Denpasar – Puluhan guru agama Katolik dari Bali, NTB, NTT dikumpulkan di Kuta Bali selama kurang lebih empat hari mulai tanggal 22-25 Maret 2018. Para penyuluh agama ini baik yang berasal dari kalangan PNS maupun yang non PNS dikumpulkan dalam rangka peningkatan kualitas penyuluhan agama khususnya agama katolik demi umat yang berkualitas.
Berbagai materi disampaikan oleh para pakar yang berkompeten di bidangnya. Pembimas Katolik Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali Lodo Lena saat dikonfirmasi menjelaskan, pelatihan bagi para penyuluh agama katolik dari Bali, NTB, dan NTT ini merupakan program rutin dari Kementerian Agama di pusat.
“Ini adalah kegiatan pusat. Kami hanya membantu memfasilitasi kegiatan. Intinya, tujuan dari pelatihan ini adalah agar para penyuluh agama ini bisa meningkatkan pelayanan kepada umat dengan kualitas yang baik, yang ditandai dengan teresapnya nilai-nilai kristiani, terimplementasinya nilai-nilai kristiani di umat katolik,” ujarnya di Denpasar, Minggu (25/3).
Menurutnya, ada banyak materi yang disampaikan kepada para peserta seperti menangkal bahaya radikalisme, bahaya narkoba, kesehatan keluarga, dan sebagainya. Seluruh materi itu diberikan oleh orang yang berkompeten di bidangnya.
Berbagai persoalan tersebut sejatinya akan berhadapan dengan umat manusia di tiga provinsi dan penyuluh agama dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan agar bisa menjadi bekal ketika berhadapan dengan berbagai macam persoalan hidup umat sehari-hari. Salah satu materi yang mendapat respon antusias dari peserta adalah soal bermedia sosial secara bijak dan memanfaatkan media sosial untuk kepentingan pewartaan.
Salah satu pemateri soal peran media dalam pewartaan iman katolik, Arnoldus Dhae mengatakan, penyuluh agama mempunyai perang yang sangat penting dalam pewartaan iman terutama melalui media. Dan media yang paling efektif saat ini adalah media sosial.
“Saat ini, peran media dan terutama media sosial sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan. Media sosial sangat cepat menyampaikan informasi, dengan pembaca terbanyak dibandingkan dengan media konvensional lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, seorang penyuluh agama hendaknya mampu bermedia sosial secara bijak, bermanfaat dan berdaya guna demi pewartaan umat. Seorang penyuluh agama hendaknya memiliki integritas yang kuat, tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang menyesatkan atau hoax.
Berkaitan dengan bagaimana cara menghadapi berita hoax, menurutnya, seorang penyuluh hendaknya tidak muda percaya dengan isu yang ada di media sosial dan apalagi ikut menyebar, memposting isu yang belum tentu benar tersebut.
“Penyuluh agama jangan mudah percaya dengan berita hoax. Sebaliknya, jika berhadapan dengan postingan di media sosial, maka seharunya seorang penyuluh yang cerdas tida mudah percaya, mengecek, mengkonfirmasi kebenaran informasi itu kepada pihak-pihak yang berkmpeten di bidangnya. Setelah mendapatkan kepastian kebenaran, barulah ikut menjelaskan, menyebarkan, tetap dengan tujuan yang positif,” ujarnya.