BeritaDewata.com, Buleleng – Sekarang ini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng, mestinya harus lebih serius menangani para petani pembudidaya sektor kelautan. Pasalnya, pemerintah lebih cenderung perhatiannya dibidang pertanian, namun sektor Perikanan kurang tergarap optimal dan berpotensi merugikan Pemkab Buleleng terutama dari sektor Pendapatan Asli Daerah(PAD).
Kapasitas produksi budidaya dari sektor ini sangat tinggi dihasilkan dari tambak-tambak yang tersebar di pesisir Kecamatan Gerokgak.Berbagai macam jenis ikan dan udang berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan pasar eksport,sehingga menghasilkan pundi-pundi tidak sedikit bagi para pengusaha yang menggeluti sektor itu. Ironisnya,tidak serupiah pun masuk hasil ini masuk ke kas daerah sebagai sumber pendapatan asli daerah hanya karena regulasi untuk itu belum tersedia.
Padahal,terdapat satu produk budidaya primadona hanya ada di Buleleng bahkan satu satunya di Indonesia wilayah Buleleng sebagai daerah pembudidaya benih ikan Bandeng(Nener) bahkan terkenal sampai ke mancanegara. Hal ini perlunya keseriusan pemerintah Buleleng dan Provensi Bali untuk selalu perhatian terhadap wilayah Bali Utara yang memiliki potensi luar biasa.
Hal itu diakui oleh petani tambak budidaya indukan Bandeng / benih nener di Desa Patas,Kecematan Gerokgak.Menurutnya,Buleleng sebagai sentra pengembangan budidaya kelautan tidak tergarap maksimal.Banyak hal yang membuat Buleleng sebagai sentra budidaya dirugikan,diantaranya tidak tersedianya sarana pengurusan dokumen pengiriman barang ,layak dan tidaknya benih tersebut keluar daerah maupun lokasi uji kelayakan pengujian laboratorium PCR (Polymer Chain Reaction) bebas virus.
“Buleleng ini satu-satunya penghasil benih bandeng terbaik dunia.Tapi banyak hal yang saya lihat belum memberikan ruang yang cukup buat daerah Buleleng.Terutama dari masalah dokumen hingga pengujian laboratorium,”papar Meddy (47) salah satu pengusaha budidaya benih nener dan udang vanamei di Desa Patas,Minggu (16/9).
Meddy juga menyebut kalau keunggulan produksi nener Buleleng karena faktor iklim yang tidak ada ditempat lain.Dulu,tutur Meddy,selain Buleleng,Kabupaten Marros,Sulawesi Selatan dan Aceh merupakan pesaing Buleleng.Namun,kini daerah tersebut tak mampu untuk produksi kembali hanya tinggal Buleleng satu-satunya karena Kabupaten Marros sudah berhenti dan Aceh juga sama akibat tersapu tsunami.
”Saya dengar sekarang Philpina namun permintaan dari Indonesia masih tinggi terutama untuk eksport ke negara Taiwan,”imbuhnya.
Menurutnya, kapasitas produksi tambak yang dimilikinya dan daerah lainya di wilayab Patas bisa menghasilkan 50 hingga 70 rean anak bibit Bandeng( nener) perhari.
Satu rean berisi 2.500/ 5.000 bibit bandeng sedangkan produksi udang vanamei menghasilkan ratusan ton pertahun.
“Anehnya kami mengurus surat kelayakan, kami mendapatkan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA) dari kabupaten lain padahal di Buleleng produksi asli.Sedang untuk urus PCR kami terpaksa ke Situbondo karena di Gondol (Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) ,Gondol,Gerokgak,red), tidak tersedia.Ini pun sudah merugikan dari sisi waktu dan anggaran,”jelasnya.
Sedang untuk pemenuhan sektor tenaga kerja,Meddy menyebut sangat signifikan terutama untuk tenaga kerja disekitar tambak.Hal itu,menurutnya,mampu mendongkrak daya beli masyarakat karena sebagian besar warga sekitar terserap untuk bekerja di tambak.
”Jumlahnya cukup banyak dan itu mampu menggerakan roda ekonomi masyarakat.Bahkan,kami juga memberikan kontribusi melalui dana CSR untuk kepentingan peningkatan sumber daya manusia di sekitar tambak,”ungkapnya.
Sementara itu,terkait tidak adanya PCR di Buleleng,Kepala Bidang Teknis Sarana dan Penyuluhan,Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP),Dusun Gondol,Banyupoh,Gerokgak,Ir.Ibnu Rusdi,MP ,membenarkan Balai Riset Gondol selama ini menyediakan jasa pengujian PCR, namun belakangan terkendala akibat kehabisan stok bahan kimia yang terlambat di order,
”Selama ini lancar untuk pengujian PCR nya.Dan sekarang terhenti akibat kehabisan stok bahan kimia.Kami belum bisa pastikan sampai kapan kondisi ini berlangsung,”tandas Ibnu Rusdi.