BULELENG – Pembagian hasil dari sektor Pajak Hotel dan Restaurant (PHR) untuk masing-masing kabupaten di Bali masih menjadi persoalan serius bagi Provinsi Bali.
Kondisi ketidakadilan menjadi sorotan dari salah seorang Anggota DPRD Povinsi Bali, IGK. Kresna Budi. Bahkan, politisi Partai Golkar Buleleng ini mendesak agar Pemerintah Provinsi mengambil alih pungutan PHR tersebut .
Anggota DPRD yang duduk di Komisi I Bali ini pun mengatakan, sebaiknya PHR dipungut oleh Provinsi Bali. Mengingat, pariwisata di Bali merupakan pariwisata lintas Kabupaten. Bukan itu saja, Bali adalah masih satu kesatuan, sehingga dinilai wajar jika kedepan provinsi yang memungut PHR.
“Pariwisata kita adalah lintas kabupaten. Hanya mendarat dan tidur saja di Badung. Objek wisata itu ada di Gianyar, Ubud, Bangli, Tanah Lot, Danau Beratan dan Buleleng dan Air terjunnya. Terus hanya tidur saja di Badung, kok pungut PHR. Padahal Bali itu satu kesatuan, makanya PHR harus dipungut provinsi,” papar Kresna Budi, Minggu (5/8) di Singaraja.
Menurutnya , dalam kurun waktu ini sudah sering terjadi kekisruhan disebabkan ketidakadilan pembagian PHR untuk masing-masing kabupaten. Pariwisata Bali yang ibaratnya Lebah memiliki madu hasil hanya dinikmati oleh Kabupaten Badung, seperti PHR tersebut. Padahal, jika bicara soal pariwisata, kata Kresna Budi, adalah soal destinasi pariwisata di seluruh Bali bahkan menurutnya akan menjadi ego sektoral.
“Harusnya peran itu diambil provinsi, kok kabupaten. Kabupaten hanya mungut hotel melati dan beserta izinnya, kalau hotel berbintang itu kan soal lintas maka harus provinsi. Saya ingin semua untuk Bali, untuk pemerataan pembangunan di Bali,” jelas Kresna Budi.
Dengan adanya pungutan mekanisme pungutan PHR yang dilakukan masing-masing pemerintah kabupaten adalah merupakan otonomi kebabalasan. Bukan hanya itu, mekanisme itu akan memunculkan “raja kecil”. Sebab, raja kecil tersebut akan membagikan kelebihan PHR tersebut kepada yang dianggap cocok, termasuk besar dan kecilnya. Sehingga, akan muncul kesan terkotak-kotak.
“Jika dilihat sekarang PHR Bali seperti terkotak-kotak oleh adanya fanatisme kewilayahan. Kabupaten lain malah seperti pengemis, padahal itu hak mereka juga. Bupati Badung seperti pahlawan, mestinya tidak ada menjadi pahlawan karena semua elemen di sektor pariwisata mengambil peran,” ucap Kresna Budi.
Untuk itu Kresna Budi berharap, agar pungutan PHR bisa dikembalikan ke pemerintah provinsi untuk menjaga keseimbangan pembangunan. Dan Kresna Budi mendorong, Wayan Koster sebagai Gunernur Bali terrpilih memikirkan hal ini, agar kedepan tidak terjadi kekisruhan.
“Ini untuk kepentingan Bali, bukan untuk satu kelompok. Saya tidak bisa berjuang sendiri tanpa dukungan semua pihak. Kekisruhan selama ini yang terjadi akibat adanya pembagian PHR yang tidak adil. Ini PR untuk pak Koster, untuk bisa mengkaji ” tegas Kresna Budi.
Kendati demikian Kresna Budi mengaku, jika yang disampaikan ini hanya sebuah pandangan dirinya setelah menyikapi persoalan yang ada selama ini. “Coba apa yang saya sampaikan itu, dikaji untuk melihat sisi baik dan buruknya. Saya yakin, jika dikembalikan ke provinsi pasti akan ada pemerataan ” pungkas Kresna Budi.
Kresna Budi yang getol bersuara di gedung DPRD I Bali akan segera membahas masalah ini di sidang paripurna DPRD demi kemajuan daerah yang mana Bali merupakan penyumbang devisa terbesar di sektor Pariwisata.