dibelah agar fokus dan tidak bermasalah kemudian hari.

Kepala Otorita sebaiknya fokus pada tugas melakukan pembangunan dan pemindahan IKN, lalu bila pekerjaan itu selesai otorita dibubarkan. “Setelah pembangunan dan pemindahan ibu kota negara usai, maka sebaiknya ibukota baru ini dipimpin oleh orang yang cakap dan paham memimpin penyelenggaraan pemerintahan”, papar Djohermansyah Djohan.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here