Petani Penggarap Tanah Batu Ampar Geram, Lahan 2 Hektar Dirabas Orang

Jumbrati dan Rahnawi

BULELENG – Puluhan Warga Desa Pejarakan Kecamatan Gerokgak Buleleng, Bali ngeruduk ke kawasan pantai di Dusun Batu Ampar, dimana lokasi tersebut dulunya pernah di mukimi oleh 10 KK dan telah memiliki Patok D yang dikeluarkan tahun 1959 bahkan penetapan kepemilikan tanah berupa Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tahun 1982 yang disahkan Direktorat Jendral Agraria.

Warga yang sebagai petani penggarap lahan Batu Ampar, masih mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Walaupun lokasi tersebut ditinggalkan warga akibat ada pengusiran dari oknum yang berkepentingan terhadap lahan tersebut, namun tetap dipelihara warga dan kini lahan itu ditumbuhi rerumputan liar dan pepohonan besar seperti Kelapa dan lain-lain.

Masyarakat yang sudah tinggal berpuluh-puluh tahun bahkan telah mendirikan rumah berdasarkan SK Mendagri tahun 1982 dari pemerintah pusat, karena kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai nelayan penangkap ikan laut dan peternak kambing, kini sebagian dari mereka telah menjual tanah tersebut yang sudah berhasil disertifikatkan.

Karena mereka menduduki tanah tersebut dan mempunyai hak garap dari tahun 1958 dan telah memiliki Patok D dan Surat Keputusan (SK) Kepala BPN (Bali Utara 1963 dan SK Mendagri 1982). sebagai dasar pengajuan sertifikat jika diperlukan warga. Namun dua warga masih memilih untuk tidak menjual disamping lokasi tersebut berpasir putih juga harga dari tanah tersebut sangat tinggi.

Kini, sebagian petani kelompok 10 dibuat geram, atas ulah oknum tertentu yang dengan sengaja merabas tanaman milik warga di lahan seluas 2 hektare, kepemilikan dari Jumrati dan Rahnawi dengan luasan masing-masing 1 hektare, yang berada persis sebelah utara dari pagar pembatas di lahan yang kini dikuasai PT. Prapat Agung Permai lewat HGB HPL.

Dua warga yang masih bertahan dan belum menjual tanah tersebut dengan luas tanah 2 hektar lebih, yakni Jumbrati dan Rahnawi kini dirabas oleh 9 orang tak dikenal, perabasan tersebut dilakukan dari 6 hari lalu dengan upah keseluruhan Rp 9 juta. Pemilik tanah yang tinggal tidak jauh dari dusun Batu Ampar tak mengetahui kalau lahan mereka dirabas seseorang.

Setelah mendengar informasi dari para pemancing puluhan warga ngeruduk kelokasi lahan itu pada Senin (6/12/2017) pagi, saat berada dilokasi itu beberapa perabas bahkan berlarian dan satu dari mereka berhasil di kejar kemudian di intrograsi oleh kordinator kelompok 10, Wayan Sukrada yang kerap disapa Arif menantu Rahnawi yang telah diberikan hak kuasa penuh atas permasalahan lahan tersebut.

Dari hasil intrograsi yang di lakukan Sukrada bersama warga kepada perabas lahan tersebut bernama Yono lelaki asal Malang, bahwasanya perambasan lahan itu atas suruhan pak Tambun warga Pejarakan sendiri yang diduga juga suruhan dari sebuah perusahaan asal dari Kabupaten Tabanan.

Dari keterangan Yono, ia sama sekali tidak tahu menau kalau tanah tersebut sedang dalam polemik ”Saya merambas sudah 6 hari dari ketentuan 15 hari dengan upah borong Rp 9 juta, saya tak ngerti cuman disuruh ngerabas saya. Makanya saya kaget kok ada orang banyak ngerumuni saya, kalau tau ada masalah ditanah ini tak mau saya merabasnya dari pada berurusan dengan masyarakat. Yang nyuruh ini pak Tambun warga sini, pak Tambun dari PT Bina Karya Tabanan gitu mas. Besok saya tak ngerabas lagi,” jelas Yono.

Perabasan itu diduga untuk perluasan areal Hotel Bali Dinasty yang kini sedang berlangsung pembangunanya di dilahan yang diklaim oleh PT Prapat Agung Permai lewat HGB/HPL. Kondisi tersebut membuat warga geram dan memberhentikan Yono sebagai petugas Perabas dilahan tersebut, Sukrada mengatakan, tanah-tanah yang dirabas ini lengkap memiliki termasuk kitir pajak yang telah dibayar hingga tahun 2017. Artinya tanah tersebut sah milik warga.

“Kami sangat menyesali dari pihak oknum, malah ingin menguasai tanah Batu Ampar. Kami sebagai warga keberatan. Ini sudah jelas ada kitir pajak dan sudah membayar tahun kemarin, masak bukan tanah warga. Kan aneh? Saya yakin, Bali Dinasty mau perluasan lahan. Kami akan membela tanah kami mati-matian,” tegas Sukrada.

Sukrada yang sering di sapa Arif di desa Pejarakan juga sebagai koordinator kelompok 10 yang saat ini tanaman di lahannya dirabas mengaku, akan terus bergerak untuk bisa memperjuangkan hak tanah mereka. “Kami sebagai penggarap lahan batu ampar, sejak 1958 termasuk bapak saya, ada bukti semua. Tapi kami dapat angin segar, kami punya patok D, ada kitir pajak, itu jelas menguatkan kepemilikan kami dan pajak tahun lalu sudah kami bayar,” pungkas Sukrada.

Sebarkan Berita ini

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here